Perempuan itu makhluk yang mudah baper,  gampang dirayu.  Setidaknya itu menurutku. Dengan bukti-bukti yang kumiliki.  Bagaimana tidak, menaklukkan mereka tidak perlu modal apa-apa. Cukup kata-kata manis dan panggilan mesra.Contohnya si Eni itu. Tiap chat kutanya dia,"sudah makankah sayang?"
Lalu jawaban menguntungkan akan diberikan,"belum, ini masih mau. Ayah sudahkah?"
"Belum juga ma."
Haha, Â kupanggil dia Mama, sepertinya suka sekali, Â hingga aku dipanggilnya ayah pula. Padahal menikah saja tidak. Apalagi berumah tangga seperti umumnya orang yang saling memanggil Mama atau Ayah.
Itu menguntungkan buatku, Â mesra membuat perempuan peka. Lihat saja lanjutan percakapan tadi.
"Kenapa yah? Nanti sakit loh."
"Tak apa, aku sedang tak ingin makan sendiri. Â Membayangkan makan malam sambil dengar life music di Midori bareng Mama sepertinya menyenangkan. Entahlah I miss you so much this night my honey."
"Kalau begitu kita ke sana yuk, Â aku jemput ya. Â Sania sedang belajar kelompok, rumah sepi. Aku juga rindu ayah ini." Eni menjawab sembari menjelaskan keadaanya.
Kalau sudah begitu pasti 10 menit lagi Camrynya datang. Dompet kutinggal. Sehingga dia pasti tak keberatan membayar. Haha. Ini menguntungkan bukan?
Eni janda cerai baru 6 bulan, Â dengan anak perempuan semata wayang yang masih duduk di kelas 2 SMP. Dokter di Puskesmas. Mengenalnya dari Mariam, teman sekolahku yang menjadi Dokter Kepala Puskesmas, ditempat Eni juga. Dan, Â Maria juga jatuh hati padaku.
Dua perempuan janda satu kantor itu bisa kudapatkan tanpa mereka saling tahu. Kok bisa? Â Itulah hebatnya aku. Â Selalu kukatakan kita rahasiakan hubungan ya, Â sampai hari pernikahan, Â untuk kejutan. Padahal, menikah itu momok paling mengerikan yang kuhindari. Â