Mohon tunggu...
NieNie
NieNie Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar Berbagi

Just ordinary and simple

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toko Sabar

9 Juni 2022   17:21 Diperbarui: 9 Juni 2022   17:27 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya kesabaran punya sebuah toko atau supermarket, saya percaya pasti banyak konsumennya, ha-ha-ha. Belum lagi terhitung cabang-cabang dari toko kesabaran tersebut.

Seperti cabang "pengertian", cabang "dapat memahami", cabang "memaklumi", cabang "penerimaan", dan sebagainya. Makin banyak cabang dari toko kesabaran, pasti toko itu semakin laku.

Dalam menjalani kehidupan, kesabaran seperti selalu ada level atau tingkatannya. Jadi serasa seperti bermain games dimana selalu ada level selanjutnya, atau versi lanjutannya. Kalau pun permainannya sudah selesai, eh ternyata ada lanjutan versi lainnya. Nah begitulah sabar. 

Kita seperti merasa sudah memiliki tingkat akhir kesabaran dan sudah berhasil melalui kondisi yang membutuhkan kesabaran maksimal. Eh tahu-tahu ada versi berikutnya dimana kita kembali harus memodifikasi pola atau tingkat kesabaran kita. Bukankah itu menarik?

Tidak ada analogi yang secara akurat untuk menggambarkan pola dan tingkat kesabaran seperti apa yang tepat untuk setiap situasi. 

Bisa saja di suatu situasi, satu pola dan tingkat kesabaran tertentu sudah cukup untuk mengatasi kondisi tersebut. Namun di situasi yang lainnya, atau situasi yang sama dengan melibatkan orang yang berbeda, pola dan tingkat kesabaran itu ternyata tidak cocok. 

Bahkan ada beberapa situasi dimana mungkin kita merasa kesabaran tidak diperlukan lagi karena sudah melibatkan emosi dan ternyata dengan emosi malah terselesaikan. Entah betul-betul selesai atau sebetulnya tambah runyam namun tak terlihat.

Kesabaran itu sebetulnya fleksibel. Dia bisa berbentuk dalam banyak ragam. Tergantung pada tujuan kita untuk apa kita bersabar. Kesabaran tidak mesti dalam bentuk diam dan memendam dalam hati saja. 

Jangan-jangan malah tambah stress kalau memendam dalam hati, ha-ha-ha. Atau kesabaran tidak mesti dalam bentuk pasrah dan tidak memerlukan perjuangan. 

Betul sih, sabar adalah menahan diri. Menahan diri atau mengendalikan diri dari emosi atau keinginan tertentu. Namun yang sering dilupakan adalah inti dari kesabaran. Intinya adalah kerelaan dan keikhlasan. 

Menahan diri dari sesuatu hal bukan berarti menambah beban kita. Bukan berarti bersabar kemudian kita malah jadi sakit. Memiliki kesabaran adalah bagaimana menahan diri atau mengendalikan diri dengan tetap bersinergi pada hal-hal positif.

Itu kenapa melepaskan emosi adalah penting untuk dilakukan. Hal ini bisa menjadi salah satu bentuk fleksibilitas proses menahan diri atau mengendalikan diri. Sehingga pada akhirnya kita bisa menerima dengan rela dan ikhlas. 

Bukankah itu menunjukkan kita mampu menjadi seseorang yang sabar? Dalam hal ini tentunya kita bisa mencoba mencari cara melepaskan emosi dengan metode yang tidak berdampak negatif dan kita mampu mengelola dengan baik. 

Saya cenderung menggunakan istilah "melepaskan emosi" dan tidak menggunakan istilah "mengontrol emosi". Menahan emosi, dengan dalih mengontrol, namun dilakukan tanpa kerelaan dan keikhlasan justru tidak akan mengurangi beban kita dan bisa berdampak lebih jauh.

Melepaskan emosi bukanlah satu-satunya cara untuk menahan diri atau mengendalikan diri. Ada hal-hal lain, bahkan hal yang sehari-hari bisa kita lakukan, yang bisa menjadi faktor pendukung sebuah kesabaran. 

Saya pernah bertemu seorang kolega yang sangat senior di profesinya. Dia tidak pernah terlihat tertekan dengan beban apapun dan apapun tekanan yang dia alami, dia selalu santai dalam menanggapinya. 

Saya pernah bertanya padanya bagaimana dia menghadapi tekanan-tekanan hidupnya, karena saya tahu banyaknya tekanan yang dia hadapi. Dia hanya bilang,"Tertawalah. Jika tidak ada yang lucu di hari itu, maka carilah apa saja yang membuatmu tertawa. Hatimu akan ringan". 

Sungguh manjur, karena beberapa kali saya mencoba, tekanan emosi saya berkurang. Saya menjadi lebih tenang menghadapi situasi yang membutuhkan kesabaran saya walaupun saya jadi harus sibuk mencari dan memilih konten, adegan, bahan bacaan, percakapan, sampai diskusi yang bisa membuat saya tertawa. Paling tidak saya bisa tersenyum lah.

Berkeliling mencari Toko Sabar ini memang perlu energi lho, ha-ha-ha. Belum pun ketemu tokonya, sudah banyak hambatan yang ditemui. Hambatannya ada-ada saja. Entah itu muncul dari diri sendiri atau dari lingkungan. 

Apalagi sekarang jaman semua serba online. Energi untuk mencari Toko Sabar ini akhirnya di tengah jalan sudah habis dan perlu kita isi ulang untuk mendapatkan energi baru.

Tetap positif adalah salah satu sumber energi. Tidak susah mendapatkannya, namun biasanya banyak gangguannya karena kita perlu fokus untuk bisa tetap positif. Jadi bisakah kita tetap positif supaya tidak kehabisan energi?

Pastinya Toko Sabar ini tidak akan ketemu di peta yang sama antara satu orang dengan orang lainnya. Kita masing-masing perlu mencari dimana letak toko ini. Atau bisa juga dicari lewat salah satu cabangnya saja dulu. 

Paling tidak, sekecil apapun usaha kita untuk menuju dan menemukan Toko Sabar akan membuat kita bergerak menuju kepositifan dan kebaikan. Semoga kita bisa segera menemukan Toko Sabar dan berbelanja sepuas hati kita sesuai kebutuhan kita.

Nie, 09Jun2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun