Mohon tunggu...
Ade M. Anhar
Ade M. Anhar Mohon Tunggu... -

membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kereta (1)

26 November 2010   08:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:17 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbadan tegap, mengenakan seragam dan memegang anjing. Itulah yang dapat dilihat beberapa hari ini di stasiun Jakarta-Bogor. Kehadiran orang berseragam ini, memang menjadi perhatian pengguna KRL, karena anjing yang dibawanya  menggonggong terus. Menurut penglihatan penulis, petugas dan anjingnya itu untuk menertibkan penumpang KRL yang BIASA naik diatas rangkaian kereta. Padahal sudah sering kali PJKA menertibkan hal yang sama, dan biasanya berhasil selama proses penertiban, namun setelahnya, kehidupan berlangsung normal kembali, ya kasus lama dengan cara lama, jadi ga lama tertibnya. Dan sekarang, sedang diterapkan pola baru untuk menertibkan, pakai seragam dan anjing, hiii seremmm,  seperti biasa, selama proses penertiban, dijamin tertib, dan setelahnya, bisa ditebak, dan pasti benar tebakannya. Mengapa demikian?

Sebagai moda transportasi masal yang relatif murah dengan waktu yang dapat diprediksi, tentunya KRL menjadi tumpuan puluhan ribu penggemarnya. Untuk membatasi tulisan, kita fokuskan kepada kereta ekonomi, jakarta-bogor dua ribu perak.

Pagi hari, kereta ini tiba dari stasiun bogor di stasiun cilebut (sesuai naik-turun penulis) pertama sekitar mulai pukul 05.00, kedua 05.30 dan ketiga pukul 06.15. Nah untuk ketiga termin tersebut, jika naik dari cilebut dijamin ga kebagian duduk, kepadatan mulai terjadi hingga stasiun citayam. Isi penumpang pun beragam, untuk yang pertama, penumpang didominasi oelh para pedagang sayuran dengan membawa perlengkapannya (bakul, pikulan, dsb). Untuk yang kedua, diisi dengan para pekerja, begitu juga yang ketiga. Dalam kondisi normal kereta berangkat dengan dua set, untuk kondisi tidak normal, maka rangkaian menjadi satu set (seperti bisa ada permohonan maaf dari PJKA, padahal permohonan maaf itu bertujuan agar tidak terulang lagi), nah jika ini yang terjadi, selama berbasah ria dengan aroma keringat.

Penumpang mulai naik 'ke lantai dua' dimulai dari stasiun cilebut, bojong gede, citayam, depok, terus sampai 'lantai dua penuh'. Dengan banyaknya penumpang yang di atap, secara langsung mengurangi kepadatan yang di dalam. Harus diakui bahwa naik diatap tidak boleh dan harus dilarang, karena taruhannya nyawa.

 Namun kita hidup tidak lepas dari kondisi yang memaksa. Di mana memaksannya. Pertama, kereta berangkat sesuai jadwal. Kedua, dalam setiap jadwal ada tiga kasta kerta, yakni pakuan ekspress Rp 11.000; Ekonomi AC Rp 5.500,- dan Ekonomi Biasa Rp 2.500 (dari ujung  ke ujung, Sta Bogor ke Jakarta Kota). Ketiga mayoritas pengguna kereta adalah pekerja yang penghasilannya cukup dengan tarif Ekonomi biasa. Sementara antara pukul 05.00 - 06.30 ada 8 pemberngkatan yang teridir dari 3 Ekspress, 2 Ekonomi AC dan 3 Ekonomi Biasa. Disisi lain lagi, para pekerja itu harus hadir di tempat kerja dengan waktu yang di tentukan, bahkan ada yang, jika terlambat harus menerima dipotong uang trasnportnya. Dari sisi-sisi itu, bukankah bisa kita tolerir keadaan yang memaksa di maksud, sehingga orang rela harus naik di atas atap, atau dengan kata lain, terjadi kesenjangan antara jumlah kereta dengan kebutuhan penumpang, ya supaly and demand.

Dengan kondisi demikian, lantas, logiskah jika kita berharap bahwa penertiban  petugas dengan anjing berseragam, eh salah, petugas berseragam dengan anjingnya akan menyelesaikan masalah ini dengan permanen, tentu tidak, karena masalahnya bukan penumpangnya, melainkan jumlah keretanya yang harus ditambah.

Namun, penulis harus mengakui bahwa ada kepedulian dari PJKA atas keselamatan para penumpang, sekaligus juga, supaya petugas yang sudah di outsourching terlihat ada pekerjaan. Untuk ke depan, PJKA harus menemukan cara yang ampuh, sehingga tidak terkesan bahwa upaya yang dilakukan PJKA hanya berupa proyek akhir tahun dalam rangka menghabiskan anggaran.

Sudah dulu, karena hujan lebat, rumah saya bocor...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun