Orang sekampung memanggilnya Bu Rukayah, warga desa Slambrit Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Sosok perempuan pengusaha roti goreng yang memulai usaha dari hasil telaten mengintip.Â
Selama 7 hari dia mengamati penjual roti goreng. Setiap pagi mendatangi, membeli sambil matanya penuh selidik menatap tangan lelaki penjual roti goreng di pasar yang sedang disasar Rukayah menjadi obyek penelitian.
 Laiknya seorang "detektif". Tak henti dia melihat, mengamati, mencatat dalam otak.  Bahan yang digunakan, cara membuat hingga penyajian. Semua dia perhatikan dengan seksama. Dicatat segala sesuatunya untuk kemudian mencobanya di rumah.
Coba salah, coba salah sampai akhirnya bisa jadi sebentuk roti goreng yang layak dikonsumsi untuk dijual. Hobinya membuat kue membuatnya bisa menerapkan ilmu "curian" itu.
Maklum, kata Rukayah,"itu kan rahasia. Jadi saya tidak berani bertanya".
Usahanya terbilang lancar. Perhari mampu menghabiskan 60 kg tepung. Perkiraan jumlah yang dihasilkan 2000 roti goreng. Dengan harga yang dipatok Rp.800 per satu buah roti.
Dahulu sebelum pandemi, perempuan single parent yang harus berjuang menghidupi 2 buah hati itu pernah berjaya. Bahkan sulungnya yang bernama Toris bisa menjadi Sarjana alumnus kampus ternama di Malang, Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Hukum juga berkat sentuhan hasil roti goreng.
Berkah berbuah. Itu yang dialami Rukayah. Roti Goreng telah berhasil menjadikannya sosok mandiri walau tanpa kehadiran suami.
Pandemi dan kondisi kesehatan yang bermasalah membuat Rukayah tak bisa betkutik. Kanker lidah membuatnya harus kemoterapi rutin. Kesakitan yang mendera tidak memungkinkan dia menjalankan usaha sementara.
Untunglah sang sulung Toris. sudah lulus dan bisa diandalkan. Sumber isi periuk rumah diambil alih Toris. Ada ibu bu Rukayah pula tinggal serumah selain adik Toris yang masih kecil. 3 Nyawa dalam tanggungan Toris kini. Membuat Bu Rukayah ingin segera terbebas dari sakit dan turun lagi ke gelanggang, mendampingi si sulung.
Kondisi yang sulit di tengah rumitnya napas ekonomi  berbagai sektor di negeri ini. Namun begitu Bu Rukayah tidak putus asa. Dia jalani pengobatan sepenuh sabar untuk kemudian bangkit kembali berjualan.
"Nganggur itu tidak enak. Saya ingin berjualan roti goreng lagi. Meskipun kondisi tidak bisa seperti dulu. Terakhir saat pandemi melanda, saya bisa menghabiskan 3 kilo yang artinya ada 100 roti goreng berhasil saya bikin. Bisa menghasilkan uang itu menyenangkan." Tutur Bu Rukayah dengan pandangan harapan.
Perlahan kondisi kesehatannya  membaik. New Normal yang bergema membuatnya kembali bersemangat untuk bangkit menjual roti goreng lagi. Punya usaha lagi. Menghasilkan uang sendiri. Sesuatu yang pernah dia jalani dan telah membuatnya menjadi sosok sangat berarti.
Anis Hidayatie, Untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H