Datang dan pergi, Â bertemu dan berpisah adalah sunnatullah yang tak bisa dihindari. Â Hukum alam ini melekat dalam kehidupan, mewarnai setiap sendi perjalanan manusia. Dari sejak dilahirkan hingga berakhirnya setiap episode perjalanan.
Pertemuan menjadi babak menyenangkan yang bisa membuat kita bahagia karenanya. Â Ada tawa, Â ada rangkaian cerita kemudian yang selalu mewarnai setiap jalannya, Â sesudah bertemu itu. Â Saling salam, Â sapa, senyum, Â dan berkegiatan bersama menjadi hal berkesan yang kemudian sulit untuk dilupakan.
Kondisi itu menyeruakkan haru pada teman sejawatnya. Â Maka dipersembahkanlah sebuah puisi untuk dokter Wiwit. Â Untaian rasa paling dalam yang muncul dari dasar sukma merupa kata-kata. Â Ya, Â puisi memang bahasa hati yang paling pas untuk dipersembahkan dalam acara seperti ini. Â
Saya mengapresiasi hal ini sebagai bagian dari penghargaan terhadap karya sastra dan juga literasi. Menampilkan puisi dalam acara acara seremoni,  bisa menjadi jembatan  mengenalkan salah satu kategori karya sastra terhadap orang lain. Â
Mereka akan mengenal, menghargai dan bahkan bisa menumbuhkan minat terhadap puisi ini. Bahkan, Â bukan tidak mungkin mereka yang hadir bisa terinspirasi berkarya, Â sesudah mendengar puisi dibacakan.
Haru biru dirasakan peserta. Puisi itu mampu menimbulkan suasana hening, Â mewakili rasa, Â menciptakan aura betapa kesan dan kenangan terhadap kawan telah melekat dalam benak mereka, Â tak terlupakan. Â
Suasana menjadi cair sesudah penampilan lain disuguhkan. Â Yakni petunjukan tari Bapang, bagian dari jenis tari topeng Malang. Surprise, Â baru tahu kali itu saya. Â
Sesuatu yang tak saya duga sebelumnya. Â Tentu saja saya jadi terkesima. Â Produk seni budaya ini adalah kekayaan khas daerah, yang bisa saja punah bila tak ada yang mau mengangkatnya. Â
Untuk itu angkat topi saya berikan kepada penyelenggara acara ini. Â Terlihat sepele bagi mata umum. Tapi bagi saya ini istimewa. Â Berani menampilkan sesuatu yang tak banyak orang tahu, Â termasuk saya.Â
Ditampilkannya pertunjukan tari Bapang itu bisa membuat seseorang mengenal tari tersebut. Pun menambah pengetahuan tentang seni tari. Untuk kemudian menjadi bagian lain dari kegiatan melestarikan seni budaya. Â
Dari pertunjukan tari tersebut saya jadi tertarik mengetahui apa sih tari bapang itu. Â Maka pertanyaan saya lontarkan kepada bu Ovalya Makarova, Â bidan puskesmas ketua panitia. Â
Dia mengatakan, " Itu adalah tarian selamat datang khas Malang, diperuntukkan pada drg. Anitarini, Â dokter baru yang akan mengepalai Puskesmas Pujon pada periode berikutnya. "
Penjelasannya membuat saya ingin mempelajari lebih lanjut tentang tarian itu. Â Penuturan bu Ovalya ada benarnya, Â tari itu bisa dimaksudkan sebagai selamat datang.Â
Bila diletakkan di acara berikutnya, tidak di awal acara ini bisa dimaklumi,  karena lazimnya tari ini  umumnya menjadi penjeda antar adegan. Hal ini seperti dituturkan Ki Soleh Adi Pramono yang juga dalang Wayang Topeng Malang terakota. id.Â
Dia menjelaskan jika dramatari topeng Malang dibagi menjadi beberapa adegan atau babak. Salah satunya tampilnya tari bapang, yang umumnya menjadi penjeda antar adegan.
Bapang sendiri merupakan salah satu karakter atau tokoh dalam sendratari topeng Malang. Dengan karakter hidung panjang merah.
 Tentang tokoh Bapang ini penari topeng Budi Utomo alias Cak Ut dari sanggar tari Setyo Tomo, pimpinan Padepokan Mangun Dharmo Ki Soleh Adi Pramono dan dosen seni tari Universitas Negeri Malang Roby Hidajat dalam sarasehan Temu Topeng Malang #1 di Kafe Mesem Tumpang, Jumat 27 Juli 2018  lalu sebagaimana ditulis terakota ci. id mengatakan "Bapang menggambarkan tokoh berkarakter gagah. Ditandai gerakan tangan yang lebar, merentang ke kiri dan ke kanan. Angkat salah satu kaki."
Bapang sendiri merupakan tokoh dalam dramatari topeng Malang, dikenal dengan sebutan Jayasentiko. Yakni salah seorang Bupati dari Kadipaten Banjarpatoman. Sebuah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Raja Klono Sewandono.
Lewat acara lepas pisah Puskesmas Pujon yang dihadiri pula oleh tokoh kecamatan, Muspika, Musyawarah Pimpinan Kecamatan,  pejabat Kadinkes,  Kepala Dinas Perpustakaan  serta pejabat KUA,  Kantor Urusan Agama itulah saya jadi tahu tentang tari Bapang.
Bukan hanya seremonial belaka berupa acara perpisahan sebagaimana layaknya, Â namun ada nilai lebih. Â Yakni pada acara pertunjukan baca puisi dan tari bapang. Terlihat sepele, tapi bagi saya itu adalah salah satu bentuk penghargaan terhadap seni. Â Sastra dan tari.
Anis Hidayatie, Â Ngroto16/01/20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H