Terlahir berbeda dari saudara kandung untuk bentuk rupa ada yang tak mengenakkan dada. Apalagi bila lebih "jelek" dari yang lainnya. Pasti hinaan atau nada merendahkan kerap diterima. Menyebalkan.
Itu yang saya alami berpuluh tahun lalu, saat masih usia TK, saat saya mulai mengerti ucapan orang dewasa.
"Ini siapa bu?"
"Anak saya."
"Kok tidak mirip ya."
Yang lebih tidak mengenakkan bila dibandingkan.
"Tidak mirip sama sekali dengan saudara-saudaranya ya bu."
Saya tahu, mereka agak sungkan untuk mengatakan bahwa saya lebih jelek, lebih hitam dibanding saudara saya.
Sedih tentu saja, itulah alasan kenapa saya enggan berjalan bersama ibu. Pasti dibandingkan, pasti diledek.
Itu pula yang membuat saya enggan berkawan dengan perempuan. Cap hitam jelek membuat saya takut dibanding-bandingkan dengan sesama perempuan. Pilihannya satu, bergaul dengan lelaki. Untuk segala aktifitas, memanjat pohon, bermain menyelam di sungai, bahkan juga berkelahi.
Ini terjadi sampai lewat usia anak-anak. Pubertas membuat saya mempunyai ketertarikan dengan lawan jenis. Tapi itu tadi. Minder, manalah ada yang mau sama perempuan jelek seperti ini. Menahan diri, memendam rasa.