Dilema yang membuat Hepi susah tiada tara. Ingin pulang segera namun belum pula menemukan jalan keluar, padahal dia terdampar di Irak. Tidak seperti janji orang yang katanya akan menempatkan ke Abu Dhabi dengan gaji 8 juta.
Dia jadi TKI atau PMI atau BMI legal, dengan surat-surat lengkap dan agen resmi. Bingung juga mendapati kenyataan tidak seperti janji awal agen yang membawanya.
Membeberkan kisahnya hingga sampai di tanah Irak, Â Hepi memaparkan bahwa ini merupakan penipuan. Dia ditipu agen tenaga kerja yang memberangkatkannya.
Bermula dari dari Singapura dia langsung ke Batam. Di Batam inilah Hepi kenal seoeang agensi. Â Dia mendapat tawaran kerja ke Abu Dabi dengan gaji 8 juta. Â
"Dengar gaji 8 juta siapa yang tak mau. Saya berangkat, tapi tak seperti harapan. Ternyata ke Erbil Irak. Dengan penyiksaan tak terperi saat sampai di barak agen," lanjut Hepi.
"Sampai di agen Erbil dulu, Hape saya disita. Makan cuma dikasih nasi saja sama tomat, itu pun cma sekali. Kadang hanya Mie Instant dengan minum air kran selama 2 bulan. Tanpa gaji meski bekerja," kisah Hepi.
Sebuah penderitaan yang membuat saya tercenung. Mereka berjuang untuk keluarganya di Indonesia, menjadi pahlawan devisa bagi bangsa ini. Adanya perlindungan ternyata tidak seperti yang ditebar pesonakan. Dicitrakan birokrat pemangku.
Kata PMI yang lain, nanti kalau viral bakal diurus. Tapi bagaimana bisa menjadikan ini viral? Bahkan kematian juga belum tentu bisa menyelamatkan nasib TKI atau PMI dan keluarganya.
Padahal kata PMI di negara lain yang juga koordinator dan tidak mau disebut namanya, ada anggaran untuk penanganan TKI seperti itu.
Ada program repatriasi yang berlaku jika negara penempatan mengalami gejolak ekonomi dunia dan tidak mampu membayar pekerja dari negara asing. Selain itu untuk pekerja yang mengalami penyiksaan berat, dan juga dalam masa hukuman. Tetapi sekali lagi, program itu tidak banyak diketahui TKI atau PMI termasuk Hepi.
Ketika saya tanyakan program tersebut apakah dia tahu, dia jawab tidak tahu.