Jauh
Jerman dan Indonesia tak menghalangi perkabaran. Guten Morgen, selamat pagi, selalu mewarnai percakapan kami.ÂTidak pernah bertemu, hanya sua lewat grup literasi watsap. Komalku, Komunitas menulis Buku Pasuruanlah yang menjembatani keakrabanku dengan Nat, atau Natasha.
Dia warga asli Indonesia, namun menjadi WNA karena pernikahan. Menetap di sana sejak itu. Penulis dan editor untuk beberapa penerbitan di Indonesia. Di antara buku yang dihasilkan adalah "Keramik hochzeit, Cahaya dalam rumah". Kumpulan cerpen episodik, tentang kehidupan rumah tangga wni dan pria wna (Jerman).
Literasi mendekatkan kami, saling support, saling lempar diksi, menjadi puisi. Kekadang berbagi cerita, ada apa di jerman sana musim hujan begini. Yang membuatnya sedikit sedih, dia tak bisa menjadi Kompasianer. Terkendala ID card, karena di Jerman tidak bisa sembarangan upload identitas.
Meski begitu dia ingin betul menulis di Kompasiana. Jalan tengah, dia titipkan tulisan padaku. Sesuatu yang membuatku terharu. Aih, sebegitunya rindu pada Indonesia, hingga ingin pula merasakan cengkerama dengan penulis Indonesia.
Pohon apel di belakang rumahnya menjadi saksi kisah malam natal sunyi di Jerman yang dia ceritakan padaku. Tidak ada kemeriahan tahun ini. Ekspresi sedih Nat kurasakan, sayang tak boleh ku upload fotonya. Hanya pohon apel itu yang kokoh berdiri, menjadi bukti betapa sunyi natal di kediamannya tahun ini.
Cerita malam natal di negaranya dia tuangkan dalam tulisan. Kurasakan sedikit getir membacanya. Sampai-sampai tangisan sang Kanselir, Angela Markel dia utarakan. Mewakili seluruh perasaan penduduk Jerman.
Padahal, malam natal di Jerman adalah satu malam yang istimewa bagi umat kristiani. Saat itu, setiap orang berkumpul bersama keluarga besarnya dan menikmati makan malam istimewa. Baik itu di restoran, atau di rumah orang tua atau orang yang dituakan. Menu makanan biasa bebek atau angsa panggang, ditemani minuman bernama Glhwein, yaitu anggur yang di masak bersama rempah-rempah diantaranya kayu manis.
Sayangnya, malam natal tahun ini, sangat berbeda. Pandemi yang sedang melanda membuat pemerintah Jerman menutup restoran sejak 2 November dan membatasi orang bertamu atau menerima tamu. Setiap keluarga hanya bisa mengundang satu keluarga ke rumahnya, dengan maksimal  5 orang dewasa. Anak usia 14 tahun sudah dianggap dewasa.
Kanzelir Jerman, Angela Merkel, menegaskan kembali, sejak pertengahan Desember lalu, pentingnya melakukan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran virus corona. Ini karena angka penderita Covid-19 kembali naik. Beliau berharap, sepuluh hari menjelang natal, semua orang diam di rumah supaya pada malam natal bisa berkumpul Kembali dengan kakek dan nenek.
Ya, malam natal tahun ini, sebagian orang hanya bisa berkirim kartu ucapan. Melakukan video call dengan keluarga mereka. Masih ada orang yang bisa merayakan bersama keluarga. Tentunya dengan segala resiko yang mungkin terjadi. Seperti diucapkan Angela Merkel dalam konferensi persnya, "Jangan jadikan natal ini, natal terakhir kalian dengan kakek dan nenek."
Merkel mengatakan itu dengan suara tercekat, menahan tangis. Bila kita memaksakan mengunjungi keluarga, ternyata ada yang membawa virus Corona, kakek dan nenek adalah golongan paling rentan dan mudah terkena virus ini. Akankah mereka kuat bertahan?
Tidak ada yang tahu berapa lama pandemi ini berlangsung. Namun, pemerintah Jerman sudah memiliki bayangan untuk vaksin. Direncanakan, mulai Januari 2021 lansia berusia di atas 80 tahun dan tenaga kesehatan sudah akan divaksin. Â Kloter terakhir diprediksi di bulan Desember tahun depan.
Ah, Nat aku ingin memelukmu sungguh. Berbagi cerita ini membuatku merasa dekat sangat dekat. Aku tak bisa terbang untukmu, tapi tulisanmu kuabadikan di Kompasiana ini. Lihatlah Nat, karyamu ada di diantara penulis Indonesia. Karya kawan-kawan Kompasianer, kuharap dapat meramaikan sunyi natal di tempatmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H