Sebelum duduk menghadap sajian saya meminta penjelasan pada pasangan bu Hadijah dan suaminya Pak Karnoto yang duduk di ruang tamu tanpa meja kursi, hanya ada lahan kosong, Â siap gelar tikar bila ingin duduk.
Mendongak ke atas, terlihat jelas kondek saja menutupi rumah dari panas dan hujan.
"Tidak pernah bocor kok bu, alhamdulillah."
Masih bersyukur dia, kalah saya yang sering mengeluh dengan rumah dinding tembok saya yang lebih layak.Â
Penjelasan pak Karnoto mengharu biru perasaan. Kondisi rumah ini menumbuhkan rasa campur aduk. Antara bersyukur karena hunian saya lebih layak juga merasa ironi mendapati saudara setanah air yang berada di garis kemiskinan begini.
Belum lagi ketika mengamati dapurnya. Hanya ada satu kompor gas, dengan rak piring tanpa alat pecah belah.
"Lha piringnya ditaruh mana bu?"
"Ini bu, ada 2 untuk suami dan saya."
Jebol sudah pertahanan air mata saya. Deras, terisak tak tertahan. Apalagi menyaksikan dindingya yang hanya gedek lubang-lubang.Â
Belum lagi menyaksikan kondisi kamarnya yang sangat kecil. Hanya cukup ditempati satu dipan dengan kasur kapuk ukuran lebar 1,2 M x 180. Tidak ada sprei dengan baju digantung begitu saja di dinding kamar gedek. Tanpa cahaya, karena listrik diberi tetangga.
Ada sajadah tersampir diantara baju-baju.