Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Istri yang Diselingkuhi

29 Januari 2021   07:50 Diperbarui: 29 Januari 2021   08:10 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Ingat! Dia sudah punya Istri."

Satu kalimat ancaman yang ditujukan pada perempuan selingkuhan suaminya ditujukan padaku. Screen shoot berikut percakapan sebelumnya.

"Sebetulnya, saya sudah tidak tahan dengan semua ini. Ingin bercerai, tapi bagaimana dengan anak-anak? Mereka pasti kehilangan figur seorang bapak."

***
Malam belumlah larut ketika seorang sahabat perempuan curhat. Sambil menangis sesenggukan dia menelepon, menceritakan kondisinya rumah tangganya.

Malam itu, suaminya yang juga seorang kepala di sebuah daerah tidak pulang lagi. Alasan tugas mengikuti pelatihan di luar kota diberikan, padahal hari gini pasti tidak masuk akal ada acara seperti itu. Masih PSBB di daerahnya, tidak mungkin lembaga berani mengadakan acara luar kota. Apalagi sampai menginap segala.

Namun, sanggahannya tidak diajukan pada sang suami. Dia, sahabat perempuanku, istri yang diselingkuhi itu hanya diam. Mengatakan sesuatu akan membuat suaminya naik pitam.

 Pasti suaranya akan menjadi keras karena perdebatan. Saling sahut, terkadang properti menjadi sasaran. Meja, kursi, vas bunga, akan dia lempar atau tendang. Lalu, dia tetap akan pergi dengan membanting pintu untuk selanjutnya bisa lebih dari 3 hari tidak pulang.

Tak ingin itu terjadi lagi, sahabatku memilih diam. Agar keributan di rumahnya tidak terulang. Menjawab pertanyaan 2 buah cinta pernikahan sungguhlah sulit dilakukan.

"Ada apa bu?"

"Kenapa dengan bapak?"

Belum lagi kalau mereka menyaksikan bapaknya berulah seperti pendekar. Hanya tangis dan hening menjadi penghias rumah yang berantakan. Sahabatku tak pernah menjawab pertanyaan anak-anaknya bila mereka melihat bapaknya marah-marah.

Memeluk, lalu mengajak makan di luar. Sementara barang berantakan di rumah dia akan minta asisten untuk membereskan. Pulang, memastikan 2 anaknya tidur sebelum dia lanjutkan tangisan. Sajadah panjang menjadi tempat keluh hingga subuh menjelang.

Kejadian itu membekaskan luka. Kini dia memilih diam atas apapun yang dilakukan suaminya. Bahkan ketika karib lama, teman SMA menunjukkan foto pernikahan sirri, akad nikah suaminya dengan perempuan yang dia kenal.

Kekasih lama suaminya jaman SMA dulu. Perempuan itu temannya juga. Rupanya dia yang selama ini merongrong kehidupan rumah tangga sahabatku. Cinta lama, bertaut kembali. Kata teman yang menunjukkan foto, perempuan perebut suami sahabatku itu adalah janda cerai, baru bercerai dari suaminya 3 bulan lalu. Dan, kini menikahi suami sahabatku.

Menangis tentu saja, tapi dia memilih tidak menanyakan pada suaminya. Yang dia lakukan hanya menghubungi perempuan itu. Mengatakan bahwa suaminya sudah punya istri dan anak, berharap perempuan itu mau meninggalkan suaminya.

Tidak ada balasan apa-apa dari perempuan itu sesudah dikirimi chat. Hanya dibaca tanpa reaksi. Sahabatku, perempuan yang diselingkuhi itu sangat sedih kini. Tak tahu apa yang harus dilakukan.

"Senyum dulu mbak."

"Untuk anak-anak. Untuk kesabaran yang telah dimiliki mbak selama ini. Percayalah Tuhan akan membayarnya," kataku menenangkan.

Sesudah itu,  kuminta dia "menerima" dahulu kejadian yang menimpa. Baru sesudah tenang, memikirkan apa yang bisa dilakukan.

Dua pilihan, tetap bertahan atau ajukan perceraian. Aku tidak berada pada posisi menyarankan memilih salah satu. Tiap orang mempunyai ketahanan dan daya juang menyelesaikan persoalannya.

Akupun tidak memosisikan andai aku jadi dia. Karena aku dan dia adalah berbeda dengan seluruh alasan yang melingkupi persoalan.

Hanya saranku padanya, perbanyak komunikasi dengan Tuhan, lembutkan hati. Tuhan suka dengan kelembutan, pasti Dia akan berikan jalan. Istikharah, meminta petunjuk jalan terbaik atas dua pilihan tadi. Sambil mempersiapkan diri menghadapi 2 pula kemungkinan buruk yang harus dijalani.

Pertama, bertahan dalam pernikahan dengan suami seperti itu harus benar-benar ekstra sabar. Memiliki madu itu tambahan persoalan. Tapi menerima madu juga bukan hal buruk.

Bebaskan hati, lapangkan dada. Hidup untuk anak-anak dengan bapak yang punya dua istri bukan hal mudah, tapi banyak pasangan bisa melewatkan. Jadi, mengapa tidak belajar pada mereka yang bisa menjalani poligami?

Kedua, meninggalkan pernikahan. Bila petunjuk Tuhan mengarah pada perceraian, apa boleh buat. Aku yakin anak-anak pasti bisa menerima. Dengan tetap meminta mereka menghormati bapaknya.

Katakan pada mereka bahwa jodoh dengan bapaknya telah berakhir. Hubungan bapak dan anak tetap, tetapi suami istri selesai kini.  Jaga hubungan silaturahmi, upayakan berpisah dengan indah, tanpa meninggalkan masalah.

Aih dy, bicara memang mudah, tapi menjalani tak semudah berkata-kata. Hanya perempuan kuat yang bisa melewatkan kehidupan baik-baik saja dengan persoalan seperti itu. Dan, aku yakin sahabatku adalah perempuan kuat itu. 

doc.pri
doc.pri
Dia pasti bisa menjalani bahagia kehidupan, melewati permasalahan dengan indah. Seindah senyum paginya yang dia kirimkan foto selfienya sedang sarapan padaku. Dengan anak-anaknya,  mengawali mentari terbit hari ini.

Anis Hidayatie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun