Mohon tunggu...
Yedija Luhur
Yedija Luhur Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer

Based on Jakarta Greater Area i'm a full time photographer, specialized in portrait and company profile. also doing content creation at social media platform, website, and blogging.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kuliah Desain Grafis itu Mengajarkanku Hal Ini

22 April 2024   21:32 Diperbarui: 22 April 2024   21:47 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.yedijaluhur.com

Sebuah kisah singkat dariku yang merupakan lulusan dari desain grafis yang tersesat menjadi seorang fotografer. Apakah di jaman sekarang, 2024 masih relate untuk belajar desain grafis, di dunia yang sudah serba digital dan AI ini ? 

Aku berkuliah di bidang desain grafis di tahun 2009-2013, di masa awal perkembangan dunia sosial media. Masa dimana handphone blackberry baru mulai menguasai pasar di indo, sebelum ada iphone dan android. Sosial media yang berkembang di jaman itu adalah youtube dan facebook. Instagram masih ada di tahap awal pengembangan dan belum ada path dan tiktok. Masa dimana menulis blog adalah hal yang paling advance pada saat itu, dan di awal masa Vlog mulai diperkenalkan karena handycam makin terjangkau dan handphone mulai memiliki kamera depan yang cukup meski hanya 480p pada saat itu. 

Bisa dibilang skill yang kupelajari di masa itu, terutama untuk hard skill nya 90% sudah tidak terpakai dan ketinggalan jaman. Bahkan ketika bisa dibilang aku cukup expert di photoshop, lightroom, foto kolase dan foto manipulasi, semua sudah bisa dikerjakan oleh AI yang di operate oleh orang awam, dengan imajinasi adalah batasnya.

Di kala itu, permintaan desain grafis memang sedang naik, terutama di bidang branding, digital media dan masih banyak lagi yang pada masa itu memiliki banyak permintaan pasar. Tapi apakah di masa 2024 ini masih relevan? Aku akan membreakdown beberapa hal yang menurutku masih relevan dan yang tidak.


1. Belajar desain grafis mengajarkanku untuk berpikir secara visual.

Dalam setiap pengambilan keputusan, terutama dalam mempublish di sosial media, membuatku sangat memperhatikan aspek visual seperti warna, kontras, repetisi, dll.

Kita sebagai mahkluk visual, selalu memperhatikan sekeliling kita, dan dalam setiap keputusan, misalkan memilih untuk warna cat yang tepat, memilih furniture, memilih fashion, semua ini berhubungan dengan visual. Dan belajar desain grafis membantuku untuk dapat membantu membuat keputusan yang terbaik.

Hard skill sudah tidak begitu berguna, karena selain tutorial dengan mudah didapatkan di internet, juga sudah ada aplikasi instant yang mempermudah kerja kita. Tetapi soft skill seperti yang aku jabarkan diatas, teori2 dasar desain lah yang selamanya masih akan terpakai di sepanjang hidup.


2. Self branding

Di masa itu aku diajarkan self branding, yang belakangan ini cukup ngetrend dikarenakan setiap orang ingin menjadi pengusaha dan konten kreator. Menjadi Pengusaha, tentunya skill branding ini adalah merupakan fundamental untuk bisa membranding jasa maupun produk yang mereka miliki. Sedangkan untuk konten kreator, self branding adalah hal yang wajib, yaitu membranding diri sendiri supaya dikenal oleh masyarakat.

Branding sendiri tentunya adalah bidang yang sangat luas, dan visual hanyalah merupakan bagian kecil. Branding merupakan bagian dari marketing juga, dan tentunya dengan belajar di desain grafis, membuatku memiliki fundamental yang kuat di self branding ini.

3. "Rebel Mindset"

Yang kumaksud dengan rebel mindset ini adalah, cara pandang seorang seniman. Pemikiran seorang seniman yang out of the box, tidak mengikuti aturan yang sudah ada dalam masyarakat. Pada intinya adalah berpikir dengan kreatif, mencari cara yang berbeda dengan yang orang lain lakukan dan masih banyak lagi.

Dengan kata lain, belajar desain grafis, membuatku bisa menjaga idealisme kita, di dunia sosial media yang semua orang cenderung memiliki kesamaan karena mengikuti trend. Idelisme ini merupakan pedang bermata dua, karena di sisi lain, dengan memiliki idealisme yang tinggi, membuat kita menjadi perfeksionis, tidak realistis, dan tidak berkembang mengikuti pasar/trend.

Seorang idealis untuk bisa bertahan di industri, membutuhkan seorang realis, yang bisa membaca pasar dan mengatur management sebuah produk maupun jasa. Tanpa realis, idealis hanyalah sebuah mimpi. Dan tanpa Idealis, realis hanya bisa membuat sebuah produk/jasa yang tidak memiliki sebuah jiwa.

