Sebelum membaca lebih lanjut tulisan ini saya kutip langsung dari sumber tulisannya di Lintas Berita
Hukum Qisas Bagi Pengemudi Mobil FPI di Kendal – Seperti yang telah diberitakan di beberapa media bahwa telah terjadi bentrok antara anggota FPI (Front Pembela Islam) dengan warga puluhan warga Sukorejo pada hari Kamis, 18 Juli 2013 sekitar pukul 14.00.
Dalam kejadian tersebut ada insiden yang sedikit menarik perhatian saya. Bukan tentang aksi sweeping yang dilakukan oleh FPI terhadap lokalisasi yang tetap buka di bulan Ramadhan ini tetapi lebih kepada seorang perempuan bernama Tri Munarti yang tewas tertabrak mobil FPI yang panik akibat dikejar massa (Yahoo)
Sepengetahuan saya selama ini jika FPI melakukan aksi sweeping mereka beberapa hari sebelumnya telah memberitahu pihak keamanan (polisi) untuk bertindak tegas, jika dirasa Polisi tidak bertindak tegas baru FPI turun kejalan melakukan aksi sweeping. Sebenarnya hal ini menurut saya merupakan wujud dari kekecewaan FPI karena Polisi tidak bertindak tegas terutama kepada hal-hal yang terkait dengan peredaran miras, narkoba, prostitusi dan perjudian.
Disini saya juga tidak membahas tentang kembali mencuatnya komentar / opini publik yang menyerukan agar FPI dibubarkan. FPI sendiri melalui situs resminya telah menyatakan secara tegas bahwa “FPI AKAN BUBAR SENDIRI JIKA HUKUM DITEGAKKAN DENGAN BAIK OLEH APARAT DAN PEJABAT NEGARA” (sumber website FPI). Disini saya lebih melihat kepada korban yang timbul dari pihak yang tidak mengerti apa-apa yaitu Tri Munarti yang tewas tertabrak mobil FPI.
Pada saat kejadian bentrok Tri Maryati sedang dibonceng oleh suaminya menaiki sepeda motor (Yahoo). Tri Maryati akhirnya tewas setelah motor yang ditumpanginya bersama suami ditabrak dari belakang oleh mobil FPI.
Dari kejadian diatas ada pertanyaan yang bergelanyut di benak saya. Selama ini FPI selalu dikenal sebagai sebuah organisasi yang didirikan dengan tujuan menegakkan syariat Islam di Indonesia agar tetap terjaga (Wikipedia).
Nah salah satu hukuman yang dikenal dalam Islam adalah Hukum Qisas. Qisas (bahasa arab: قصاص) adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan istilah “hutang nyawa dibayar nyawa”. Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk memilih 2 opsi yaitu mengampuni atau meminta hukuman mati kepada pembunuh.
Dari beberapa tulisan yang saya baca Syarat Kewajiban Qisas adalah :
1. Jinayat (kejahatan)-nya termasuk yang disengaja. Ini merupakan ijma’ para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Para ulama ber-ijma’bahwa qisas tidak wajib, kecuali pada pembunuhan yang disengaja, dan kami tidak mengetahui adanya silang pendapat di antara mereka dalam kewajibannya (sebagai hukuman pada) pembunuhan dengan sengaja, apabila terpenuhi syarat-syaratnya.”
2. Korban termasuk orang yang terlindungi darahnya (‘ishmat al-maqtul) dan bukan orang yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah. Hal ini karena qisas disyariatkan untuk menjaga dan melindungi jiwa.
3. Pembunuh atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang mukalaf, yaitu berakal danbaligh. Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan, “Tidak ada silang pendapat di antara para ulama bahwa tidak ada qisas terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang akal dengan sebab uzur, seperti tidur dan pingsan.”
4. At-takafu’ (kesetaraan) antara korban dan pembunuhnya ketika terjadi tindak kejahatan dalam sisi agama, merdeka, dan budak. Sehingga, seorang muslim tidak di-qisas dengan sebab membunuh orang kafir, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ
“Tidaklah seorang muslim dibunuh (di-qisas) dengan sebab membunuh orang kafir.”
5. Tidak ada hubungan keturunan (melahirkan), dengan ketentuan korban yang dibunuh adalah anak pembunuh atau cucunya, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يُقْتَلُ الوَالِدُ بِوَلَدِهِ
“Orangtua tidak di-qisas dengan sebab (membunuh) anaknya.”
Syekh as-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan syarat diwajibkannya qisasmenyatakan, “Pembunuh bukan orangtua korban, karena orangtua tidak dibunuh dengan sebab membunuh anaknya.”
