Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yajid, Jejak Baik yang Terus Mengalir di Cafe Laut Semare

21 November 2020   22:59 Diperbarui: 21 November 2020   23:38 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Munawir, Sang penulis buku

Atas sebuah keinginan memberi kebaikan abadi, bertengger sebuah Kafe di atas lumpur laut, pinggir pantai. Satu upaya yang memperoleh cibiran banyak orang mulanya, dari mereka yang punya pikiran underestimate, daerah tersebut bisa dikelola.

Perahu nelayan siap mengantar melihat laut
Perahu nelayan siap mengantar melihat laut
Bagaimana tidak, lokasi itu tidak menarik sama sekali, hanya menjadi tempat nelayan menyandarkan perahu ketika tidak pergi melaut mencari ikan. Tempat yang becek, berlumpur jauh dari kata layak menjadi lokasi kafe, apalagi obyek wisata.

doc.pri
doc.pri
Kini, Kafe yang berada di atas lumpur pantai itu terlihat ramai selalu. Pengunjung berdatangan sejak belum dibuka bahkan. Untuk menikmati elok matahari terbit. Baru kemudian saat pukul 9 "resmi" duduk lesehan di Kafe Laut Semare.

Sebuah kafe kokoh,  perpaduan bahan dari bilah bambu dan kayu. Dengan sekitar 14 meja lesehan 5 booth makanan berbagai menu.  Mulai dari lalapan, ayam geprek, bubur kacang hijau,  bakso,  aneka kudapan sea food panggang atau goreng hingga booth minuman. Menyajikan rupa-rupa  jus buah,  kopi tentu saja panas atau dingin dan minuman lain layaknya di kafe-kafe kota.

Kafe itu dinamakan CLS, Cafe Laut Semare. Tempat dengan pemandangan  menakjubkan. Selat madura terhampar membentang di hadapan, siap diarungi perahu nelayan atau pengunjung hanya dengan tarif Rp.10.000. Menuju laut lepas untuk berburu melihat kumpulan hiu tutul yang konon kadang menari menampakkan diri.

Gugusan hutan bakau menghijau dengan burung bangau yang menghuni di dalamnya menambah pesona rupawan. Eksotis,  itu yang saya rasakan  ketika  berkunjung  ke sana.  

Kehadiran Kafe ini memberi pengaruh sangat baik terhadap  masyarakat  desa Semare Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Jatim secara ekonomi. Masyarakat  kini mempunyai  pilihan lain dalam mengais rezeki. Tak hanya menggantungkan dari profesi sebagai nelayan,  namun juga mulai melirik sektor wisata ini.  Tukang parkir,  penjual makanan,  menyewakan  perahu,  edukasi tentang laut dan mangrove, pun melihat orang membuat perahu.

Hal baik yang timbul itu tak lepas dari tangan dingin Kepala Desanya, Yajid.  Sosok rendah hati, yang meski tak pernah mengenyam pendidikan formal karena hanya di pondok pesantren namun ide, gagasan dan aksinya cukup mengesankan.

Pernah nyantri di berbagai  tempat, Jawa Timur  dan Jawa Tengah. Membuatnya cukup  visioner.  Gemblengan sebagai  leader santri di berbagai pesantren rupanya  sangat mewarnai ide dan gaya kepemimpinan. Agar bermanfaat untuk umat,  itu  yang menjadi  ruh dari setiap langkah pembangunan  yang disentuhnya.

Ini saya tangkap dalam beberapa kali wawancara  untuk kepentingan  pembuatan  buku, Eksotis Semare. Lelaki yang lahir pada 29 Juli 1969 Itu pernah menyebutkan, apapun yang diupayakan sebisa mungkin membawa dampak positif  bagi  masyarakat desanya. Anfa uhu linnas. Bermanfaat untuk orang lain.  Termasuk dalam membangun kafe dengan nama  Cafe Laut Semare ini.

Dengan alasan itulah saya mengambil lelaki ini sebagai sosok inspiring.  Mengupas ketokohannya, dan peranannya yang terus dia tunjukkan sejak dia masih hidup sebagai energi CLS, Cafe Laut Semare. Hingga dia meninggalkan dunia, dengan jejak baik yang terus mengalirkan manfaat untuk penduduk desanya.

Tentang kafe , pria yang pernah memimpin desa Semare selama dua tahun berturut- turut  itu mengatakan, " Saya tidak mau, penduduk  hanya menjadi  penonton. Ingin saya mereka juga terlibat,  ikut merasakan geliat dan keuntungan dari adanya lokasi wisata  itu.  Maka dari itulah saya menolak  investor yang ingin menguasai 100% pengelolaan wisata  di daerah Semare ini".

Digandeng Universitas  Brawijaya melalui program  Doktor Mengabdi yang diketuai Prof. Maftuch serta Doktor Adam sebagai pandega di lokasi, Pak Yajid mulai beraksi  mewujudkan  mimpi, menjadikan  Semare sebagai destinasi  wisata.

3 tahun rintisan  itu dilakukan. Cukup lama untuk diwujudkan. Tak semudah  membalikkan telapak  tangan  memang, perlu kerja ekstra keras. Yang paling sulit adalah merubah mind set.  Menumbuhkan  percaya diri pada masyarakat hingga muncul antusias melakukan sesuatu, bekerjasama,  bahu membahu, menjadikan  desa itu layak menjadi  tujuan  wisata.

