"Bapak Ibu, tolong disiapkan untuk anak-anak belajar online ya."
"Mohon para guru segera mempelajari dan menerapkan RPP 1 lembar yang dianjurkan menteri Nadim Makarim."
2 perintah dari Kepala Sekolah dan Pengawas itulah yang berputar terus menerus di otak kepala sebagai kesan tak terlupa meninggalkan 2020 ini.
Sebagai guru yang puluhan tahun mengampu mata pelajaran agama, baru kali ini kegagapan saya alami. Pandemi covid-19 betul-betul memorak moramdakan segala sendi aktifitas belajar mengajar di sekolah.
Bukan gagap menguasai materi pembelajaran, tetapi bagaimana cara menyampaikan kepada anak didik supaya bisa menyerap maksimal. Tanpa tatap muka, Â lewat virtual saja. Hal tak terduga yang harus saya dan kawan-kawan guru lain alami se jagad bumi ini.
Zoom meeting, google meet, google class room dan sejenisnya tetiba menjadi barang baru yang wajib menemani. Untuk anak-anak, kami para guru mau tidak mau harus mengunduh aneka aplikasi itu agar tetap bisa menyampaikan materi meski online.
Apakah mudah? Tidak. Mengenang medio maret tahun lalu, sayapun kesulitan menerapkan. Maka tidak ada jalan lain kecuali belajar, terutama belajar menggunakan berbagai model aplikasi tatap muka virtual. Agar pembelajaran tetap bisa dilaksungkan normal meski dalam situasi jauh dari normal. Sesuatu yang tidak mudah saya lakukan, mengingat hal yang asing sama sekali tetapi harus kami laksanakan.
Belajar mengunduh, belajar memilih yang paling tepat sasaran melalui serangkaian ujicoba tatap muka daring dengan anak didik  pun belajar pula menguasai beragam media yang bisa saya terapkan dala mengajar online. Bukan hanya agar bisa menyampaikan materi secara efektif namun juga agar siswa mudah menerima materi lewat aplikasi yang saya pilih itu.
Zoom meeting dan google class room menjadi pilihan yang paling populer untuk kami laksanakan. Disamping tentu saja  grup Whats App untuk hal-hal yang merlukan sajian dengan video dari penampilan guru sendiri.
Bukan tanpa kendala, jaringan menjadi barang mahal yang harus kami miliki. Untuk kondisi lokasi gunung seperti sekolah saya ketersediaan jaringan  terkadang tak mampu menjangkau seluruh lokasi peserta didik, itu menjadi kendala utama. Sehingga seringkali hanya sekian persen siswa yang bisa ikut tatap muka langsung virtual. Eksesnya, tugas yang dibebankan pada siswa tak mungkin berharap segera dikumpulkan tepat waktu.
Belum usai berkutat dengan cara efektif mengadakan pembelajaran online, kami para guru juga kewalahan membuat RPP, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai. Rombak menjadi keniscayaan, karena RPP yang telah kami buat tidak untuk situasi online tetapi offline.