Tiba-tiba jijik menyergap. Lelaki itu hanya menjadikan pernikahan sebagai senjata legalitas tidur bersama. Lalu sesudah dia dapatkan apa yang akan dilakukan tidak ada yang tahu. Bisa saja dia akan meninggalkanku berburu perempuan lain dengan modus sama. Menikah. Untuk tidur saja.
"Maaf Jon, Aku tidak bisa, aku masih trauma." Itu yang kujadikan alasan, agar dia tidak tersinggung.
Jon terdiam, menatapku tajam. Jengah ditatap kutundukkan kepala. Meja nomor 10 di warung Mbak Rini menjadi sasaran pandangan. Tanpa melihat matanya aku merasakan ada yang aneh berdesir di dada. Ada apa dengan rasa ini?
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H