Mau umroh aja ribet, itu kan cuma pergi ke Mekkah beberapa hari terus pulang lagi. Ngapain juga lebay. Yang persiapan lah, yang fokus umroh lah. Biasa aja lagee, pergi gitu doang. Gowsah nyari-nyari alesan cuma gegara mo Umroh.
Begitu kira-kira terjemahan ungkapan kawan  yang suntuk melihat kehebohan saya cuma gegara mo umroh.
Saya memang heboh, tiap diajak hang out jauh, selalu nolak. Alesannya sedang ngumpulin tenaga dan pikiran buat Umroh. Begitupula kalau diajak kegiatan seru-seruan, selalu gitu alesannya. Nggak ah, mo umroh. Nabung buat yang di rumah.
Ya gimana lagi, bagi saya tu umroh memang emejing. Dibilang norak ya norak memang, sampai mampu membuat schedule kebiasaan porak poranda. Semua demi persiapan umroh.
Hampir seumur hidup saya menantikan hal ini. Merindukan Makkah dan Madinah, berbekal kisah dalam ayat Qur an, ingin mencium dua tanah yang pernah ditinggali kekasih Tuhan, Muhammad sholallohu alaihi wa salam.
Tak ada keinginan pergi dari rumah ke tempat jauh selain hanya menuju dua tempat itu. Tempat yang kata orang pembalasan pertama atas kelakuan hidup di dunia. Tempat dengan kisah-kisah menakjubkan tak masuk akal, buah menuai tanam amal selama bernafas sebelum pergi ke tanah suci, Makkah Madinah.
Ketakukan pertama saya mestinya, dosa saya seperti buih di lautan, takut dibalas tentu saja tetapi nekat menyengat mengingat keutamaan yang menyertai ibadah Umroh.
 Saya bukan orang suci meski ingin jadi demikian, tergoda berbuat dosa seringkali menimpa. Menekuri itu semua tak layak mestinya saya bebas dera akan tetapi tak sanggup pula jika harus dihukum karenanya, maka Rahmat Allah, Ampunan Allah sungguh saya harap menyertai perjalanan Umroh ini.
Sebuah nasehat Kakak Mahmud, pengawas Madrasah di lingkungan Kemenag Kab Pasuruan, penulis buku Menggapai Haji Mabrur menguatkan hati. Meyakinkan langkah kaki, berangkat menuju tanah suci. Bismillah, Rahmat Allah lebih besar dari dosa yang telah saya lakukan.
Ketakutan kedua lainnya adalah berkaitan dengan kondisi keuangan. Umroh merupa  keinginan yang kalau menengok kemampuan finansial saya jauh dari kemungkinan. Hanya seorang guru swasta dengan gaji mengandalkan TPP Sertifikasi, kadang cair kadang lambat. Lalu sore hari mengajar ngaji anak tetangga.