Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rela Tak Bertemu Suami Setiap Hari Demi Mengajar Al Quran

11 Juli 2019   19:26 Diperbarui: 12 Juli 2019   09:07 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai tetangga, saya mengenalnya sejak dia masih kecil, saat masih dalam gendongan ibunya. Evi Rahmawati namanya, bukan dari golongan berada namun semangat menuntut ilmunya luar biasa.

Pendidikan SMA berhasil ditamatkannya, sesuatu yang langka, mengingat untuk ukuran desa di tempat saya, kebanyakan perempuan seusianya saat itu lebih memilih menikah ketimbang meneruskan sekolah.
Tak hanya sekolah formal, nyantri di tempat ustadzah untuk berburu ilmu agama  juga dia lakukan,  lepas sekolah hingga jelang menikah. Dia menikah dengan lelaki jebolan pesantren dan ikut ke daerah asal.

Namun tak lama, dia kembali ke desa ibunya untuk menempati rumah kosong milik saudaranya agar dipergunakan sebagai tempat mengajar ngaji anak-anak tetangga. Menghidupkan rumah itu dengan kalam Al Quran agar mengalirkan pahala pada yang telah berpulang, yaitu pemilik awal rumah yang masih saudaranya.

Rumahnya hanya berjarak puluhan langkah dari rumah saya, membuat saya punya ide melibatkannya mengajar mengaji di TPQ yang ada di rumah saya. Jadwal belajar yang berbeda membuat saya punya ide untuk itu. Sore hari, lepas Ashar hingga jelang Maghrib. Sedangkan pembelajaran mengaji di rumahnya berlangsung usai shalat Maghrib.

Kami mengakomodasi minat anak-anak di  lingkungan tempat tinggal kami untuk belajar mengaji sesuai kesempatan dan waktu yang mereka punya. Di rumah saya bagi anak yang sempat mengaji sore dan di rumah Bu Evi bila anak tersebut berkeinginan mengaji malam hari, lepas maghrib. Yang penting bagi kami anak-anak tetangga di lingkungan kami mau mengaji, itu saja. Tak masalah di mana tempatnya.

Demi mengajar mengaji ini, Bu Evi rela hanya bertemu suaminya seminggu 2 kali, yakni pada hari Sabtu dan Minggu. Hal itu karena pada hari biasa, suami bu Evi, yang biasa dipanggil Pak Supri,  harus bekerja sebagai karyawan biasa sebuah pabrik di kota Malang.  Yang merupakan tempat asal sekaligus  rumah kediaman yang dihuni Pak Supri, suami bu Evi bersama orangtua kandungnya sejak sebelum menikah.

Jarak rumah Pak Supri (suami Bu Evi) dan rumah bu Evi sekitar 50 km antara Pujon dan Malang. Akan melelahkan bila harus pulang setiap hari, demi berkumpul dengan keluarga. Untuk menghemat energi dan finansial itu, diputuskan waktu pulang menemui anak dan istri ketika libur bekerja saja.

Ustadzah Evi bersama santri TPQ| Dokumentasi pribadi
Ustadzah Evi bersama santri TPQ| Dokumentasi pribadi
Mengagumkan, pasangan suami-istri itu tidak berorientasi pada keduniaan dalam menjalani kehidupan. Mereka hanya berpikir apa bekal yang bisa dibawa kelak bila menghadap Sang Kuasa.

Bagi mereka Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) adalah jembatan yang memudahkan jalan melewati aral menuju surga yang dijanjikan. Tak apa bersusah di dunia asal mudah membuka gerbang surga ketika di akhirat. Itu adalah pandangan hidup yang membuat saya terinspirasi pula.

Hidup mereka jauh dari kata kecukupan, rumah bukan milik sendiri, dengan kondisi seadanya, lantai plester, tak ada plafon juga. Asal bisa berteduh dari panas dan hujan. Dengan ruang tamu yang diberi hamparan karpet tipis Bu Evi saat mengajar mengaji.

Mengajar Mengaji| Dokumentasi pribadi
Mengajar Mengaji| Dokumentasi pribadi
Ramadan kemarin, Bu Evi mengajak santrinya yang sudah pandai membaca Al Quran untuk tadarus di mushola dengan menggunakan pengeras suara, membuat peserta jadi semangat. Hal itu membuat jumlah yang bersedia tadarus makin banyak, rutin dilakukan hingga malam takbiran, menginspirasi anak muda untuk ikut meramaikan mushola dengan bacaan Al Quran pada bulan Ramadan.

Saya mendapati rasa ikhlas pada mereka menjalani kehidupan,  seperti tak kekurangan. Ini yang membuat saya ingin berbuat sesuatu pada Bu Evi. Sebagai orang yang membantu saya mengajar, pun sebagai tenaga sukarela yang menghidupkan Al Quran tanpa pamrih.

Bu Evi dengan Suami
Bu Evi dengan Suami

Adanya kesempatan umroh dari Berlipatnya Berkah Allianz bagi sosok sederhana seperti guru TPQ yang tidak mampu mendorong saya mengikutsertakan namanya.  

Bahagia, itu yang saya saksikan ketika memberitahukan ada kesempatan umroh padanya. Sesuatu yang jauh dari jangkauan, seperti pungguk merindukan bulan. Harap jadi kenyataan.

***
Anis Hidayatie, Malang
Tulisan ini diikutsertakan juga di landing page berlipatnyaberkah.allianz.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun