Perjalanan sore dari Malang ke Bangil Selasa 14/01/2019 memberikan cerita baru dalam pengetahuan saya. Â Karena bau menyengat, Â Polsuska mendatangi tempat duduk kami. Â Dengan ramah dia bertanya.Â
" Â Mohon maaf bapak ibu, Â adakah yang membawa Duren?"
Satu  orang lelaki yang duduk tepat di belakang saya, mengaku." Ya pak,  saya!"
"Maaf ya pak, Â karena gerbong ini ber AC duriannya harus diturunkan. Â Kuatir ada yang muntah nanti. Dan memang aturannya dilarang membawa sesuatu yang berbau menyengat."
Wah,  baru  tahu saya,  termasuk lelaki  itu. Dengan pasrah sang lelaki itupun menyerahkan Durian atau sering dilafalkan Duren oleh masyarakat  umum,  yang sudah dikemas sedemikian rapi dalam kardus. Â
![Anis Hidayatie, doc. pri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/15/img-20200114-175007-5e1e4a06d541df1b6a438303.jpg?t=o&v=770)
Benar- benar buah idaman. Â Secara mendapatkannya juga butuh perjuangan. Kalau tidak ada gratisan saya harus menabung dulu untuk membelinya. Â Mahal eui sebiji di tempat saya bisa 50 ribuan. Â Sesuai budget belanja harian.
Perkiraan saya, Duren yang sudah dipindahkan ke tas kresek hitam oleh Polsuska itu sejumlah 6 biji. Gak bisa jelas saya lihat, wong mengeluarkan durennya juga di tempat lain. Mungkin diantara sambungan rel kereta. Ruang yang tidak berAC. Supaya tidak berbau. Â Begitu kata Polsuska.
Penasaran, Â tentang ini saya tanya langsung ke petugas. "Yang dilarang dibawa selain Duren, apa saja pak? "
"Semua yang berbau tajam, Â termasuk ikan asin."
"Apakah aturan ini sudah ditempelkan di tiap stasiun? Â Seperti aturan tentang jumlah berat kargo yang boleh dibawa? "
"Tidak bu, tetapi aturan itu ada. "
Tak ingin berdebat, percakapan saya hentikan. Â Mengingat-ingat kembali beberapa larangan yang tertera di dinding stasiun kereta api. Â Tidak dituliskan spesifik memang tetapi tulisan "Dilarang membawa hewan dan barang dengan bau menyengat" memang ada. Â Di Jakarta bahkan untuk KRL ada gambar durian, Â sebagai simbol sebuah berbau menyengat.
![erycov.wordpress.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/15/img-20200115-055900-jpg-5e1e4858d541df0af0037482.jpg?t=o&v=770)
Wah, mesti hati-hati nih. Â Tidak asal bawa saja kalau begitu. Andai ada alat pendeteksi bau, mungkin kejadian tersebut tidak sampai terjadi.Â
 Pemeriksaan sebelum pintu masuk,  saat boarding pass Kereta Api bisa mencegah hal demikian. Lebih ribet memang,  tetapi efektif. Penumpang bisa menemukan solusi untuk memperlakukan barang yang dilarang dibawa tersebut. Mau dipaketkan saja,  dikirim ulang ke rumah asal atau dibagi-bagikan saja kepada para penumpang ( mau banget kalau ini mah,  ahay) terserah  keinginannya.
Menghindari insiden yang harusnya tak terjadi di dalam gerbong kereta api. Sebab saya yakin pemilik barang tentu kecewa ketika barang yang dibawanya harus dikeluarkan /diturunkan paksa. Â Pun bagi penumpang di dalam kereta. Setidaknya meminimalisir kasus mual atau muntah bagi yang tidak tahan terhadap suatu bau. Â
Bangil, Â 15/01/'20