Sudah sebulan ini emak, begitu biasa aku memanggil pada pemilik rahim belahan nyawa berkutat dengan sebuah buku. Â Selalu menemani sejak buku itu datang, Â sebuah kebiasaan yang tak pernah beliau lakukan. Â Membaca buku dilakukan tapi tidak seintens ini. Buku itu benar-benar penemannya mencuri kesibukan harian saat puasa jadi kewajiban.
Di pojok baca yang kumiliki emak akan duduk setia membaca lalu melipat halaman sebagai tanda telah selesai bagian yang dibaca sebelum berkutat dengan kesibukan lain.
"Tumben Njenengan remen maos buku mak?" tanyaku suatu saat mengomentari kesukaanya membaca buku.
"Iki resepe kuno, tak woco sek. Mben mben praktek. Â Enak koyok e," tukas emak.
Sejak itu kubiarkan emak menikmati hobbi barunya membaca buku itu. Â Sepertinya ada sesuatu yang membuatnya bergembira sebab membaca buku.Sesuatu yang kumafhumi setelah aku pun ikut membaca. Ini kulakukan karena beliau telah tuntaskan semua halaman sepertinya. Setelah buku itu mulai terpajang manis di rak buku tanpa bergeser tempat.
Buku Berjudul Warisan Kamar Pendaringan, Â ditulis oleh Mbak Jauh Diaspora yang tinggal di Florida USA. Kompasianer dikenal sebagai Widz Stoops.
Terdiri dari 136 Halaman diterbitkan  oleh Elex Media Komputindo dengan tanggal terbit 12 Mar 2023. Berisikan kisah dibalik terciptanya sebuah resep rahasia keluarga.
Membacanya mampu menggiring pada pesona jaman baheula, Â ketika Indonesia masih dalam genggaman VOC. Saya sendiri menyukai bagian ketika Widz kecil terkesan dengan pohon jambu biji di halaman rumahnya, bukan hanya bahan dasar minuman tetapi kisah pohon jambu menjadi penanda rumah 'Emek' dan Daddynya itulah yang kusuka.Â
Pohon jambu  yang darinya mampu tercipta sebuah resep setup jambu biji paling enak, membuatku mampu meneguk liur. Apalagi disajikan cerita pula bahwa sering menjadi favorit  takjil puasa keluarga mbak Widz.
Aku belum bisa praktik membuatnya, bukan karena tidak mau tetapi kekadang bahan yang ditulis itu cukup asing karena aku memang tidak akrab dengan urusan dapur. Kalau sudah begini ngobrol dengan emak cukup menjadi pelipur.
"Yo engkok lek dangan tak gawekno."
Ucapan emak seperti itulah yang selalu kunanti. Yakin kalau emak yang bikin pasti seenak resep di buku Warisan Pendaringan.
Saya sepakat dengan kalimat Gramedia bahwa sesungguhnya, buku ini adalah kumpulan resep keluarga. Resep yang diturunkan dari generasi ke generasi. Namun, penulis tidak sekadar membabar rahasia di balik keistimewaan resep, teknik olahan, tata penyajian, dan seluk-beluk masakan lainnya. Dengan tanpa takaran pas karena saat itu memang pembuat, Â sang Emek mengutamakan takaran rasa. Semakin berpengalaman semakin pas rasanya.
Dalam buku Warisan Kamar Pendaringan ada muatan  cinta dan kasih sayang, sejarah dan romantisisme, peradaban dan kemajuan, tradisi dan pergaulan, serta pernak-pernik hidup lain yang patut dan layak dinikmati khalayak pembaca.
Pendaringan adalah sejenis pasu tempat menyimpan beras, sama di tempat saya sebutannya juga begitu.  Bedanya dalam buku ini Mbak Widz menyebut sebagai awal dari segala kenikmatan rasa lidah di sebuah rumah antik  bilangan Matraman, Jakarta.
Dari dapur di rumah peninggalan tentara Belanda itulah kisah bermula. Seorang Ibu, disapa Emek oleh anak-anaknya, berteguh kukuh menjaga warisan keluarga: resep masakan dan kasih sayang dalam keluarga.
Pada tiap-tiap resep terlampirkan cerita. Hal-hal sederhana yang lantas menjadi sakral dan bermakna karena dibumbui cinta.
 Emek mewariskan pengalaman hidupnya bukan semata-mata untuk anak cucunya, melainkan sekaligus untuk khalayak pembaca.
Terima kasih kepada Mbak Widz yang sudah bersedia menuliskan.  Bahan dan cara  adalah modal utama mengolah,  soal ukuran ada yang tidak ditulis presisi tidak masalah karena bagi pecinta memasak hal tersebut akan terukur dengan sendirinya.
 Seperti emakku pada usianya yang lebih dari 70 tahun, beliau tak pernah membawa penggaris untuk mengukur rimpang yang dibutuhkan cukup dikira kira dengan jarinya. Begitupun dengan garam atau gula, berapa sendok beliau juga tidak gunakan kepastian,  cukup kira-kira. Jam terbang yang menentukan kepiawaian.
Rupa-rupa resep dan cerita cinta  dalam buku ini dituturkan dengan lancar, mudah dicerna, dan sarat makna. Sekali lagi aku sepakat,  Dari sana bermula bagaimana semestinya keluarga dijaga.
Sebagai
hadiah untuk pembaca saya sertakan foto salah satu resep favorit emak mertua. Â Resep lainnya silakan dibaca sendiri ya. Â Bukunya tidak mahal untuk ukuran isi yang didapatkan. Tertulis 68 harga normal diskon 20 persen untuk saat ini. Â Bisa didapatkan di toko toko buku Gramedia dengan harga tak sampai 55 ribu.ÂÂ Bayangkan, aku bisa mendapatkan resep kuno tanpa riset panjang, Â cukup baca buku sudah tahu. Â Jadi, Â tunggu apa lagi, Â segera miliki buku ini. Sajian tepat pula menemani kudapan kue lebaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H