Mohon tunggu...
Analisis Pilihan

Dari Sontoloyo ke Genderuwo, lalu Jokowi yang Mana Sebenarnya?

9 November 2018   13:49 Diperbarui: 9 November 2018   15:05 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Lama kelamaan menurut saya, Jokowi terlihat berguru pada Fadli Zon.  Mulai bawel dan sering Nyinyir.  Tidak seharusnya seorang Presiden terlalu sering mengucapkan diksi-diksi yang tidak berkualitas maupun yang merendahkan pihak lain.

Kalau seperti Inas, Raja Juli dan Romahurmuzy  yang setiap hari menyerang dan nyinyir  demi kepentingan  sang komandan sih masih wajar-wajar saja.  Mereka tim kampanye seorang Capres yang sedang ketakutan akan kalah.

Tapi kalau seorang Presiden yang terlalu sering melontarkan istilah-istilah yang menyerang lawan politiknya tentu tidak etis sama sekali. Saya pikir malah dampaknya memprovokasi pendukuagnnya untuk tidak ragu-ragu  untuk ngotot-ngototan ataupun berkelahi.

Jokowi tidak mau belajar dari pengalaman SBY. Jokowi merasa dirinya jauh lebih istimewa dari SBY.

Padahal Jokowi tahu persis kondisi SBY pada akhir-akhir pemerintahannya. Begitu banyak orang yang mengkritik SBY, begitu banyak orang yang membully SBY. Itu sangat wajar karena masyarakat kecewa dengan Presidennya.

Kalau sekarang banyak orang yang mengkritik keras Jokowi kok malah pihak oposisi yang disalahkan?

Pada tahun 2009 ketika  menjelang Pilpres 2009 SBY meluncurkan program BLT (Bantuan langsung TunaI) kepada masyarakat.  Seketika itu juga banyak orang menilai hal itu dilakukan demi Pilpres 2009. Wajar bukan protes tersebut?

Tapi berbeda dengan Jokowi. Ketika banyak yang mengatakan Dana  Kelurahan yang instan dikucurkan menjelang Pilpres 2019  demi kepentingan politik rezim penguasa, Jokowi malah marah dan mengatakan yang menuduhnya seperti itu adalah Politisi Sontoloyo.

Ucapan Sontoloyo saja sudah membuat geger masyarakat.  Dan Jokowi sempat menyatakan penyesalannya karena katanya lagi emosi.

Tapi ternyata kembali lagi Jokowi menggunakan diksi-diksi yang tidak pantas diucapkan seorang Presiden yang masih menjabat.  Kelihatannya Jokowi lupa posisi tersebut. Mungkin karena ketakutan kalah di Pilpres dia hanya berpikir dirinya seorang Capres sja padahal faktanya saat ini dia adalah Presiden RI yang sedang menjalankan pemerintahannnya.

Pada hari ini 9 November 2018 di kabupaten Tegal Jokowi mengadakan acara membagi-bagikan seritifikat tanah kepada masyarakat.  Sebenarnya  tugas seperti ini lazimnya dilakukan seorang camat. Tapi mungkin Jokowi  punya  tujuan lain untuk itu. Saya tidak berani mengkritiknya atau menduga yang buruk karena pasti saya akan dibullya pendukungnya.

Dalam sambutannya Jokowi mengatakan ada Politisi yang sering  berpropaganda dan menciptakan ketakutan di masyarakat.  Jokowi mengatakan Politisi yang seperti itu Politisi Genderuwo. Ckckck. Bukan main istilah yang dipakai Jokowi.

Apakah yang dimaksud Jokowi adalah kubu Prabowo?  Kalau iya , Propaganda mana dari kubu Prabowo yang menakutkan masyarakat?

Sejak tahun 2009, detiknews, Kompas.com dan lainnya selalu saya baca setiap hari. Belum pernah sekalipun saya melihat ada Politisi yang melakukan propaganda menakutkan kepada masyarakat. Begitu juga kubu Prabowo  sejak dulu hingga setahun terakhir.

Jadi yang mana yang dimaksud Jokowi sebagai politisi Genderuwo?

Apakah demo-demo pembakaran bendera  dan Demo-demo kepada Ahok dulu termasuk kategori propaganda yang menakutkan, menurut Jokowi?

Demo-demo itu bukan kubu Prabowo yang melakukannya loh. Tidak ada bukti sama sekali  Gerindra dan PKS yang memfasilitasi ataupun memotori demo-demos seperti itu.

Demo-demo seperti itu muncul karena ada sebabnya.  FPI dan ormas Islam lainnya memang paling tidak suka kalau ada yang merendahkan Islam. Mereka itulah yang bergerak untuk berdemo.  Dan mereka memang mendukung Prabowo karena Prabowo berposisi sebagai oposisi.

Kalau Jokowi yang berada di kubu oposisi tentu Jokowi yang akan mereka dukung. Kondisi itu sangat sederhana untuk dipahami.  Dan salah besar kalau Jokowi menganggap  FPI dan Ormas-ormas Islam sebagai kubu Prabowo.

Dan yang pasti , demo-demo itu bukanlah propaganda untuk menakutkan masyarakat.  Tidak ada asap, tidak ada api.  Tidak ada provokasi maka tidak akan ada demo.  Ngawur namanya kalau menuduh demo-demo itu direkayasa dan digunakan sebagai propaganda politik.

Di sisi lain sebenarnya kalau Jokowi  sadar diri tentu akan paham bahwa  saat ini justru masyarakat yang takut dengan rezim yang berkuasa.  Jokowi mungkin tidak paham bahwa saat ini begitu banyak orang memilih untuk diam daripada mengkritisi pemerintah.

Mereka yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan dan kemudian mengungkapkan pendapat dengan Tagar #2019GantiPresiden langsung disebut Makar oleh Pihak Istana.  Ini demokrasi yang sangat menakutkan sebenarnya.

Ada yang mau berdiskusi di daerah ternyata tidak bisa. Ada pihak yang memblokir. Bahkan acara diskusi di sebuah TV sempat mendapatkan ancaman dari pihak yang tidak jelas.  Penegak hukum tidak pernah melindungi mereka-mereka yang ingin mengemukakan pendapat sesuai konstitusi.

Belum lagi sedikit-sedikit  ada pihak-pihak yang  hobbinya melapor ke Polisi. Polisi juga selama Jokowi berkuasa menjadi sangat mudah untuk menetapkan orang menjadi Tersangka.

Dengan kondisi yang seperti ini sebenarnya  masyarakat yang mengalami ketakutan.  Tidak seperti zaman SBY dimana semua orang berhak mengkritik Presiden tanpa takut kena UU ITE.

Beda dengan sekarang.  Siapapun yang mengkritik Jokowi langsung dibully pendukung Jokowi.  Siapapun yang mengkritik Jokowi langsung dilabel sebagai pihak Oposisi.  Inilah kondisi yang membuat banyak orang lebih memilih diam daripada bersuara.  Apa bukan ketakutan namanya?

Jadi sebenarnya siapa yang Sontoloyo dan siapa yang Genderuwo, pak Jokowi?
Done.

Sumber :
news.detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun