"Alah bisa karena biasa. Sesibuk apapun aku bisa khatam setiap tahun.Bahkan juga ketika traveling keluar negeri, masih sempat baca Kalam Allah." Tutur mbak Muthi tentang kebisaanya itu.
Masya Allah, kalimatnya membuat saya bercermin. Ada apa dengan diri ini? Jauh punya kesempatan waktu luang dibanding dia yang sedang dalam fokus mengerjakan sesuatu, tapi saya tak bisa istiqomah, rutin melantunkan kalamNya.Â
 Itu kalimat Mbak Muthi yang mampu memorak morandakan persendian malu ini.Â
Malu kepada diri sendiri, malu kepada Tuhan. Begitu banyak yang saya minta padaNya, untuk kesehatan, anak-anak, kemudahan mencari rizki dan seterusnya dan sebagainya namun waktu mencerna kalamnya seolah tak ada. Padahal banyak kebaikan yang sudah dilimpahkan Tuhan pada saya. Mestinya saya bisa melakukan itu. Atas nama cinta dan ketaatan pada yang memberi ruh atas jadad ini.
Allah selalu di hati dan pikiran, baiklah. Ini Ramadan, bulan baik meraih segala keberkahan. Saatnya melatih hati dan pikiran juga membiasakan melakukan segala perbuatan atas nama cinta pada Tuhan. Bismillah, inspirasi mbak Muthi telah memotivasi diri untuk meningkatkan kualitas pendekatan pada Allah ta'ala lebih baik lagi.
Salam hormat saya untuk perempuan shalih yang layak menjadi teladan dalam ketaatan. Salam pula untuk seluruh yang membaca, yang tergerak hatinya melakukan hal serupa. Bagi saya inilah gunanya tulisan. Mampu menggerakkan. Untuk berbuat kebaikan, memberi manfaat positif bagi pembacanya. Bukankah demikian?
Ngroto 30/4/2019
Ditulis Anis Hidayatie, untuk 10 Tahun Muthiah Al Hasany
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H