Mohon tunggu...
Cerita Pemilih

Gara-gara Pilgub DKI, Yunarto Wijaya "Membakar Dapurnya" Sendiri

6 Februari 2017   04:37 Diperbarui: 6 Februari 2017   04:59 15055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: republika.co.id

Yunarto Wijaya (tadinya)  adalah salah satu pengamat politik muda berbakat di mata saya. Analisanya cukup tajam mendekati ketajaman analisa Hanta Yuda maupun Burhanudin Muhtadi.

Tadinya di mata saya Yunarto terkesan memiliki nasionalisme dan kebangsaan yang tinggi. Tadinya juga dimata saya dia selalu memposisikan dirinya di pihak yang netral. Itulah sebabnya namanya cepat naik daun. Dia juga punya Lembaga Survey Charta Politica yang pada Pilpres 2014 lalu membuat survey-survey yang bagus hasilnya.

Sampai dengan Februari 2016, Yunarto masih merupakan Pengamat Politik yang lumayan bagus pengamatannya.  Ketika itu dia ditanya media tentang fenomena Teman Ahok. Dan dia menjawabnya bahwa Ahok sedang melakukan kosmetika politik.  Teman Ahok adalah alat tawar politik dari Ahok.  Itulah pengamatan cerdas terakhir dari Yunarto Wijaya.

Setelah itu saya tidak tahu apa saja kegiatannya. Dan saya dengar dia mulai akrab dengan Charles Honoris, salah satu tangan kanan Ketua Umum PDIP, Megawati.

Foto diatas adalah foto yang diambil pada saat terjadinya Demo 411. Rupanya Charles Honoris, Edy Prasetyo, Yunarto (Toto) Widjaya dan Ahok memantau Aksi 411 melalui televise.

Ada Edy Prasetyo, Politisi PDIP  di foto tersebut membuat saya teringat bahwa Ketua DPRD DKI tersebut sempat berkali-kali dimintai keterangannya oleh KPK Jilid 4 terkait Skandal Reklamasi.  Disebut-sebut ada  beberapa pertemuan antara Edy Prasetyo  dengan Aquan, Bos Agung Sedayu di rumah Aquan.

Skandal Reklamasi itu memang unik.  Pada saat OTT M.Sanusi KPK menyebut ada Rp.2 Milyar yang diterima Sanusi dari Agung Podomoro dan Agung Sedayu. Wakil Ketua KPK  La Ode sempat menyebut Kasus itu sebagai Grand Corruption.

Tetapi selanjutnya keterangan itu berubah. Rp. 2 Milyar itu diralat menjadi dari Agung Podomoro saja. Oleh sebab itu pihak Agung Sedayu tidak ada yang terlibat dan Kasus Grand Corruption itu hanya menghasilkan 2 TSK  saja yaitu M.Sanusi dan Ariesman Wijaya.  Sementara Aquan dan Eddy Prasetyo dianggap tidak terkait.  KPK Jilid 4 memang Mantap kan? Hahahahaa

Selanjutnya tentang Charles Honoris.  Politisi PDIP  yang akrab dengan Ahok ini cukup berpengaruh ke Megawati. Ketika sekitar 80% kader PDIP DKI memusuhi Ahok dan tidak ingin Ahok bersama Djarot lagi, Charles Honoris dan Edy Prasetyo bergerilya. Dan hasilnya, akhirnya PDIP memutuskan mendukung Ahok sebagai Cagub DKI pilihannya bersama Djarot. Begitulah cerita  setahun yang lalu.

Sekarang kita bicara khusus tentang Yunarto Wijaya.

Yunarto bersama Charta Politicanya naik daun paska Pilpres 2014. Setelah itu Yunarto sering tampil di televisi dan mulai terkenal.

Orang-orang mulai mengenal Yunarto Wijaya sebagai Pengamat Politik atau Konsultan Politik atau apalah. Yang pasti Charta Politica milik Yunarto memang berbisnis di survey politik dan sebagainya.

