Mohon tunggu...
NieNie
NieNie Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar Berbagi

Just ordinary and simple

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Salah dengan Saya

20 Agustus 2022   16:17 Diperbarui: 20 Agustus 2022   16:28 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu momen, tiba-tiba saja teman kita tidak mau membalas segala pesan dan tidak merespon apapun bentuk komunikasi kita. Karena segala pertanyaan kita ke dia tidak mendapatkan jawaban yang pasti, bahkan pertanyaan kita ke teman lainnya tidak menghasilkan petunjuk apapun, lalu kita bertanya-tanya pada diri sendiri. Ada apa ya? Apa yang terjadi? Apa yang salah dengan saya?

Tentunya ada berbagai perasaan yang muncul. Salah satunya kita merasa ada yang salah dengan diri kita karena respon teman kita tidak seperti yang kita duga-duga. Bahkan perasaan bersalah ini bisa berkembang menjadi bentuk emosi lainnya. 

Apalagi jika kita merasa tidak punya salah apa-apa, atau sudah minta maaf tapi tidak ada perubahan respon sesuai yang kita harapkan, dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang membuat kita semakin berpikir dan berperasaan lebih jauh.

Pertanyaan, atau pernyataan, "apa yang salah dengan saya" juga bisa muncul dalam kondisi yang berbeda. Kita merasa situasi sekeliling kita seperti tidak mendukung, atau merasa kewalahan menghadapi berbagai persoalan, merasa kelelahan dan banyak pertanyaan dari diri kita yang tidak terjawab, dan masih banyak lagi. 

Perasaan atau pemikiran merasa diri kita ada yang salah sepertinya kemudian menjadi pembenaran akan kondisi yang kita alami pada saat itu. 

Kita pun bisa semakin bermain dengan emosi kita pada saat kita merasa sudah melakukan suatu hal yang kita anggap bisa memperbaiki situasi kita namun ternyata kenyataan tidak sesuai harapan kita. 

Biasanya beberapa saran untuk menghadapi situasi seperti ini adalah menenangkan diri, berpikir positif dan menerima emosi yang dirasakan. Saran-saran biasanya selalu terdengar mudah, tetapi seringkali sulit untuk dilakukan, ha-ha-ha. Apalagi jika sudah berkaitan dengan emosi.

Apa yang terjadi jika kita tidak mendapatkan jawaban atas situasi seperti ini? Bisa saja akan semakin membuat kita semakin tertekan, atau justru semakin tidak peduli.

Kita bisa mencoba melakukan refleksi diri. Refleksi diri adalah kesempatan untuk kita menganalisa diri kita, tapi bukan untuk menyalahkan lho ya. 

Dalam proses menganalisa inilah kita bisa saja menemukan memang ada yang salah. Atau kita bahkan tidak menemukan apa-apa. Namun bagian yang penting adalah bagaimana kita merancang tindakan selanjutnya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi tersebut. Jadi kita tidak terjebak terus menerus dengan rasa bersalah kita, sibuk menyalahkan diri sendiri atau malah tidak peduli sama sekali.

Tindakan selanjutnya inilah yang bisa menentukan bagaimana kemampuan kita menghadapi situasi diri kita sendiri. Tidak perlu jauh-jauh menghadapi orang lain, kita hadapi dulu saja diri sendiri.

Baik, jika kita merasa ada yang salah dengan diri kita atas situasi yang kita alami. Bisakah kita mulai dengan menjawab pertanyaan kita tersebut, yaitu dengan membuat daftar apa saja salah kita menurut pendapat kita sendiri yang terkait dengan situasi yang kita alami. 

Misalnya, saya tidak punya kemampuan tertentu, saya merasa rekan saya tidak mau berteman, saya seharusnya tidak berbuat hal itu, saya tidak bisa berkomunikasi dengan baik, dan sebagainya. Buatlah daftar sebanyak-banyaknya yang bisa kita peroleh dari pendapat diri kita sendiri.

Setelah pertanyaan "apa saja salah kita" terjawab dalam suatu daftar tertentu, mari kita coba untuk menelaah atau menganalisa satu demi satu. 

Setiap jawaban dalam daftar tersebut, kita buat pertanyaan lagi untuk mengetahui penyebabnya dan apa yang bisa kita lakukan. Misalnya apabila salah satu kesalahan kita menurut pendapat kita adalah karena kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. 

Cobalah bertanya lagi pada diri sendiri, apa penyebabnya dan apa tindakan yang bisa kita lakukan setelah itu. Teruslah bertanya pada diri sendiri sampai kita mendapatkan tindakan apa yang bisa kita lakukan. Pada prosesnya, kita bisa merasa bahwa apa yang kita pikir adalah kesalahan kita bukanlah suatu hal yang tidak termaafkan atau bukanlah suatu kesalahan yang tidak ada solusinya.

Masalahnya, biasanya kita malas untuk meluangkan waktu, bahkan untuk diri sendiri. Akhirnya kita terus terjebak dengan pertanyaan "apa yang salah dengan saya". Tidak ada tindakan selanjutnya. 

Begitu terus tiap hari. Yang mengherankan di situasi seperti ini adalah kenapa kita bisa bertahan dengan situasi yang membuat kita tertekan? Terus bertanya-tanya, berasumsi, dan berprasangka. Rasanya jadi seperti adu kekuatan dengan diri sendiri, ha-ha-ha.

Nah, lain halnya lagi dengan orang yang sudah melakukan semua daftar tindakannya namun hasilnya tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Dia kembali berpikir "apa yang salah dengan saya". 

Saat kita merealisasikan tindakan kita, tentunya kita punya harapan dan berharap bahwa harapan kita ini menjadi nyata. Kita bisa mencoba membuat daftar harapan dan menjawab setiap kondisi yang mungkin yang terjadi, yaitu jika harapan menjadi nyata dan jika harapan tidak menjadi nyata. 

Pada akhirnya, kita akan mempunyai kesiapan mental pada kemungkinan situasi yang akan terjadi. Misalnya, saya ingin meminta maaf pada rekan kerja saya. 

Buatlah persiapan jika harapan menjadi nyata yaitu rekan saya memaafkan perbuatan saya. Dan persiapan jika harapan tidak nyata yaitu rekan saya tidak memaafkan saya. Lalu jika rekan saya tidak memaafkan, apa yang akan kita lakukan? Kita mungkin akan mencari cara berbeda agar sampai pada tujuan "paling tidak". 

Tujuan "paling tidak" di contoh ini adalah misalnya "paling tidak rekan saya tetap mau bekerja sama dengan saya sebagai sebuah team" atau "paling tidak saya sudah minta maaf".  

Tujuan "paling tidak" ini pada akhirnya bisa menjadi salah satu bentuk tindakan untuk mengurangi bahkan menghapuskan pertanyaan "apa yang salah dengan saya". Kurang lebih seperti itulah.

Dengan bentuk serupa tapi berbeda sudut pandang adalah membuat jawaban dari pertanyaan "apa yang tidak salah atau sudah benar dari saya". Ini berkebalikan dengan pertanyaan kita di awal yaitu "apa yang salah dengan saya". 

Jawaban dari pertanyaan kebalikan ini bisa menambah cara pandang kita terhadap diri kita sendiri untuk situasi yang kita alami dan diharapkan dapat menetralkan rasa bersalah yang kita miliki.

Tentunya tidak ada formula pasti dalam situasi yang melibatkan emosi, hubungan dengan orang lain, komunikasi, dan diri kita sendiri. Kita perlu kemampuan untuk mengatakan pada diri kita bahwa ada berbagai kombinasi cara atau sudut pandang yang bisa kita gunakan. Ibarat, kita mau selfie saja, mencoba dari berbagai sudut untuk dapat yang pas dan cocok. 

Nah serupa dengan hati kita saat kita merasa "apa yang salah dengan saya". Carilah sudut yang pas dan cocok untuk menjawab pertanyaan itu dan yang penting adalah kemampuan untuk mencari tindakan yang akan dilakukan untuk menghadapi situasi itu. 

Bisa saja kita kemudian sampai di tujuan "paling tidak". Atau bisa juga berakhir pasrah, ha-ha-ha. Paling tidak kita akan semakin mengenali diri kita dan semakin mendapatkan cara apa yang paling cocok dengan karakter kita saat kita sedang merasa "apa yang salah dengan saya".

Nie, 20Aug2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun