Gonjang ganjing ambil alih posisi pucuk nomor satu di tubuh partai demokrat menyeret banyak pengamat berkomentar. Bukan saja tentang manuver lawan politik tetapi juga keharusan bersikap. Termasuk curhatan AHY pada Jokowi yang menyebut nama Moeldoko.
Moeldoko memang Kepala Staf kepresidenan yang notabene anak buah Jokowi, tetapi melayangkan surat padanya menunjukkan  seberapa capable kualitas kepemimpinan AHY menghadapi masalah.Â
Paragraf tersebut kalau saya lanjutkan bisa jadi akan membuat saya merangkai kalimat lagi memasuki ranah politik yang sebetulnya belum saya kuasai, masih nanti belajarnya, saya tahan dulu sampai setidaknya nanti pukul 13.00. Sesudah zoom meeting dengan profesor Gun-Gun. Supaya tulisan saya bernas, wawas dan elegan. Tidak main opini apalagi tuding sembarangan.
Akan tetapi dalam hal curhat mencurhat saya sepakat dengan Katedrarajawen . Paling baik disampaikan pada Tuhan. Dia yang akan membimbing hati, pikiran dan eksekusi pada sebuah perilaku benar.
Curhat pada Tuhan tidak akan bocor. Kecuali dikatakan dengan suara lantang yang memungkinkan telinga mendengar. Atau ketika dipanjatkan ada mata-mata, pengintip yang menyadap permohonan.
Ah repot amat, curhat ya curhat, mengadu pada Tuhan sendirian. Dalam hati kalau sedang bersama jamaah. Atau boleh berkata, sebanyak-banyaknya dengan adab sesuai orang bermunajat.
Berikan kalimat terindah, ucapkan segala resah dan gundah, pintakan apapun keinginan, pasti Tuhan dengarkan. Dia, tak kan membocorkan rahasia bahkan menutup aib yang bila diketahui manusia bakal memurukkan pendoa yang berdosa.
Pasalnya kalau kepada manusia resikonya ngeri. Sahabat paling dekatpun bisa menusuk dari belakang, apalagi urusan politik, yang 90% bisa dipastikan tidak ada kawan atau lawan, yang ada adalah kepentingan. Mengutip kalimat pak Katedrarajawen,
Saat lagi curhat ya apa adanya. Tidak ada yang ditutupi. Termasuk urusan pribadi. Percaya saja. Namanya teman baik. Jadi, tidak memikirkan hal macam-macam ketika curhat. Misalnya nanti akan ditusuk dari belakang.
Oke, saya sepakat simpulan itu. Curhat paling keren ya kepada Tuhan. Atau ini ada pilihan di Kompasiana. Jadikan artikel, menulislah isi hati, post kategori Diary. Lega namun tak menjamin aman.
Kok gitu? Yalah. Diary, bakal dibaca orang banyak jadi usahakan jangan bawa-bawa nama. Geregetan boleh, gemes atas perilaku seseorang sah juga. Tapi menyebut nama yang bikin baper itu bakal jadi petaka. Seperti yang dilakukan AHY pada Jokowi yang menyebut nama Moeldoko. Lah, lah saya sepertinya mau ikutan lagi ini.
Sek sek, itu sudah terlanjur diketahui umum. Sidang pembaca yang terhormat, saya tidak ingin beropini lagi atas sikap AHY, Agus Harimurti Yudoyono  yang memantik banyak tokoh berkomentar. Baik tentang partai demokrat yang dulu saya sangat memuja founding fathernya, SBY maupun ketokohan di dalamnya.
Jadi silahkan anda mencari referensi, memberi tanggapan, menulis ulasan. Saya tak menunggu dahulu, sampai pukul 13.00 atau acara belajar nulis politik usai. Baru saya akan mulai menulis politik.
Beli bisa tapi yang dari hasil menang lomba terus ditanda tangani, ini yang istimewa. Pingin menang bener, tapi bersaing dengan beberapa nama besar peserta yang ikut macam Arnold Adoe, Pak Sigit, Mas Sam dan seterusnya bikin saya ngeper dualan.
Akan tetapi baiklah, saya tetap akan belajar menulis politik. Berbincang dengan pakar menulisnya, syukur-syukur bisa dapat hadiah bukunya. Amazing, saya mau itu. Ikut yuk, taraa.
Anis Hidayatie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H