Hanya sedikit yang tanpa keluh bangkit saat pandemi ini. Utamanya bagi pengusaha kecil. Mereka rentan terpuruk, keterbatasan banyak hal membuat mereka gulung tikar.
Ada yang banting stir mencoba usaha lain, bahkan berlarut sedih tanpa penghasilan, menggantungkan uluran. Ini masih lebih baik dari pada yang sedih berkepanjangan hingga meregang nyawa. Darah tinggi, stroke, busung lapar, selain Covid tentu saja.
Diantara yang sedikit itu ada nama Zainuri. Pengusaha mebel yang terus melakukan usaha produksi dengan inovasi. Awalnya membuat meja, kursi, lemari, dipan kini alih produk mengerjakan  pesanan bernilai jual rendah. Murah dengan laba sedikit saja.
Meja lipat mengaji, itu yang dia kerjakan kini. Agar tetap bisa mengepulkan dapur sang istri, Bu Muhayati juga karyawannya yang berjumlah 4 orang meski dengan gaji jauh berkurang dibanding masa mengerjakan pesanan besar dahulu.
Dia tawarkan meja lipat itu seharga Rp.25.000 free ongkir radius 10 km an dari rumahnya. Kalau jumlah besar ada harga khusus. Asal bisa menutup biaya beli bensin Pak Zainuri rela mengantar untuk pesanan banyak meski tempatnya jauh.
Itu yang saya baca di grup UMKM Desa Sidogiri Kecamatan Pasuruan, sebuah desa yang saya ikut concern mendampingi geliatnya. Itulah maka saya diikutkan berbagai grup warga di sana. Bukan hanya umkm, bank sampah juga. Hanya sebagai relawan, yang kalau saya ada kesempatan atau diberitahu ada sesuatu turun datang.
Untuk meja itu saya pesan 10. Diberikan harga Rp.30.000 perbiji. Tak sedikitpun ada keinginan menawar. Mengingat rumah saya nun jauh di gunung, 3 jam perjalanan motor kalau saya biasanya sampai ke desanya. Sidogiri - Pasuruan.
"Minggu ya bu pengiriman."
"Monggo, uang saya transfer H min 1 sebelum dikirim."
Tak ada kabar, saya tak lakukan pembayara. Nyatanya, Minggu pagi, 8/8/2021 sekira lukul 09.00 pagi Pak Zainuri datang. Mengejutkan karena diantar sendiri.
Diletakkannya meja-meja kayu itu di dua keranjang kain kain kiri, tepat di pantat motor tua bermerk honda warna merah."Tahun 70 an motor ini bu. Sudah menemani puluhan tahun. Alhamdulillah tidak pernah rewel."
Bayangan saya, akan datang kurir COD atau diantar orang lain. Bukan beliau yang sudah lanjut usia.
"Saya antar pelan-pelan bu. 4 jam tadi. Kalau capek berhenti. Yang penting sampai. Kalau saya pakai jasa pengiriman gak nutut, jatuhnya nanti mahal. Karena kayu, bebannya berat. Saya kirim saja supaya masih ada sisa dari uang bensin."
Menitik air mata ini. Perjuangan yang membuat saya tertahan akan berkata-kata. Apalagi saat mendengarnya cerita kondisi yang kini dialami.
"Yang penting halal. Apapun kerja saya lakukan. Untuk produk ini laba saya per meja 5000," jelas Pak Zainuri yang ketika tidak ada order juga bersedia menjualkan telur dagangan tetangga.
Mempersilahkannya masuk, memberi sedikit pengganjal perut. Membuat dokumentasi atas kedatanganya ke rumah . Inspirasi semangat berjuang yang harus ditularkan.
Coba tengok wawancara saya, tak ada satu nada putus asa. Dia jalani kehidupan dengan pasrah dan usaha tanpa keluh yang membuat usahanya seolah runtuh.
"Sejuta Kebaikan untuk pedagang kecil"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H