Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perjalanan Pagi Buta Menuju Upacara, Demi Apa?

5 Januari 2020   12:30 Diperbarui: 6 Januari 2020   07:03 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upacara, tentu bukan hal pertama kali ini saya atau banyak orang melakukan.  Apalagi di Indonesia, upacara wajib hari senin rutin dilaksanakan di sekolah sekolah.  Di luar negeri,  saya belum tahu.  Yang pasti kegiatan itu begitu familiar dengan kehidupan saya. Serta sebagian besar masyarakat Indonesia.

Namun berangkat pagi buta,  usai sholat subuh saya tunaikan,  membelah hutan,  melawan dingin yang merangsek tulang dengan temaram cahaya lampu motor saja,  baru kali ini saya alami.  Untuk mengikuti upacara, nun jauh di ibukota kabupaten yang jarak dari kediaman saya sekitar 70 kilometeran.  Kepanjen,  halaman parkir stadion Kanjuruhan,  tempat biasa Arema unjuk kebolehan. Baru kali ini saya lakukan.

  Jumat kemarin, 3 Januari 2019 tepatnya,  saya  tunaikan niat ikut upacara Hari Amal Bhakti Kementrian Agama ke-74.  Bukan karena  takut dengan absen yang katanya sudah disiapkan mengantisipasi rasa malas berangkat upacara. Namun, ada beberapa  hal yang mendorong saya berangkat.  Ikut berdiri  menatap bendera kecintaan kita. Di halaman parkir stadion Kanjuruhan, dengan bupati Sanusi sebagai inspektur upacara.

Anis Hidayatie, doc. Pri
Anis Hidayatie, doc. Pri
Kesempatan.  Waktu menjadi hal penting yang saya tandai untuk melakukan  kegiatan. Tidak ada agenda acara yang lebih utama untuk harus saya lakukan. Maka berangkat adalah sebuah pilihan. Kesempatan tidak datang dua kali. Saya ingin memanfaatkan momen itu untuk datang,  mengikuti upacara  dengan hikmat.


 Disamping tentu saja reuni tipis-tipis dengan banyak teman yang jarang saya temui.  Teman lama,  teman baru seprofesi yang pernah saya jumpai di beberapa acara.  Senyuman,  saya suka sekali mendapatkan itu. Ditingkahi sapa ramah dan pelukan. Sesuatu yang selalu saya rindukan. Mendapatkan,  hal itu betul betul saya temui di upacara itu.

Anis Hidayatie, doc. Pri
Anis Hidayatie, doc. Pri
Hari itu saya ingin merasakan betul makna upacara yang sesungguhnya.  Seperti  yang saya ajarkan pada murid-murid saya ketika mengadakan upacara di sekolah.  Berdiri lama,  dengan kaki mulai tua usia ini bukan hal remeh,  kaku,  kesemutan saya rasakan.  Trik menggerakkan sedikit kaki menjadi jalan keluar menyelamatkan posisi untuk tidak jatuh.


 Tidak sempat sarapan,  itu salah satu penyebab utama lemasnya tenaga ini. Rupanya peserta lain setali tiga uang dengan saya. Hal itu menjadi pemantik energi bertahan.  Bupati yang lebih tua usia dari saya dan beberapa teman lain bisa tetap tegak membuat saya mampu menyelesaikan kegiatan  upacara hingga usai.  Bahkan sampai berakhir betul,  merangsek ke depan podium utama,  menyaksikan langsung serunya pengumuman pemenang doorprize. Sepeda motor dari Bupati dan Umroh dari  Biro Perjalanan.

Istiqomatul Ilmiyah,  guru MIA Singosari meraih hadiah  umroh
Istiqomatul Ilmiyah,  guru MIA Singosari meraih hadiah  umroh
Hadiah umroh dan sepeda sama-sama diraih oleh guru perempuan, bukan pegawai negeri sipil.  Pemenang  Sepeda motor  Guru MANU Karang Ploso, Ponisri.  Sedangkan pemenang umroh guru MI Al Ma'arif O7 Singosari,  Istiqomatul Ilmiyah. Kesempatan wawancara dengan mereka menjadi  hal lain yang berkesan.  


Untuk sepeda motor jatuh ke tangan yang betul-betul menbutuhkan. Bu Ponisri baru saja kehilangan sepeda motor 2 minggu sebelum pelaksanaan upacara. Dia sangat membutuhkan kendaraan itu sebagai alat transportasi,  secara rumahnya tinggal dengan tujuan sekolah bagi saya sangatlah jauh.  Dari Ngajum,  kaki gunung Kawi hingga Karang Ploso, dekat gunung Arjuno.  Kalau saya yang nyetir motor mungkin mencapai Satu setengah Jam perjalanan, 50 km an.

Bu Ponisri guru MANU Karang Ploso meraih hadiah sepeda motor  Bupati
Bu Ponisri guru MANU Karang Ploso meraih hadiah sepeda motor  Bupati
Hadiah itu pas dengan motivasi bupati memberi hadiah motor.  Pak Sanusi, demikian dia biasa dipanggil menginginkan agar motor pemberiannya bisa dipakai guru untuk mengajar.
"Supaya bisa dipakai guru ketika berangkat mengajar.  Sebagai alat yang bisa membantu transportasinya." Tutur Bupati Sanusi ketika saya tanya tentang motivasinya memberikan  hadiah motor Beat pada Hari Ulang Tahun Kemenag ke- 74 yang mengusung tema "Umat Rukun,  Indonesia Maju "  itu.

Sedangkan hadiah Umroh jatuh pada guru yang memimpikan betul pergi ke baitullah.
"Niat sudah ada dari dulu, cuma belum terwujud dan baru sekarang ini lewat hadiah Umrah." tuturnya pada saya ketika wawancara  kemarin malam.

Peraih itu adalah orang-orang yang ditakdirkan mendapat rezeki.  Kami bahagia untuk mereka.  Rizki itu sudah ditakar dan takkan tertukar. Itu pasti,  sehingga ketika ada yang mendapatkan nasib baik kami pun turut bersuka tak ada kecewa.

anis Hidayatie doc. Pri
anis Hidayatie doc. Pri
Perjalanan jauh untuk upacara pagi itu menyisakan banyak hal berharga bagi saya.  Tidak ada yang sia-sia dengan perjalanan itu meski berangkat  pagi buta. Silaturrahmi, efek indahnya berpendar di hati.
 Sepanjang hari itu bibir saya tak henti tersenyum.  Untuk saling sapa,  berpelukan dengan kawan.  Untuk pengalaman ternyata masih tahan berdiri lama. Untuk hal baru merangsek ke depan podium meliput acara. Untuk cerita haru biru wawancara dengan peraih hadiah utama. Serta untuk bisa kembali ke kampung halaman  dengan selamat sesuai rencana.  
Anis Hidayatie, doc.pri
Anis Hidayatie, doc.pri
Itulah yang saya dapatkan saat upacara.  Syukur saya bisa hadir, ketika banyak orang berhalangan,  atau enggan datang dengan memberikan pertanyaan olokan" Untuk apa datang ke upacara, paling dapat capek saja. "


Semua yang saya paparkan di atas rasanya cukup menjawab pertanyaan  itu.  Banyak hal, mendapatkan lebih dari yang saya perkirakan.  BAHAGIA,  rasa itu memenuhi relung hati.  Sesuatu yang tak bisa diukur dengan materi. Jadi,  mengapa kita antipati dengan kata  UPACARA?  Demi bahagia,  capek sedikit tak mengapa bukan?

Malang,  5 Januari 2019. Anis Hidayatie,  untuk Kompasiana
**********
Teriring terimakasih untuk bu Endang Rahmawati dan Bu Dessy Suparni serta pengawas Bapak Kusaeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun