Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tunaikan Hutang, Kalau Tak Ingin Milikmu Diambil Paksa sebagai Ganti Pembayaran

15 Desember 2020   04:27 Diperbarui: 15 Desember 2020   09:51 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dia berjanji bayar tanggal 10, ini sudah lewat beberapa kali tanggal 10 tapi selalu mangkir. Padahal aku tahu dia sedang punya uang tapi rupanya sayang buat nyaur utang."

Begitu keluh Rini, sebut saja begitu di suatu senja sambil menatap jingga yang perlahan pudar dari teras rumahnya.

Obrolan surup dengan tetangga perempuan karib mengungkap pil pahit yang harus di telan Rini tiap menagih hutang.

"Belum ada."

"Besok saja."

"Kalau sudah ada pasti kubayar. Kayak hutang berapa saja. Uang segitu jugak. Nggak-nggak kalau aku lari."

Pada penagihan yang terakhir itu Rini sudah putus asa. Enggan lagi menanyakan uangnya. Dia biarkan sudah, ujungnya malas pula bertemu dengan kawannya si penghutang itu. Lelaki teman kantor yang ketika mau hutang dulu janjinya hanya pinjam beberapa hari.

Masih ingat betul dalam memori Rini, saat itu tanggal 1, tepat ketika semua karyawan perusahaan menerima gajian. Heru, lelaki bagian pemasaran  meminta Rini meminjamkan seluruh uang gajiannya yang setara UMR itu. Karena dijanjikan tanggal 10 kembali Rini memberikan saja, dia pikir kebutuhannya masih bisa ditangguhkan untuk 10 hari ke depan.

Begitu tanggal 10 tiba uang yang dinanti tidak terbayar. Ironinya, Heru yang sering wara wiri lewat di muka meja kerja seolah tidak punya beban. Ngeloyor santai tanpa sedikitpun menoleh pada Rini yang mengharap betul mendapat uang sauran.

Sampai di situ Rini masih bisa mentolerir, mungkin sibuk. Baru ketika di rumah dia chat Heru meminta uangnya dikembalikan. Jawaban nanti didapat, sama dengan hari-hari berikut. Tidak ada uang, hanya janji saja yang diterima.

"Sabar, ikhlaskan saja, Tuhan akan menggantinya dengan lebih banyak." Hibur perempuan tetangga Rini mengakhiri obrolan.

Meminta uang sendiri yang ada di tangan orang bukan perkara gampang memang. Beberapa kasus membuktikan sering kali orang lupa, atau pura-pura lupa bahkan abai untuk membayarkan hutang dahulu sebelum mengeluarkan uang memenuhi kebutuhan diri sendiri ketika memegang uang.

Daftar keperluan diri sendiri seringkali mengalahkan kewajiban lain. Yakni membayar hutang. Padahal, Al wak'u dainun. Janji itu hutang. Bukan hanya uangnya yang harus dibayar. Akan tetapi tepat waktu sesuai kesepakatan saat mengajukan pinjaman itu juga harus ditunaikan.

Ada hal di luar logika yang harus kita perhitungkan. Doa orang yang teraniaya itu mudah dikabulkan. Siapa tahu orang yang kau remehkan akan mendoakan keburukan padamu.

Sakit, kehilangan, kecelakaan, itu beberapa hal buruk di luar rencana manusia yang sekalipun tak pernah terpikir akan menimpa. Jodoh, lahir dan mati manusia memang telah ada takdirnya. Tetapi nasib manusia itu bisa diupayakan mengajukan pada Tuhan.

Kalau tidak tak mungkin ada statemen demikian,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri". AR Ra' ad ayat 11

Tentang keadaan buruk manusia, nasib yang dialami manusia Tuhan menyerahkan pada usaha manusia.

Seperti halnya keadaan ditimpa musibah. Sesungguhnya sedekah itu mencegah musibah. Sedekah senyum, sedekah ramah, bahkan termasuk beriktikad baik membayar hutang dengan cara yang baik juga termasuk sedekah. Berikan dengan keramahan dan senyuman, terkandung sedekah di dalamnya.

"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu."

****

Beberapa hari sesudah obrolan Rini di teras rumah senja itu terdengar kabar. Heru kehilangan laptop, sehingga dia tidak bisa bekerja sempurna. Seluruh file ada di dalam laptop itu, baik pribadi maupun data perusahaan.

Bukan hanya urusan pekerjaan Heru yang terganggu akibat laptop hilang itu, terkini ada kabar video syur Heru dengan seorang wanita paruh baya berlatar ranjang beredar. Kepolisian memanggil, bukti gambar yang sangat jelas membuatnya tak bisa mangkir.

Dua hal harus dihadapi Heru kini, perusahaan dan kepolisian. Laptop hilang bukan lagi masalah utama meskipun nilainya lebih dari cukup jika digunakan membayar hutang pada Rini. Tetapi kehilangan pekerjaan dan penjara adalah dua hal yang sangat merugikan. Tak seujung kuku permasalahan dibanding pengeluaran uang yang harus ditanggung akibat mengurus kasus.

Sampai di sini saya berasumsi, jejangan doa buruk pada Heru sedang direalisasikan Tuhan. Jadi mengapa kita tidak main aman saja? Tunaikan hutang, tak kan ada keburukan yang ditimpakan.

Baiklah, saya sepakat bahwa nasib buruk adalah ujian dan cobaan, tetapi cobalah berpikir kemungkinan lain. Introspeksi, adakah kesalahan yang telah kita lakukan? Adakah hutang yang alpa kita tunaikan? 

Kalau ada, terlintas dalam benak,  segera beranjak menyelesaikan. Minta maaf, tebus kesalahan. Karena seringkali Tuhan yang akan mengambil milik kita secara paksa sebagai ganti pembayaran atas kelalaian.

Anis Hidayatie, untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun