"Aku satu".
Chat grup jadi ramai seketika. Saya mengamati juga menimpali dengan konfirmasi, memastikan pesanan kawan yang harus saya antar.
 " Okeh, Bu Ninik Capjay 1, Pak Mut 1, Bu Rin 2, Pak Feri 1, ada lagi?"
Rekan yang menawarkan cap jay tadi memberikan emo senyum bahagia, dengan pelukan. "Okeh, nanti habis asar siap diantar ke rumah masing-masing."
Sebagian besar rekan kerja saya adalah tetangga desa, jarak rumah tidak jauh, sehingga untuk mengantar jemput barang masih dalam jangkauan. Keseruan ini memunculkan ide-ide lain.
"Jangan Cap Jay saja dong, lauknya apa, takjil apa, bisa barter tuh, saling beli dagangan."
Diapresiasi, ada yang mau jualan lauk, tempe bacem, ayam goring, pepes ikan tongkol,juga.. Â perkedel. Adapula yang mau jualan takjil ternyata, kolak pisang, kacang hijau bersantan, serta es buah. Kue basah juga, risoles contohnya.
Wah, banyak juga ternyata, sejumlah pesanan saya membawa dagangan dari mereka. Mengambil ke rekan yang membuat lalu mengantarkan kepada yang memesan.
Kegiatan ini menyenangkan dan menguntungkan loh. Minimal bisa menambah penghasilan selama work from home dari bidang di luar pekerjaan. Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Tetiba menjadi pengusaha kuliner skala kecil. Kawan saya menemukan kesenangan baru, tidak bosan berada di rumah dengan rutinitas begitu begitu saja. Kini memasak, mengolah makanan menjadi hobi lain yang mengasikkan sekaligus menguntungkan.
 Setidaknya mengurangi budget pengeluaran untuk makanan."Nunut lengo, nunut mangan. Itu kata kawan saya yang antusias menyambut ide ini.
Meski tak pernah bersua dalam satu kantor, silaturahmi dengan rekan kerja tetap terjaga, Bahkan kali ini lebih seru dan rame. Selalu ada saja barang yang ditawarkan lewat WAG.