Memiliki profesi sampingan sebagai penjual susu kedelai keliling dan gorengan berlaba 200 perak tiap bungkusnya. Jangankan pergi umroh, ziarah ke makam-makam wali saja harus menabung setengah mati baru kesampaian.
Berangkat Umroh bukan hanya tentang biaya perjalanan, namun ada sebuah hal yang membuat tercekat. Tradisi selamatan dan bawa oleh-oleh. Ini yang membuat saya gamang, apa yang harus saya lakukan agar tuntutan itu bisa terpenuhi?
Sebetulnya kalau mau hitung-hitung kalkulasi pendapatan memungkinkan sih. Itu kalau saya hidup sendiri, tak menghidupi emak mertua dan 2 anak yang sedang menuntut ilmu. Bisa makan tiap hari dan ngirimi anak di pesantren, saya sudah sukur setengah mati. Mana berani mikir macam-macam apalagi sampai pergi ke tanah suci meski hanya umroh, bukan haji.
Akan tetapi kerinduan saya lebih besar dari 2 ketakutan yang telah tersebut di atas. Sehingga ketika sahabat Kompasianer Enik Rusmiyati ijin untuk menulis keadaan diri saya agar bisa umroh saya iyakan. Resikonya, bakal banyak orang tahu kisah susah hidup saya, direndahkan itu kemungkinan. Tapi ya biarkan cuma di mata manusia saja kok. Sekalian nyaring kawan, yang bener-bener mau sama saya siapa. Kan gak lucu saya ramah, dia ogah.
Umroh itu emejing, luar biasa bagi saya. Jadi, mendapat pengorbanan layak juga. Saya perjuangkan untuk sebuah kerinduan yang tak tertahankan.
Bu Enik menulis cerita kehidupan saya, sebagai guru swasta sekolah kecil, sebagai pedagang asongan, sebagai guru ngaji anak tetangga, bahkan sebagai penulis pinggiran dia tulis juga. Gak ada mewah-mewahnya, khas orang biasa yang berjuang hanya untuk bertahan hidup sambil melakukan sesuatu semampu dan semau saja.
Tulisan Bu Enik Tentang Anis Hidayatie di Kompasiana Â
Akan dikompetisikan katanya, saya sih oke. Apapun waelah asal bisa umroh. Â Saya manut, disuruh share ya share, kerabat, sanak, saudara saya mohon-mohon minta vote. Lha ini salah satu cara e. Yang didukung orang banyak, dia yang akan berangkat.
Bersyukur, kuasa Tuhan. Tangan-tangan baik bersedia memberi dukungan. Hati pemilik gawai atau laptop pada terbuka menyentuh nama saya. Dari ribuan peserta seluruh Indonesia saya masuk nominasi 50 besar, lalu diperas lagi. Bu Enik, guru MTsN 2 Blitar ini berjuang, sayapun. Puncaknya  ada di peringkat 5 dari 25 orang yang mendapat sponsor akan berangkat umroh.
Pingin peluk dan nangis ke badan bu Enik waktu diberitahu pengumuman. Teman luar biasa yang terhubung gegara tulisan. Satu platform kompasiana, satu komunitas di Komalku, Komunitas Menulis Buku Indonesia.
Maret 2020 saya mestinya berangkat, namun gagal karena pandemi. Lalu dijadwal lagi, sesudah Ramadhan, mundur lagi. Kini, jadwal sudah diberikan kepada saya. 6 September 2022 Insya Allah akan berangkat. Menjadi sebuah euforia yang bertalu-talu di dalam dada. Diberangkatkan Allianz difasilitasi Azkiya tour dari Jakarta.