Memiliki keseimbangan diantara keduanya sangat penting, tapi jika ingin maksimal dan membuat sebuah gebrakan, harus ada minimal 2 jenis orang tersebut.

Hal ini sudah terjadi pada diriku. Idealisme yang kupegang, bisa dibilang membuatku kewalahan untuk "catch up" dengan trend saat ini. Aku cenderung menolak sebuah perubahan yang tidak memiliki sebuah makna dan hanya merupakan sebuah keviralan. Aku akan membahas hal ini lebih dalam di artikel yang lainnya ya.

Seperti kata Tan Malaka, Idelaisme merupakan sebuah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh seorang pemuda.

4. Silent Hero

Yes, seorang desain grafis bisa dibilang merupakan silent hero, atau pahlawan dibalik layar. Dibalik semua produk/jasa yang kita lihat dan rasakan, dibalik sebuah acara yang mewah, dibalik sebuah gadget yang kalian pakai untuk membaca ini, semuanya adalah peran seorang desain grafis. 

Pengertian desain grafis di masa sekarang pun sudah sangat berkembang, bukan hanya membuat gambar, tapi juga merancang sebuah experience, maka dari itu ada yang namanya UI/UX desainer, web desainer, fashion desainer, product desainer, dan masih banyak lagi.

Di setiap barang yang menjadi trend pun, peran seorang desainer bisa dibilang 90% berada di balik layar. Dibalik seorang youtuber, ada peran desainer sebagai team nya, dibalik seorang presiden, ada desainer baju, desainer rumah, dan masih banyak lagi.

5. Creator Mindset

Adalah mengajarkanku memiliki sebuah mindset seorang creator. Di dunia yang riweh, berisik dan rumit ini, kita semua adalah seorang "Produk". Ada ratusan ads yang bersliweran dalam kehidupan kita dalam sehari, ratusan benda yang kita lihat dalam sehari, dan masih banyak lagi.

Memiliki creator mindset ini membuat, setidaknya aku memiliki sudut pandang seorang "creator", "produsen", atau "maker". Tentunya dalam setiap keputusan, sudut pandang ku menjadi luas bukan hanya dari sisi konsumer saja. Contoh konkritnya : jika kita melihat sebuah peluncuran produk baru seperti handphone, mobil, kosmetik, dan banyak hal, selain aku sebagai konsumer menerima informasi tersebut, aku juga bisa berpikir "Jika" aku juga merupakan sebuah produsen barang/jasa tersebut. Membuat aku bisa berpikir 2 arah supaya tidak hanya termakan oleh iklan yang diberikan produsen saja.

Di sisi lain, seperti yang sudah aku sebutkan diatas, yaitu merupakan pedang bermata dua, bisa membuatku cukup lama dalam mengambil keputusan tersebut karena terlalu banyak sudut pandang yang harus aku pikirkan.

Jika kita tarik lebih panjang dan jauh lagi, bisa juga ke politik, hankam, dan ekonomi. Semua keputusan yang dibuat untuk kita, dibalik layar pasti ada sebuah "creator". Membuatku dalam hal ini memiliki mindset seorang konspirator. Karena aku percaya semua keputusan politik pasti ada tujuan dibaliknya. Mau ditarik lebih jauh lagi? 

Yes... agama, kepercayaan, dan keTuhanan semuanya adalah hasil dari "creator mindset" ini. Atau... apakah ada Master creator di balik semua ini?

Hahaha, inilah contoh sebuah "creator mindset" karena seringkali aku selalu berpikir terlalu jauh dalam memaknai suatu hal, yang pada ujungnya, mungkin tidak memiliki sebuah jawaban.

...

Beberapa pengalaman diatas tentunya adalah hasil dari buah pikiranku yang berkembang hingga saat ini. Tentunya hasil pemikiranku di tahun 2014 setelah lulus kuliah dan di tahun 2024 ini setelah 10 tahun berada di industri fotografi dan belajar dari banyak orang lainnya sudah berkembang. Aku 10 tahun lalu berbeda dengan aku 5 tahun lalu dan aku yang sekarang.

Intinya, fundamental yang aku dapat selama berkuliah di bidang desain grafis itu tidak hilang, dan mungkin bahkan sudah termanifest di dalam setiap kehidupanku saat ini. Kesimpulannya, belajar ilmu dasar itu tidak akan pernah tidak bermanfaat. ilmu tersebut adalah bebas nilai, tidak terkurung dalam suatu norma manapun dan bisa bermakna apapun, tergantung interpretasi dan Qualia yang kita miliki.

Salam,
Yedija Luhur S.Sn (yang ijasah nya sampai sekarang belum pernah terpakai)
Est 2013 - Universitas Multimedia Nusantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun