Uji coba kami lakukan bersama di rumahnya. Rasanya enak karena sosis tanpa diapa-apakan juga sudah enak, apalagi ini sebelum dijadikan isi dicelup adonan telur dan daun bawang dahulu, mirip martabak.
 Hitung punya hitung, ada laba yang bisa dia peroleh dengan model begitu. Sosis bisa dibelah lagi jadi 6, mix isian lain yang bahannya mudah dan murah. Cucu-cucu yatimnya yang mencoba juga pada suka. Jadilah sosis gulung kulit pangsit ini menjadi komoditas utama.
Hari pertama dia titip, saya minta 30 biji saja, tandas habis. Hari berikutnya saya mampu menjual 100 biji perhari dari 2 jenis dagangan yang dia titipkan. Selain sosis gulung pangsit, dia juga membuat pisang coklat dibalur kulit pangsit. 500 an juga.
Barang yang selalu habis membuatnya suka. Meski laba belum bisa menutupi kebutuhan sehari-hari tetapi dia sudah punya bayangan bisa menghasilkan uang.
Supaya bisa menghasilkan lebih banyak, saya anjurkan dia untuk menitipkan di warung-warung. Tidak banyak-banyak. Sedikit saja meminimalkan resiko tidak habis, misal 20 biji per warung. Itu kalau dititipkan ke 10 warung saja, keuntungan minimal 20 ribu akan dia dapat.
Tidak selalu habis, itu memang resiko berjualan. Khusus untuknya saya selalu upayakan membantu. Misal tidak habis saya kelilingkan lagi, menawarkan di lain tempat dengan harga pokok atau rugipun tak apa. Kalau dimakan sendiri bosan juga soalnya, kekadang saya memberi, berbagi kepada murid-murid TPQ di tempat saya. Yang penting habis. Toh saya sudah mendapat laba dari penjualan hari itu.
Kini, perempuan itu sudah bisa tersenyum lega. Bisa mengepulkan dapur untuk bisa memberi makan para yatim yang ada di rumahnya. Dibantu anak perempuannya yang menjadi ibu dari para yatim itu, mereka bahu-membahu bekerja. 2 janda itu mengupayakan agar terus bisa berproduksi, sebagai mata pencaharian baru yang sangat disyukuri mampu menghidupi.
Sayapun, bahagia pula mendapati hal ini. Tidak ada lagi beban menyesakkan karena tak bisa berbuat apa-apa. Sosis gulung 500 an memang kecil nilainya. Tapi sudah mampu membuat keluarga 2 janda itu sumringah, dapurnya bisa mengepul, tak lagi pusing memikirkan rengekan perut untuk anak-anak yatim di rumahnya.
"Nanti beli susu ya Mbah."
Begitu si kecil Agfa berkata tiap neneknya menerima uang hasil penjualan dari saya. Tangis ini tak terbendung berurai mengiringi anggukan berhias senyum. Sedih mengingat nasibnya, senang bisa membuatnya bahagia.