Pak Inggi Pak Yajid, begitu biasa dipanggil telah melakukan banyak upaya di tahun pertama pencanangan Kafe Laut itu. Selain merubah mind set, upaya kongkrit lain yakni meningkatkan  Sumber daya masyarakat  agar siap mengelola Kafe di pantai tersebut.  Dana desa dikucurkan pada tahun pertama. Berbagai program meningkatkan kemampuan warga menjadi pegiat wisata diusahakan lewatn pelatihan.

Mengupayakan pula CSR, Corporate Social Responsibility dari perusahaan terdekat. Memberdayakan  BUMDES, Badan Usaha Milik Desa, pun melibatkan  perguruan  tinggi yang notabene adalah universitas  Brawijaya,  sebagai pembimbing utama.

Yajid juga memanfaatkan media sosial, Instagram  dan Facebook serta media massa. Baik on line maupun cetak sebagai alat promosi juga menyebarkan informasi,  disamping untuk memperoleh feed back apa saja yang harus  dibenahi.

Maka tak heran jika kerja keras dan cerdas  itu membuahkan hasil. Cafe Laut Semare berhasil meraih  juara 1 Community Service Award dari Universitas Brawijaya Malang. Sebuah penghargaan untuk kategori Inovasi Rekayasa Sosial. Dari program Doktor Mengabdi. Yang di dalamnya melibatkan nama Prof. Dr. Ir. Maftuch, MSi,  serta DR. Moh. Awaludin Adam, SPi, MP, sebagai tangan dingin yang ikut mengembangkan Semare hingga mempunyai Kafe Laut.

Yajid, Baju putih. Makan malam terakhir dengan kami
Yajid, Baju putih. Makan malam terakhir dengan kami
Pak Yajid, sosok itu begitu  humble. Dekat dengan  rakyat, tak pernah berhitung  biaya bila itu untuk kepentingan rakyatnya. Jauh dari mementingkan diri sendiri. Ini saya dapati ketika pertama menginjakkan kaki di CLS. Tak satupun gerai usaha dimiliki keluarganya. Dia pentingkan  rakyatnya dahulu. CLS Bisa hidup, ramai, itulah hal yang menjadi tujuan.

Saya terkagum dengan sosoknya, dipercaya untuk membuat buku tentang CLS merupakan anugerah. Ada kesempatan lebih dekat dengannya pada masa dia hidup. Mendapatkan materi untuk menyelesaikan buku, meliput peristiwa  disana sekaligus mengamalkan sedikit  ilmu yang  saya punya. Berbagi kebisaan menulis pada Pokdarwis, Kelompok Sadar Wisata. Yang kemudian salah satu dari mereka, Munawir ternyata bisa menyelesaikan buku pula. Tentang profil desa Semare.

Munawir, Sang penulis buku
Munawir, Sang penulis buku
Free, tidak ada biaya untuk proses berbagi ilmu juga penerbitan buku itu. Saya lakukan dengan senang hati saja,  terinspirasi oleh kegigihan, semangat  berjuang dari  Kades Yajid tersebut. Dia tak pernah memperhitungkan  finansial ketika sedang melakukan  sesuatu untuk masyarakatnya. "Biar Allah  saja yang  menghitungnya, " begitu  katanya.

Sungguh tergetar hati ini karenanya. Maka saya mantapkan hati dan kawan seiring dari Komalku  Pasuruan. Semare adalah project jihad. Kami sering datang, memberi bimbingan, hingga jadi buku. Belajar dan berjuang. Sebagaimana  motto Komalku, Komunitas Menulis Buku,  Berjuang untuk  Bangsa Lewat Kata-Kata.


Uang memang sesuatu tapi berbuat tidak demi uang ternyata sungguh membahagiakan. Bisa melihat tawa lepas kawan saat berhasil merangkai kata, membuat kalimat menjadikan satu paragraf hingga menyelesaikan akhir adalah kehebohan tersendir. Toss tangan, gelak canda, minum bersama, menjadi pelipur tiada tara.  

Mendung boleh menggantung kelam di langit seluruh desa Semare pada Jumat 28 Februari  2020. Saat sang pemimpin, Yajid pergi. Namun jejak baik peninggalannya tetap hidup hingga kini. Menjadi sumber hidup bagi warga desa yang pernah dipimpinnya.

Cafe Laut Semare,  sampai kini tetap ramai dikunjungi  wisatawan. Dari berbagai  kalangan. Anak -anak, tua,  muda. Sendiri, berpasangan atau berkelompok. Mereka  datang untuk satu tujuan,  menikmati suguhan alam Semare,  foto-foto sembari mengecap kelezatan kuliner di kafe.

Nama Yajid, tetap bergema memenuhi tiap jiwa penduduk  Semare. Menularkan spirit antusias, ikhlas dan loyalitas tanpa batas. Untuk ruh khoirunnas anfa uhu linnaas,  sebaik baik manusia  adalah  yang bermanfaat  bagi manusia lain.  

Anis Hidayatie, Untuk Kompasiana, 21/11/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun