Fix, rumah ini tidak pernah dibantu. Saya ingin memberi dari kantong sendiri andai punya. Perkiraan Pak Sholihin butuh bata sekitar 1000 biji. Itu artinya tidak sampai 1 juta karena harga bata merah per biji sekitar 700 an. Kalau ada saat itu juga saya belikan. Tetapi rekening saya terkuras habis untuk biaya ajaran baru anak saya yang di pesantren.
Menerawang mata saya, mengamati seluruh sudut rumah. Menghitung apa apa yang perlu dibantu. Rasanya, tak sanggup kalau saya sendiri turun tangan.
Terbersit nama Zaini lagi, langsung saya chat menghubungi.
"Salam bapak, bisa bantu saya kah?"
"Ya bu, tentu misal bisa."
"Saya sekarang berada di rumah yang tidak layak huni. Satu desa dengan rumah Mbok Jaminah yang bapak usahakan bantuan kemarin."
"Siap bu, kirim foto saja ya dengan KTP dan KK."
Tak menunggu lama respon diberikan.
"Mbrebes mili saya bu, langsung saya ajukan ke koordinator RTLH Kabupaten. Segera kita agendakan ke sana menyampaikan kabar baik ya bu," lelaki muda itu langsung memberikan jadwal. Maha besar Tuhan, Dia temukan saya jalan.
Kunjungan saya ke rumah bu Hadijah segera saya akhiri. Tidak baik berlama dalam situasi masih pandemi seperti ini. Tujuan saya berbagi bahagia lewat acara Aqiqah telah tercapai. 45 kotak siap dibagikan ke tetangga juga  masakan matang untuk bu Hadijah dan keluarga.
 Saya ikut makan berbaur dengan mereka. Merasa geli melihat bu Hadijah hanya mengambilkan kuah gule untuk suami, baru diberi daging ketika saya minta memberi. Rupanya ini salah satu trik penghematan. Kuah akan ditambah bila daging masih ada. Tinggal menambah garam untuk dimakan lagi esok lusa.