Pendahuluan
Kepribadian positif adalah bagian penting dari hubungan kerja yang baik. Sikap, pola pikir, dan perilaku yang mendukung kerja sama dan menumbuhkan kepercayaan di antara rekan kerja dikenal sebagai kepribadian positif. Hubungan kerja yang kuat di tempat pendidikan tinggi sangat penting untuk menciptakan lingkungan akademik yang produktif dan menyenangkan. Hubungan kerja yang buruk, seperti kurangnya komunikasi efektif, konflik interpersonal, atau rendahnya rasa empati, sering kali menghambat pencapaian tujuan bersama (Robbins & Judge, 2019). Â Peran kepribadian positif menjadi semakin penting dalam mata kuliah yang diwajibkan oleh kurikulum. MKWK adalah komponen dari kurikulum nasional yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan kebangsaan selain meningkatkan kompetensi akademik. Unit MKWK adalah tempat di mana berbagai orang bekerja sama dalam pendidikan, seperti dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.
Â
Implementasi hubungan kerja yang efektif di antara semua pihak yang berpartisipasi, misalnya, untuk membuat suasana belajar yang ideal, dosen harus bekerja sama dengan koordinator mata kuliah dan terbuka terhadap pendapat mahamahasiswa. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan betapa pentingnya membangun kepribadian positif dalam hubungan kerja di lingkungan unit MKWK. Pembahasan ini akan membahas konsep kepribadian positif, masalah dalam hubungan kerja di unit MKWK, dan strategi untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis. Diharapkan pembahasan ini akan memberikan wawasan praktis bagi dosen dan tenaga kependidikan tentang cara membangun lingkungan kerja yang mendukung kemajuan akademik dan pertumbuhan karakter.Â
Konsep Kepribadian Positif Â
Kepribadian positif adalah kumpulan sifat, sikap, dan pola perilaku yang mendorong orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara yang konstruktif dan harmonis. Menurut Robbins dan Judge (2019), kepribadian adalah kombinasi karakteristik psikologis yang membedakan seseorang dari orang lain, memengaruhi pola pikir, perasaan, dan tindakan dalam situasi tertentu. Kapasitas untuk bertindak proaktif, ramah, dan membantu rekan kerja adalah ciri kepribadian positif dalam hubungan kerja, yang menghasilkan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.Â
Keterampilan untuk mendengar secara aktif dan menyampaikan konsep dengan jelas adalah kunci untuk komunikasi yang efektif, yang memungkinkan aliran informasi yang lancar di tempat kerja. Sebaliknya, keterbukaan menunjukkan keinginan untuk menerima ide baru dan perubahan, yang penting untuk menghadapi dinamika lingkungan kerja yang terus berubah. Terakhir, membangun kepercayaan bergantung pada kejujuran, yang merupakan bagian penting dari hubungan kerja yang baik. Karakteristik utama dari kepribadian positif meliputi empati, komunikasi efektif, keterbukaan, dan kejujuran. Empati, misalnya, adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, yang membantu mengurangi konflik dan memperkuat hubungan antarindividu dosen (Goleman, 2006).
Hubungan kerja, terutama dalam lingkungan pendidikan tinggi seperti unit MKWK, kepribadian positif sangat penting. Hubungan kerja yang positif dapat membantu lebih banyak orang bekerja sama, menyelesaikan masalah secara konstruktif, dan membuat lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan karakter dan akademik. Dalam dunia pendidikan, kepribadian positif memungkinkan dosen, mahamahasiswa, dan tenaga kependidikan untuk berinteraksi secara saling menghormati, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara lebih efektif (Luthans, 2011). Oleh karena itu, membangun sikap positif bukan hanya sesuatu yang dibutuhkan setiap orang, tetapi juga merupakan kunci keberhasilan organisasi.Â
Tantangan Hubungan Kerja di Lingkungan Unit MKWK Â
Di perguruan tinggi, lingkungan unit Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) adalah tempat kerja bagi orang-orang dengan berbagai latar belakang, peran, dan tanggung jawab, seperti dosen, tenaga kependidikan, dan mahamahasiswa. Di tempat seperti ini, dinamika hubungan kerja menunjukkan betapa kompleksnya interaksi yang membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan pemahaman yang baik dari semua pihak. Misalnya, dosen harus memfasilitasi dan menyampaikan materi, sementara tenaga kependidikan memastikan administrasi dan operasional berjalan lancar. Â Di sisi lain, mahamahasiswa menjadi peserta utama yang diharapkan aktif dalam proses pembelajaran. Berbeda peran ini menuntut sinergi yang kuat, namun sering kali diwarnai oleh berbagai tantangan hubungan kerja (Robbins & Judge, 2019). Â
Perbedaan gaya komunikasi adalah salah satu tantangan utama yang sering muncul. Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk menyampaikan dan menerima informasi, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman. Misalnya, dosen mungkin lebih cenderung menggunakan pendekatan formal saat berinteraksi, sementara mahasiswa biasanya lebih nyaman dengan cara yang informal. Tantangan lain datang dari ekspektasi yang tidak sejalan. Dosen mungkin mengharapkan mahasiswa berpartisipasi aktif, tetapi mahasiswa bisa merasa terbebani dengan tuntutan akademik yang berlebihan. Konflik kepentingan juga kerap terjadi, seperti perbedaan prioritas antara dosen dan tenaga kependidikan terkait jadwal atau kebijakan pelaksanaan pembelajaran di MKWK (Goleman, 2006). Â
Kepribadian yang tidak harmonis dapat berdampak buruk pada hubungan kerja. Dalam lingkungan kerja yang tidak nyaman, hubungan kerja yang buruk dapat menghambat kerja sama, mengurangi produktivitas, dan menciptakan suasana kerja yang tidak menyenangkan. Kurangnya kepercayaan antar individu dosen juga dapat menyebabkan konflik lebih lanjut dan menghambat pencapaian tujuan akademik. Hal ini dapat memengaruhi kualitas pendidikan dan pembelajaran di unit MKWK, dan tujuan utama MKWK untuk internalisasi nilai-nilai kebangsaan dapat menjadi kurang efektif. Dalam jangka panjang, hubungan kerja yang tidak harmonis dapat mengarah pada penurunan motivasi kerja dan meningkatnya tingkat stres di antara pihak-pihak yang terlibat (Luthans, 2011). Â Untuk mengatasi masalah ini, Dosen harus menggunakan cara yang berpusat pada membangun karakter yang positif, berkomunikasi dengan baik, dan menghormati nilai-nilai nasional dalam setiap interaksi. Dengan melakukan tindakan ini, lingkungan unit MKWK akan menjadi tempat kerja yang lebih harmonis dan produktif.Â
Strategi Membangun Kepribadian Positif Â
Untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis, terutama di tempat kerja yang menuntut kolaborasi seperti Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK), strategi pembangunan kepribadian positif mencakup pengembangan diri, komunikasi yang efektif, dan pemupukan nilai-nilai kebangsaan, yang merupakan ldosensan penting bagi lingkungan kerja yang produktif dan harmonis. Refleksi diri, yaitu kemampuan untuk mengevaluasi secara objektif sikap, perilaku, dan pola pikir sendiri, adalah dasar pengembangan diri. Ini membantu seseorang mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka sendiri serta memahami bagaimana hal ini berdampak pada hubungan kerja mereka (Goleman, 2006). Pengelolaan emosi juga penting untuk menjaga interaksi yang positif, terutama dalam situasi yang menyebabkan stres atau konflik. Jika seseorang dapat mengendalikan emosi mereka, seperti marah atau kesal, mereka dapat merespons masalah secara konstruktif tanpa membuat situasi menjadi lebih buruk. Jika dosen ingin meningkatkan kepribadian positif Dosen, Dosen harus terus belajar keterampilan interpersonal seperti kolaborasi, empati, dan membangun hubungan. Solusi praktis untuk meningkatkan kualitas interaksi dengan orang lain adalah kursus atau pelatihan kecerdasan emosional dan soft skills (Robbins & Judge, 2019). Dalam unit MKWK, dosen dan karyawan yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik dapat lebih baik membimbing mahasiswa dan membuat lingkungan akademik yang kondusif.Â
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk membangun hubungan kerja yang harmonis. Teknik mendengar aktif, yang berarti mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati, dapat meningkatkan pemahaman dan kepercayaan seseorang satu sama lain (Luthans, 2011). Mendengar aktif membuat orang berkonsentrasi pada makna dan perasaan di balik pesan. Mampu menyampaikan pesan dengan sopan dan jelas juga penting, selain mendengar. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami, nada bicara yang ramah, dan sikap yang menghormati lawan bicara adalah semua faktor yang diperlukan untuk menyampaikan pesan dengan efektif. Teknik ini dapat mengurangi kesalahpahaman, yang sering menjadi sumber perselisihan di tempat kerja. Â Budaya kerja yang inklusif mempromosikan kesetaraan di tempat kerja dan menghargai keberagaman. Membangun budaya inklusif di lingkungan akademik berarti menciptakan lingkungan kerja yang mendorong setiap orang untuk berkontribusi secara optimal, tanpa memdosenng latar belakang mereka. Dengan menghormati perbedaan, hubungan kerja dapat lebih harmonis dan produktif. Ini akan mendukung keberhasilan unit MKWK sebagai kursus yang menggabungkan nilai-nilai kebangsaan.Â
Kesimpulan Â
Membangun kepribadian yang positif sangat penting untuk membangun hubungan kerja yang harmonis dan produktif, terutama di unit Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK). Untuk mendukung kolaborasi antara guru, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, kepribadian positif, yang termasuk kejujuran, empati, komunikasi efektif, dan keterbukaan, menjadi landasan penting. Dengan menggunakan teknik pengembangan diri, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan menerapkan prinsip-prinsip nasional dalam hubungan sehari-hari, Anda dapat meningkatkan hubungan antara orang-orang dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan menghormati perbedaan.Â
Penyampaian pesan yang sopan dan jelas, pengendalian emosi, dan mendengar aktif dapat membantu mengatasi tantangan yang muncul, seperti perbedaan gaya komunikasi, ekspektasi, dan konflik kepentingan. Selain itu, nilai-nilai kebangsaan berfungsi sebagai katalisator penting untuk membentuk lingkungan kerja yang harmonis dan berakar pada rasa kebersamaan dan penghormatan terhadap keberagaman. Pendekatan strategis ini akan membuat unit MKWK tidak hanya menjadi sarana pengajaran tetapi juga model pembentukan karakter yang kuat bagi generasi penerus bangsa. Ini akan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, meningkatkan motivasi semua orang, dan memastikan keberhasilan mahamahasiswa dalam menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan.Â
Referensi Â
Goleman, D. (2006). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Bantam Books. Â
Luthans, F. (2011). Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach. McGraw-Hill Education. Â
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2019). Organizational Behavior. Pearson Education
Aniek Irawatie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H