Tak bisa dipungkiri, setiap daerah pasti punya cerita, entah itu tentang tokoh masyarakatnya, tentang pahlawan, tentang aktivitas penduduk, atau tentang tempat masyarakat bermukim. Ada kekhasan yang terus berkembang menjadi buah bibir. Menjadi cerita turun temurun di masyarakat.
Kajian menarik yang selalu hangat menjadi perbincangan, kadang dibumbui dengan cerita banyak hal, sesuai pemahaman seseorang. Sehingga cerita cerita itu memunculkan versi masing-masing yang mengasikkan untuk terus diikuti.
Seperti cerita Malin Kundang. Kejadian Gunung Tangkuban Perahu dengan kisah Dayang Sumbi yang dicintai anaknya sendiri. Atau terjadinya Candi Prambanan dimana kisah Bandung Bondowoso membuat seribu candi untuk Roro Jonggrang.
Pula Cerita tentang Gunung Bromo untuk masyarakat Tengger yang mempunyai legenda Roro anteng dan Jaka Seger, dan lain sebagainya. Ada cerita menarik di tiap daerah. Berkesan, tak mudah dilupakan meski ada kecenderungan perubahan zaman.Â
Kisah heroik pahlawan rakyat semisal Sakera, atau kehidupan menarik masyarakat pelabuhan pun kehidupan tokoh agama semisal Kyai legendaris KH. Hamid bahkan kelahiran tokoh sekelas Dowwes Dekker dan KH.Ahmad Dahlan bisa menjadi hal yang tak habis diceritakan. Berkembang terus, dari mulut ke mulut. Dari generasi ke generasi.
Atas dasar kepedulian terhadap berkembangnya cerita cerita lisan yang menjadi salah satu khazanah kekayaan kota Pasuruan itulah Folkpas berdiri. Kepedulian terhadap cerita rakyat yang berkembang secara lisan, keinginan mendokumentasikan agar tak lekang dimakan zaman. Pun agar kita bisa ikut belajar dari hal hal yang telah dimiliki Pasuruan, menjadikan sebuah keinginan besar mengabadikan. Maka terbentuklah Folklor Pasuruan. Yakni komunitas yang koncern terhadap cerita lisan rakyat Pasuruan.
Folkpas didirikan oleh seorang dosen STKIP Pasuruan, Tristan Rokhmawan , S.S., M P.d , menggandeng mahasiswa setempat untuk ikut mengadakan penelitian. Lalu mendokumentasikan hasil penelitian tersebut dalam sebuah jurnal. Pula ada satu buku telah dihasilkan.
Buku tersebut tidak dicetak banyak tetapi bisa dinikmati oleh semua orang melalui internet, free. Pak Tristan, begitu dia biasa dipanggil, menginginkan karyanya bisa dibaca semua orang dengan mudah. Tanpa perlu dibebani biaya.
 Bahwa upload melalui dunia maya menjadi pilihan itu karena dia tahu bahwa masyarakat kini sangat meminati dunia maya. Gawai bukan menjadi barang mewah, melainkan telah menjadi kebutuhan serta bagian dari gaya hidup sebagaimana sandang pangan dan papan. Maka kalau hasil karya Folkpas di upload melalui dunia maya, itu sebuah pilihan tepat yang insyaallah bermanfaat untuk banyak orang. Tepat sasaran.
Beberapa karya yang pernah dihasilkan oleh folkpas yang bisa dijadikan patokan mentahbiskan keberadaan mereka antara lain yakni 1 buku dokumentasi folklor. 10 buku cerita anak bergambar. Beberapa artikel kegiatan penelitian folklor di jurnal nasional dan internasional.
Pula beberapa presentasi di kegiatan temu ilmiah nasional dan internasional.
Pembinaan program Sekolah Berbudaya Lisan di SD Kebonsari. Kegiatan Sosialisasi bersama pusling ke SD, perpustakaan desa, dan pegiat literasi lainnya.
Padat karya, sarat kegiatan, menunjukkan keseriusan mereka dalam menggali potensi yang ada di Pasuruan. Semangat ini sungguh layak diapresiasi. Maka tak salah jika saya katakan bahwa Folkpas adalah asset besar Pasuruan yang harusnya terus mendapatkan perhatian. Karena mereka bagi saya adalah salah satu cagar budaya, kekayaan Pasuruan yang hendaknya terus disupport baik eksistensi maupun aktivitasnya.
Anis Hidayatie, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H