Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah!"

28 Desember 2019   06:01 Diperbarui: 29 Desember 2019   09:59 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anis Hidayatie, doc. pri

"Nggak Ada Kegiatan, Ya Nikah." Begitu dikatakan Emi, sebut saja demikian menjawab pertanyaan kami saat tour literasi di Dusun Batu Jong Desa Bilok Petung kecamatan Sembalun, Sembalun Lombok Timur.  

Usianya masih 17 tahun, tapi anak kandungnya sudah ada dalam gendongan. Menikah muda rupanya. Ternyata betul, ketika saya tanya dia menikah di usia 14 tahun.  

Usia yang harusnya dia habiskan di bangku sekolah lanjutan pertama. Kondisi ini tak hanya dialami Emi, hampir seluruh perempuan di Batu Jong menikah muda. Terhenyak, saya melihat rona murid saya di Malang.

Mereka seusia, masih SMP harusnya, dengan kesibukan belajar menghadapi ujian. Atau berkegiatan ekstrakurikuler dengan teman sebaya. Bukan menggendong anak, kumpul dengan ibu ibu seperti yang mereka lakukan saat ini.

Ada apakah di tempat ini? Mengapa wajah wajah belia yang telah menjadi seorang ibu bertebaran di hadapan saya?  

Rupanya, fenomena ini tak hanya terjadi di dusun Batu Jong. Mbak Leya, juga Zicko menuturkan inilah yang terjadi di Lombok Timur secara umum. Menikah di usia anak anak tanpa legalitas, tak ada surat nikah, syah secara agama tapi tidak diakui negara. 

Membuat lemah posisi perempuan sebetulnya, tapi apa daya? Tradisi ini telah membudaya. Kemiskinan baik kondisi ekonomi dalam arti miskin harta maupun pendidikan membuat mereka kurang punya keberanian melakukan perubahan.  

Miskin secara ekonomi telah mayoritas mereka alami. Lahan tadah hujan, tak ada ketrampilan atau life skill khusus membuat mereka mempunyai ketergantungan yang besar pada alam. Ini memprihatinkan.

Belum lagi miskin pula pengetahuan, masih ada yang buta huruf, pendidikan rendah, tak ada kegiatan menambah ilmu pengetahuan membuat mereka terjebak dalam rutinitas sehari- hari.

Terpenjara dalam kehidupan itu itu saja tanpa stimulus keluar dari kebiasaan. Lalu menjadi TKI atau TKW menjadi gerbang harapan keluar dari masalah. Zona yang sepertinya nyaman mereka alami adalah potret ketidak berdayaan perempuan di mata kami.  

Saya tidak suka kondisi ini. Apalagi ketika melek huruf dijadikan sebuah jembatan untuk bisa pergi kerja ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun