Ia adalah pelukis muda. Amat cinta dengan ibundanya. Semua lukisan pasti tentang indah dan molek paras cantiknya. Tentang nikmat sambal ulekannya. Tentang punel nasi lemaknya. Tentang kuah sayir lodeh lebaranya. Tentang ketupan sayur yang tiada dua.
Ia tak lelah merangkai kata. Pada kanvas putih dibenaknya. Ada seribu kata setiap harinya. Semua tentang pujian cinta. Hingga semua warna dipadupadankan indah dipandang mata.
Ia adalah seniman tak ternama. Pada kanvas putih jadi hingar bingar suaranya. Viral pada setiap karyanya. Bukan atas pengagum lalu lalang tak terjamah. Ia memberi nama, "Ini lukisan ibuku"
Sebenarnya apa yang ia lukis? Hanya guratan kata pada bingkai kaca. Tentang cinta tsk berbalas padanya. Anaknya kian dewasa. Beralih pada cinta keluarga. Anak dan isteri jadi pujaan hati. Lupa ibu yang telah bimbing hingga jadi.
Kemudian, ia lupa. Ibu kini tak ada di sana. Hanya lukisan cinta. Irama lagu warna yang buruk rupa. Tak bebas seperti khayalannya. Lukisan cinta hilang rasa. Hingga kembali ke pangkuan bunda.
Ropingi untuk Anis Hidayatie.Â
Tanah bumbu, Malang 17/6/2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI