Anda suka dengan sesuatu? Â Ingin mendapat kebahagiaan karenanya? Â Maka berbuat sesuatulah untuknya tanpa dalil dan dalih apapun. Â Karena suka, serupa cinta, Â sama dengan hidup berpasangan. Â Itu butuh nafkah. Lahir dan batin. Â
Begitu pandangan saya terhadap hobi atau kesukaan. Teori take and give dalam hal ini sangat berlaku. Orang-orang yang mempunyai minat terhadap sesuatu pasti dia akan rela berkorban untuk itu. Â Mendapatkan bahagia dari kegiatan kesukaannya. Dengan mengorbankan waktu, Â pikiran tenaga dan uang. Â Tanpa kesediaan melakukan hal itu nonsens. Dia tidak akan mendapatkan kepuasan karena hobinya. Â
Apa saja. Misal Olah raga, setidaknya butuh waktu.  Dia harus menyisihkan waktunya melakukan itu.  Bahkan untuk olah raga yang paling ringan.  Jalan kaki atau lari. Sebagai nafkah batin, dia harus punya waktu dan pikiran melakukan hal itu.  Memikirkan bagaimana agar hobinya tersalur. Tempat pelaksanaan, apakah dilakukan  sendiri atau dengan seseorang. Â
 Maka mengorbankan sesuatu demi bahagia karena kesukaannya bukan lagi terasa berkorban tapi tanggung jawab bagi seseorang yang telah memutuskan meminang kesukaan tersebut.
Nafkah lahir apalagi.  Membiayai hobi itu hukumnya wajib!  Bagi saya,  sekali lagi menurut pandangan dan pengalaman  saya loh ya.  Untuk menjalankan hobi itu butuh biaya.  Contoh kecil olah raga jalan kaki atau lari tadi. Setidaknya dia harus membiayai kostum untuk itu.  Bukan masalah pantas dan tidak,  tetapi baju harus dia kenakan ketika akan lari atau jalan kaki.  Untuk mendapatkannya butuh biaya.  Kecuali yang bajunya diberi seseorang tapi asal usulnya beli juga bukan?
Anggaran  untuk melaksanakan hobi mutlak diperlukan.  Seperti  hobi saya ini atau anda yang mempunyai kemiripan.  Membaca dan menulis. Â
Hobi membaca  itu kelihatannya remeh ya.  Cuma butuh modal mata untuk melakukan dan meluangkan waktu.  Tapi persoalannya apa yang dibaca? Kalau hobi baca buku ya harus punya bukunya.  Beli atau nyewa, itu butuh biaya.  Dalam hal ini saya tidak mencontohkan yang berasal dari pinjam atau diberi orang.  Hal langka itu,  kasus tertentu.  Tidak semua yang ingin saya baca bisa saya dapatkan secara gratis.  Kalau buku itu betul-betul saya inginkan, ya beli.  Baru buku itu bisa saya miliki dan nikmati. Â
Hobi baca yang lain demikian juga. Seperti yang anda lakukan saat ini.  Membaca artikel di Kompasiana.  Siapa bilang tidak butuh biaya.  Setidaknya kuota.  Untuk itu saya rela beli  paketan agar internet  lancar.  Kecuali pas dapat Wi-Fi nunutan, gratisan.  Tapi itu tadi, tak selalu hal itu saya dapatkan.  Demikian juga sarananya, gawai atau laptop mutlak punya. Membelinya harus dengan uang.
Apalagi yang hobinya traveling,  berkomunitas seperti saya ini.  Tak terhitung biaya yang saya keluarkan.  Hobi membaca dan menulis saya terbawa juga ketika jalan-jalan atau kumpul dengan orang. Saya suka berkumpul dengan sesama penyuka membaca. Ingin berbuat sesuatu  untuk mereka.  Atau kampanye pada mereka agar gemar membaca. Itu butuh biaya.
Sering saya harus memberikan buku pada mereka. Â Syukurlah banyak orang- orang se passion yang rela berbagi. Â Tinggal menyalurkan. Â Ini pun butuh biaya. Â Transportasi setidaknya. Â Tapi itu bukan beban, malah membuat bahagia ketika penerima suka, Â mau membaca pula.
 Gawai,  laptop, paketan wajib punya. Saya masih belajar menulis,  maka saya butuh penilaian.  Itu bisa saya dapatkan  kalau tulisan saya dibaca orang, dikritisi.  Untuk menemukan orang seperti itu harus  berselancar,  perlu biaya juga. Â
Belum lagi untuk membiayai kesukaan saya kumpul dengan penulis, Â mengkampanyekan gemar menulis. Â Jangan ditanya, Â biayanya gede. Â Transportasi, akomodasi kerap saya tanggung sendiri. Â Secara suka menerima tawaran ke mana - mana untuk kumpul mereka. Â Dalam kota, luar kota hayuk saja. Â Ada sensasi tersendiri bila misi mengajak orang menulis atau saya bisa bertemu sesama penulis berhasil. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H