Kebiasaan saya  menjual rupanya dilirik tetangga, tawaran menjajakan produk kue basah mereka datang, saya terima. Toh saya memang butuh barang untuk dijual. Mengandalkan gorengan emak tidak baik juga. Emak sudah tua, tenaganya tidak bisa terus dikejar target menggorengkan, kasihan.
Menjadi penjual makanan keliling titipan tetangga itu minim resiko, kalau tidak laku bisa kembali akan tetapi kalau tidak habis saya juga tidak mendapat keuntungan. Untuk itu dagangan yang saya ambil juga tidak banyak. Sesuai yang biasanya laku saja. Penitip senang dagangan habis, saya juga senang dapat laba meskipun tidak sebanyak kalau menjual dagangan sendiri.
Hari berganti, sudah ada 5 orang tetangga yang biasa titip dagangan pada saya. Syukurlah, sering habis daripada sisa. Hingga suatu hari datang satu perempuan tua tetangga yang juga ingin titip dagangan. Gorengan, sama dengan jenis dagangan orang-orang yang titip ke saya.
Suaminya baru saja meninggal, menantu lelakinya juga menyusul 3 hari sesudah kematian suaminya itu. Padahal, biasanya sang  suami juga menantu adalah tulang punggung utama keluarga. Kesedihan menggayuti, ada 3 yatim di rumahnya. Tertua  lelaki baru lulus SMA, ingin kuliah tapi tak ada biaya, kini menjadi penjual keping VCD di pasar tradisional. Yang kedua perempuan. Masih kelas 5 SD, sedangkan terkecil lelaki, masih belum genap 4 tahun.
 Ibu dari 3 anak itu, yang merupakan anak dari perempuan yang datang ke rumah saya,  biasa memberi les di rumahnya. Awalnya mengajar di lembaga pendidikan autis, namun karena repot membagi waktu saat si kecil lahir, dia resign demi merawat si kecil. Tidak ada penghasilan yang bisa diandalkan dari keluarga yang baru saja kehilangan 2 lelaki penting di rumahnya itu.
Maka ketika perempuan tetangga yang akan menitipkan dagangan itu datang, saya tak bisa menolak. Memikirkan dagangan yang saya miliki sudah banyak item, berpikir ulang jadinya. Apa mungkin saya bawa? Kalau sama jenis tidak mungkin, itu bisa menjadi pesaing orang yang lebih dahulu titip pada saya.
Harga jual kue basah dan gorengan saya berkisar 1000 sampai 1500. Sering kerepotan memberi kembalian 500 rupiah. Inilah yang menjadi dasar pemikiran mencarikan jenis kue yang bisa dijual 500 an. Supaya bisa menjadi alternatif pelanggan untuk susuk yang 500 perak itu.
Bisa dijual 500, bahan mudah, rasa tidak perlu pengolahan menyulitkan. Terpenting laku jual, terutama yang digemari anak-anak. Itu yang menjadi kriteria menentukan jenis dagangan yang akan saya bawa dari perempuan tetangga tadi. Sebab, pelanggan saya mayoritas ibu-ibu yang selalu berpikir membelikan untuk anak disamping untuk suami.
Setelah berpikir keras, saya temukan ide jenis dagangan. Belum ada yang membuat, bisa dijual 500 an, digemari anak-anak.
Produk itu berbahan dasar sosis. Dilandasi pemikiran bahwa sosis digemari anak-anak. Per biji mentah harga jual biasanya 1000 rupiah. Itu bisa diiris dijadikan 4. Kalau dijual tanpa diolah tentu terlihat kecil, maka saya coba menggulung dengan kulit pangsit, harga perbiji sekitar 50 rupiah. Dalam pikiran saya ini kalau dijual 500 an sudah mendapat untung.
Berbagi ide ini pada perempuan itu, sepakat. Saya belikan bahan-bahan pembuatan, langsung per pak, tidak bijian. Selisih sekitar 30 persen dari harga per biji. Ini keuntungan tersendiri.