Tentu saja sebagai Lembaga Survey Politik, satu syarat utamanya adalah harus Independen dan Aktual. Survey-survey yang dilakukannya haruslah kredible dan akuntable.  Bila tidak demikian maka masyarakat akan menyimpulkan lembaga survey tersebut abal-abal.

Akhirnya terjadi juga “kecelakaan”.  Charta Politica ketahuan membuat Survey yang pro Ahok pada bulan Oktober 2016. Seorang pekerja lepas Charta Politica tertangkap Ketua RT di Lebak Bulus pada tanggal 15 Oktober 2016 membawa lembaran survey dengan intruksi prioritas survey untuk responden yang pro Ahok saja.

Yunarto Wijaya sempat mengklarifikasinya. Dirinya menyebut survey itu menggunakan metoda stratified random sampling dan kertas itu tersobek karena direbut Ketua RT dari petugasnya. Saya yang baca berita itu jadi geli. Ooalah ternyata metode Strafied Random Sampling yang dipakai Yunarto toh. Apa tidak sanggup menggunakan metode Multistage random sampling  yang paling akurat  dan paling cocok untuk wilayah DKI? Hihihihi. Pantesan aja  hasilnya lain dari yang lain. (saya pernah bahas di artikel berbeda untuk survey Indikator Politik).

Dan semalam ketika membaca Detiknews ternyata ada berita Yunarto Wijaya menuduh Paslon no.1 AHY berkampanye dengan cara membagi-bagi hadiah Jam tangan bagi warga DKI.

"Keren juga kampanyenya…atau akan dibantah?" kata Yunarto lewat akun twitternya, sembari memposting foto jam tangan berwarna gold lengkap dengan bungkus berfoto Agus-Sylvi, Minggu (5/2/2017) (detiknews).

Wadduhh.. kaget saya membaca berita itu. Bukan kaget masalah jam tangannya tetapi kaget kenapa Yunarto sebagai Pengamat Politik malah menyerang Kontestan Pilkada.

Entah lagi stress atau kena masuk angin, Yunarto Wijaya malah menyerang Kontestan Pilgub DKI 2017 dengan isu murahan. Dari situ dipastikan Yunarto memang pro Paslon nomor 2 sesuai dengan Hasil Survey Charta Politica. Sudah tidak bisa lagi Yunarto Wijaya menyanggah kalau dirinya memang pendukung berat Ahok.

Dengan memposisikan dirinya sebagai pendukung salah satu kontestan Pilkada maka bisa dikatakan Yunarto sedang membakar dapurnya sendiri.  Dia sudah merusak kredibilitas lembaga survey miliknya. Tidak akan ada orang yang akan percaya lagi pada hasil survey lembaga survey miliknya.

Lagipula menuduh AHY membagi-bagi Jam Tangan itu menurut saya tidak pintar dan emosional..  Coba kita telaah. Betapa bodohnya bila benar Timses AHY membagi-bagi barang yang besar ukurannya tersebut kepada warga DKI dengan  resiko bisa diketahui media. Tidak mungkin Timses AHY sebodoh itu.

Foto jam tangan yang didapat Yunarto itu belum jelas asalnya. Jangan-jangan hanya hoax saja.

Tetapi bila itu benar ada Jam Tangannya, kemungkinan besar itu diadakan hanya  untuk kalangan Timsesnya saja. Untuk kenang-kenangan anggota Timses saja.

Terlalu bodoh kalau Timses AHY atau AHY sendiri membagi-bagikan barang segede itu ke warga DKI dengan resiko akan diketahui awak media dan berdampak adanya tuduhan Money Politik.

Yang dilakukan Yunarto Wijaya di Twitter itu menurut saya termasuk Negative Campaign. Dan alangkah naifnya  seorang Pengamat Politik terkenal melakukan hal-hal bodoh seperti itu.

Apa boleh buat Pilgub DKI 2017 memang sudah melahirkan banyak korban. Ada yang didzalimi, ada yang dikriminalisasi, ada yang diintimidasi, ada yang jadi stress, ada yang jadi bodoh dan ada yang jadi galak sama semua orang, dan seterusnya. Hehehehe.

Begicuh.

Sumber

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun