Tetiba akan sampai di penghujung seribu, ada buah cinta, masih membutuhkan tunggu. Bangsal ini mengingatkanku pada bilangan tetes  botol di atas kepalamu dahulu.
Dia menidurinya, sama seperti kau dulu. Hanya beda keluh, beda rengkuh, beda lenguh.
Â
"Bu, aku mau sembuh."
Katanya padaku kini. Sorot harap nan membesar buatku bergetar.
"Ibu  ada untukmu Le."
Persis yang kuucapkan kala seribu hari lalu padamu.
"Aku selalu ada untukmu Mas."
Kunang-kunang kenang berkelindan. Kau tetap meninggalkan meski kukatakan aku ada.
Aku menemaninya kini, tubuh terbujur, selang menghiasi beberapa badan.
"Biarkan dia hidup untukku Tuhan."
Anis Hidayatie untuk Kompasiana, Amarylis Karsa Husada 4/11/2020?