Perekonomian negara saat ini sedang tidak baik-baik saja, namun pemerintah terkesan sangat jor-joran membangun infrastuktur yang manfaatnya kurang terasa untuk masyarakat. Menggelontorkan uang buat pembangunan IKN, yang terlalu dipaksaan di saat kehidupan masyarakat kian sulit karena mahalnya harga-harga akibat kenaikan BBM. Resesi global juga semakin menghantui, bahkan negara-negara di dunia mulai waspada, mengencangkan ikat pinggang, menghentikan proyek yang tidak perlu, banyak melakukan penghematan anggaran  agar ketika resesi global terjadi, negara sudah siap menghadapinya. Namun anehnya di negeri ini, proyek tidak penting itu tetap jalan, entah untuk kepentingan siapa.
Dilansir dari glora.co. (23/10/22). Kritik terhadap pembangunan LRT light rail transit atau (LRT) di Palembang menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, setelah Gubenur Jawa Barat, Ridwan Kamil blak-blakan menyebut proyek tersebut salah perencanaan.
Kang Emil, sapaan akrabnya sempat mengkritik bahwa pembangunan LRT Palembang salah mengambil keputusan.
"Saya kasih tahu kegagalan decision RP 9 triliun itu LRT Palembang. Decision based-nyA political decision. Ini karena mau ada Asean Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring," ujarnya  di Fablab Correcto Jababeka, Cikarang.
Pembangunan LRT saat ini, bukan sesuatu yang sangat urgent dilaksanakan, apalagi jika melihat LRT Palembang yang sepi dari penumpang. Proyek yang dibangun dengan menghabiskan anggaran triliunan rupiah yang dananya bersumber dari APBN dan hutang pinjaman berbunga riba, sangat sayang jika akhirnya menjadi proyek yang kurang memiliki manfaat, sehingga tidak bisa dirasakan benefitnya buat masyarakat banyak.
Dilansir dari trenasia.com ( 3/11/2021). Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut bahwa ada sekitar delapan megaproyek di masa pemerintahan presiden Jokowi yang terancam mangkrak. Ini bukan berarti proyek tersebut tidak selesai dibangun, namun ada beberapa proyek yang berhasil dibangun tidak beroperasi secara optimal sehingga menyebabkan kerugian.
Contoh dari proyek ambisius itu di antaranya adalah Bandara Kertajati, Jalan Tol Cisumdawu, Jalan Tol manado-Bitung; Bandara Yogyakarta, Pelabuhan Patimban, Â Kereta cepat Jakarta-Bandung; LRT Jabodetabek, dan Smelter Freport.
Proyek Ambisius yang dilakukan oleh Pemerintah membuat anggaran membengkak. Hal ini sudah diingatkan oleh banyak pihak, bahkan disoroti oleh media asing, khusunya terkait proyek IKN yang harus selesai tahun 2024, dan kereta cepat. Pembangunan proyek jika bisa dirasakan manfaatnya untuk masyarakat banyak memang sangat penting, tapi jika kurang mendesak akan lebih baik ditunda dulu atau segera dihentikan, selain menjadi beban negara tentu akan mencekik kehidupan rakyat, karena kenaikan pajak. Timingnya tidak tepat jika dilakukan untuk saat ini.
Akan lebih baik jika negara membangun fasilitas-fasilitas umum yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat banyak. Perbaikan di sistem pendidikan misalnya, dengan memberikan pelatihan pada guru-guru agar mereka menjadi guru yang siap bersaing di era global, dengan mempersiapkan generasi memiliki kualitas baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Menyediakan media-media ajar berbasis teknologi digital di semua sekolah secara merata dan memberikan gaji yang memadai bagi para guru, terutama guru honorer.
Menghadapi resesi global harusnya pemerintah mempersiapkan terwujudnya ketahanan pangan. Mendukung para petani untuk tetap semangat menanam dengan diberikan subsidi pupuk yang murah, dan ketika mereka panen hasilnya dibeli oleh pemerintah dengan harga yang layak. Pemerintah juga menyetop keran import, dan memberantas para mafia yang menjadi penyebab tingginya kenaikan harga di pasaran.
Ketahanan pangan tidak akan terwujud jika pemerintah tidak memiliki keinginan untuk meningkatkan taraf hidup para petani. Padahal merekalah tulang punggung keberlangsungan sebuah negara. Jangan sampai gelar negeri agraris hilang karena mahalnya pupuk dan berpihak pada pelaku import. Lalu, proyek ambisius terus jalan, padahal hanya buang-buang duit.