Penat masih terasa sangat saat sepi mulai menyelusupi pori-pori. Tawa pengunjung, tumpahan kopi, serak remah makanan, ceracau cerita bersahutan merupa hentak  irama yang sepertinya tadi takkan usai.
Dari pojok CLS, Cafe Laut Semare aku masih merasakan detak-detak kegaduhan jelang berakhirnya 2020. Saling lempar tawa, kepal tangan, bergantian tunjuk menjadi penghias ceria malam dengan guyur gerimis pula deras hujan di tempat ini.
Mungkin jam malam yang banyak diberlakukan dari beberapa tempat arah menuju CLS ini menjadikan pengunjung enggan datang. Dari kota Pasuruan yang berbatasan langsung denga kecamatan Kraton, tempat CLS berdiri di desa Semare, kudengar kabar ada penjagaan ketat. Siapapun pengunjung yang datang keluar atau masuk akan diperiksa. Diminta kembali atau boleh pergi jika darurat.
Begitupun dari arah Surabaya, kota Bangil memberlakukan pula jam malam sejak pukul 8. Orang-orang dianjurkan tetap di wilayah masing-masing. Tidak melakukan aktifitas berkerumun.
Pak Rohman, Noval, munawir dan anak-anak penjaga kafe menyampaikan keinginan masing-masing.
"Iya, saya juga ingin ada penambahan area baru, supaya pengunjung tidak dekat jarak antar mejanya, lebih leluasa berlama di kafe, menikmati suasana," cetus pula Noval.
"Kalau sudah banyak lagi hal-hal baru, saya ingin menulis lagi, buku Semare edisi revisi, temani kami lagi ya bu," Munawir, pemuda admin pemegang akun pemasaran media CLS mengajukan rencanya padaku.
Harapan-harapan yang indah, tidak ada satupun yang harus dikebiri. Semua harusnya bisa diwujudkan. Tinggal membuat perencanaa, menentukan jadwal pelaksanaan, menuliskan target capaian dan beraksi melakukan yang diinginkan. Tentu disertai doa serius pada Tuhan, agar berjalan semua yang di rancangkan.