Sedangkan bila anak membunuh orangtuanya, maka si anak tetap terkena keumuman kewajiban qisas.
Syarat Pelaksanaan Qisas
Apabila syarat-syarat kewajiban qisas terpenuhi seluruhnya, maka syarat-syarat pelaksanaannya masih perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Semua wali (keluarga) korban yang berhak menuntut qisas adalah mukalaf. Apabila yang berhak menuntut qisas atau sebagiannya adalah anak kecil atau gila, maka hak penuntutan qisas tidak bisa diwakilkan oleh walinya, sebab pada qisas terdapat tujuan memuaskan (keluarga korban) dan pembalasan. Dengan demikian, pelaksanaan qisaswajib ditangguhkan, dengan memenjarakan pelaku pembunuhan hingga anak kecil tersebut menjadi baligh atau orang gila tersebut sadar.
Hal ini dilakukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam qisas, hingga anak korban menjadi baligh. Hal in dilakukan di zaman para sahabat dan tidak ada yang mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma’ di masa beliau.
Apabila anak kecil atau orang gila membutuhkan nafkah dari para walinya, maka wali orang gila saja yang boleh memberi pengampunan qisas dengan meminta diyaat, karena orang gila tidak jelas kapan sembuhnya, berbeda dengan anak kecil.
2. Kesepakatan para wali korban terbunuh dan yang terlibat dalam qisas dalam pelaksanaannya. Apabila sebagian mereka -walaupun hanya seorang- memaafkan si pembunuh dari qisas, maka gugurlah qisas tersebut.
3. Aman dalam pelaksanaannya dari melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَن قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَاناً فَلاَ يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُوراً
“Dan barangsiapa yang dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Qs. al-Isra`: 33).
Apabila qisas menyebabkan sikap melampaui batas, maka hal tersebut terlarang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Dengan demikian, apabila wanita hamil akan di-qisas, maka ia tidaklah di-qisas hingga ia melahirkan anaknya, karena membunuh wanita tersebut dalam keadaan hamil akan menyebabkan kematian janinnya. Padahal janin tersebut belum berdosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.” (Qs. al-An’am: 164).
Jika melihat dari Syarat Kewajiban Qisas dan Syarat Pelaksanaan Qisas hanya satu Syarat yang bisa membatalkan hukum Qisas dalam kasus kecelakaan yang mengakibatkan Tri Munarti tewas. Syarat tersebut adalah Jinayat yang berarti apakah perbuatan tersebut disengaja atau tidak. Jika memang disengaja maka Hukum Qisas bisa dilaksanakan dan jika tidak sengaja maka batallah pelaksanaan Hukum Qisas.
Lalu siapa yang akan melaksanakan Hukum Qisas ini ? Negara ini kan negara Hukum ! ya tentu saja negara kita Indonesia adalah negara Hukum artinya semua hukuman akibat perbuatan kejahatan harus melalui proses pengadilan. Mengenai siapa yang akan melaksanakan Hukum Qisas ? saya rasa disini yang paling tepat adalah pihak FPI sendiri karena mereka selama ini dikenal dengan tegas selalu menegakkan Syariat Islam.
Apakah mungkin Hukum Qisas tersebut dilaksanakan dan apakah sudah layak untuk dilaksanakan kepada Pengemudi Sopir yang menabrak Tri Munarti ? Hal ini kembali kepada Syarat Kewajiban Qisas. Tetapi FPI sendiri telah mengeluarkan pendapat bahwa kecelakaan tersebut bukan disengaja (Yahoo). Dengan adanya pernyataan ini maka runtuhlah kewajiban untuk melakukan Hukum Qisas karena kejadiannya tidak sengaja.
Menurut saya Hukum Qisas harus tetap dilakukan oleh FPI mereka harus konsekuen dengan akibat dari tindakan mereka apalagi mereka adalah organisasi yang dikenal sangat keras untuk menegakkan syariat Islam. Sang suami sendiri sudah menyatakan bahwa sang pelaku harus dihukum setimpal.
Hukum Qisas seperti apa yang akan dilaksanakan ? Apakah sang pelaku harus dihukum mati dengan cara Qisas. Menurut saya tidak perlu hukuman mati tetapi mungkin ada cara lain yang mungkin bisa setimpal walaupun kejadiannya tidak sengaja.
Dengan melaksanakan Hukum Qisas ini masyarakat bisa menilai bahwa FPI memang tegas bukan hanya di masyarakat umum namun juga kepada anggotanya sendiri. Jika ada anggota yang salah tentu harus mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka.
Bagaimana menurut anda semua ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H