Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Bercerita" Tetap Pemikat Utama

19 Januari 2020   08:31 Diperbarui: 19 Januari 2020   14:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi, anak-anak sudah ribut berkumpul di depan rumah Huda. Sang pemilik almari buku. Hari itu Minggu, Huda, pemuda dusun Dung Pasar yang kebagian peran sebagai penanggung jawab buku-buku rumah literasi  masih tidur. Biasanya jam segitu dia sudah berangkat kerja,  berhubung hari itu Minggu maka acara molor lepas Subuh dia lanjutkan.  

Terganggu keramaian suara anak-anak usia TK hingga SD yang  ramainya menyerupai pasar,  ditingkah teriakan memanggil namanya, Huda bangun. Matanya terbangun, nanar melihat kerumunan mereka. Sebutir air bening jatuh,  haru. Tak dia sangka anak-anak itu begitu menginginkan buku.

Saya tersenyum mendapati hal demikian  di depan mata. Mana pernah diduga, gerakan kecil ini, membuat perpustakaan mini, embrio rumah literasi akan memperoleh sambutan meriah dari anak-anak dusun dung Pasar. Sebuah dusun rawan banjir yang keseharian penduduknya bermata pencaharian sebagai pencari kupang.  

Ingin mengadakan  kegiatan bermanfaat saja mulanya, saya tawarkan semacam taman baca secara itu yang ada di kepala saya. Menggemakan literasi sebagai passion tak terpisahkan. Mendapat sambutan, mereka berharap  banyak dengan bersedia menyediakan  almari dan tempat berkumpul. Saya janjikan mencari bantuan buku untuk isi lemari. Syukurlah, saya dapatkan. Kompasianer Santoso Mahargono memberikan satu kardus buku bacaan. Itu yang saya berikan.

Minggu menjadi hari yang dinanti bagi anak anak itu, tunas bangsa yang padanya kita berharap menjadi generasi berbudi. Saya sempatkan datang, ingin betul melihat binar dari mata polos mereka. Mereka menggumuli buku-buku yang tersedia. Betul di sekolah mereka sudah bertemu buku,  tapi buku rasa lain dengan membaca dalam situasi berbeda membuat mereka sangat antusias.  

Anis Hidayatie, doc. pri
Anis Hidayatie, doc. pri
Buku-buku itu mereka serbu. Semua yang saya bawa mereka lihat, dipegang, dibaca. Bahkan novel-novel tebal mereka buka juga, meskipun tak dilanjutkan membaca dengan alasan hurufnya kecil-kecil. Saya tersenyum. Sepanjang waktu aura bahagia memenuhi muka saya.  

Terlebih ketika ada yang mengambil Juz Amma, yang dicetak dengan tampilan menarik, ada warna dengan gambar pula. Salah satu membaca dengan suara merdu, yang lain menyimak, berlanjut terus sampai beberapa surat selesai. Tetiba menggenang air di dua bola mata ini. Anak-anak itu, mampu menggetarkan hati dengan bacaan kalam suci.

Anis Hidayatie, doc. pri
Anis Hidayatie, doc. pri
Membersamai kegiatan literasi seperti menghirup nafas segar dalam kehidupan saya. Untuk itulah saya terlibat dengan mereka. Membantu mengajar membaca bagi yang belum bisa, atau menjelaskan makna bacaan yang kadang tidak mereka mengerti. Hingga timbul ide bercerita, mengambil satu buku cerita untuk saya baca di depan mereka.

Banyak anak yang sudah  selesai dengan sebuah buku. Mau mereka bergantian dengan temannya. Gaduh, karena teman yang lain belum selesai.  Akhirnya saya berinisiatif mengambil salah satu buku cerita pengetahuan. Tentang Gorilla dan kehidupannya.  

"Siapa yang mau dengar cerita tentang Gorillaa!" Seru saya pada mereka yang mulai riuh.

"Saya! Saya!" telunjuk mengacung semua,  teriakan bersahutan.

"Baiklah,  kalau begitu,  kita tunggu yang belum selesai  membaca, baru saya bercerita, oke!"

"Oke!"

Kata sepakat  didapat. Mereka sabar menanti temannya membaca, sambil mendampingi menyimak apa yang temannya baca.  

Anis Hidayatie, doc. Pri
Anis Hidayatie, doc. Pri
Usai semua beraktifitas pandangan mereka beralih menatap saya. Geli juga melihat raut berharap mereka. Saya penuhi, berdiri mengambil buku cerita dengan gambar gorilla dan kisah cara hidup di dalamnya. Berlagak seperti pendongeng. Memainkan intonasi suara kala bercerita. Karakter dan ekspresi mengikuti, mata mereka mengikuti gerak bibir dan tubuh ini juga buku yang saya pakai sebagai peraga. Tak beranjak hingga akhir cerita.

Usai itu saya berikan pertanyaan seputar cerita yang saya bawakan tadi. Berebut menjawab, tepuk tangan saya ajak berikan ketika jawaban itu benar. Dan meminta mereka bernyanyi kalau salah. Gegap gempita suasana.  

Akan pamit sebetulnya pada mereka,  namun permintaan  bercerita lagi membuat saya tertahan.  Harus ada orang yang bisa menggantikan saya, maka Irul,  pemuda setempat yang sedari tadi menemani saya minta tampil. Meski sedikit grogi  di awal tak mengapa, yang penting dia berani dan sudah menyelesaikan, hingga berakhir halaman. Buku Upin Ipin Puasa yang dia pilih untuk dibacakan, menjadi bahan cerita sudah cukup menarik bagi anak-anak.  Karena tokoh itu familiar, sehingga interaksi hangat merupa obrolan terjalin akrab.  

Matahari makin tinggi, perjalanan lain harus saya jalani. Di tempat itu anak-anak melanjutkan acara membaca buku. Ditemani Irul sebagai fasilitator bila ada sesuatu yang ingin butuh penjelasan.  

Irul bercerita | Anis Hidayatie, doc.pri
Irul bercerita | Anis Hidayatie, doc.pri
Minggu pagi yang ceria. Saya dapati keindahan literasi di sana. Satu keinginan ini untuk datang lagi mematri. Bercerita kepada mereka.  Menumbuhkan gairah literasi lewat bercerita. Dusun Dung Pasar memberi pelajaran baru bagi saya. Bahwa dengan bercerita, anak-anak lebih bersemangat mengikuti kegiatan. Ya, bercerita tetap menjadi pemikat utama.  

Sesuatu yang mulai dilupakan orang. Padahal dahulu nenek saya sering mendongeng bercerita tentang apa saja sebelum tidur. Atau ibu saya, dia suka membacakan saya buku sebelum tidur. Saya suka kegiatan  itu. Hingga tumbuh minat baca saya di kemudian hari.  

Anis Hidayatie, doc. pri
Anis Hidayatie, doc. pri
Jadi kalau sekarang saya munculkan lagi kegiatan bercerita itu sebagai bagian dari kampanye literasi, saya pikir sangat tepat. Karena keberadaan buku, kehadiran sebuah tulisan, ternyata lebih memikat disajikan dengan bercerita. Minat baca bisa tumbuh dari sana. Rasa ingin tahu bisa terangsang dari cerita yang dibacakan. Efeknya gemar membaca akan tumbuh dari sana. Nah, mari bercerita, dengan buku sebagai acuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun