Sesekali kilat, burung hantu menatap tajam, menyapu halaman
Nyalang menantang malam, melangkahi
Remang garis-garis bayangan
 Dalam pantulan sinar bulan. Kujumputi isyarat Tuhan. Sang cahaya maha cahaya. Mentari sujud padanya.
 Aku duduk menghadap lepas lautan,
Suara kapal di kejauhan, malam dalam dekapan. Engkau menjelma apa saja
Tapi tak dapat kupeluk. Bayanganmu,
Hanya ingatan dan kenangan tentang
Hujan jatuh di taman kelam
Bukan kepergian saja yang menyakitkan. Tapi memiliki kehilangan. Hadirmu kusimpan didalam bilik kekosongan. Dirimu kukenang dibalik tirai kebisuan.
Samudera lepas bebas kau arungilah  sana. Disini aku mendoa. Dalam tetes air mata.
Aku bertanya kepada bisikan-bisikan.
Suara benda-benda di penghujung malam
Tak kudengar apa, bagaimana, dan mengapa, Telinga batin ini hanya mampu menangkap, lalu menyebut siapa. Siapa gerangan?
Tak henti-henti menunjuk
Gemuruh berkepanjangan di kejauhan tak terkira?
 Aku hanyut dalam arus pusaran. Aku tenggelam dalam kenang genangan.
Mana mimpi mana nyata. Dipisah susah ditebak salah.
Lama-lama nanti aku bisa mati. Membawa rasa penasaran. Yang tak kunjung ada jawaban.
Karena dirimu. Tak benar benar aku kenali. Hingga kini.
Malang - Jakarta, 1 Juli 2019
 Anis Hidayatie feat Bryan Jati Pratama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H