Setahu masyarakat memang banyak orang-orang “Sakti” di negeri ini yang sangat ditakuti oleh KPK jilid 4 ini. Sebut saja kalau tidak salah : Nurhadi, mantan Sekretari MA, lalu Sudung Situmorang , mantan Kepala Kejati DKI, lalu BTP mantan Bupati Belitung Timur dan lain-lainnya.
Tapi ternyata masih ada lagi orang sakti yang tidak bisa disentuh oleh KPK. Beliau adalah Nusron Wahid, Ketua BNP2TKI. Bukan main, semakin banyak saja daftar orang-orang sakti di republic ini.
Coba kita ulas sedikit tentang orang-orang sakti yang telah membuat KPK bergetar hatinya dan tak sanggup memberanikan diri untuk mendekati orang-orang sakti tersebut.
Nurhadi, mantan Sekretaris MA itu kasusnya menguap tak tau rimbanya. Meskipun sangat telak sudah ditemukan uang sekian Milyar rupiah di rumahnya, meskipun jelas sudah jelas Fakta Pengadilan menyebut Nurhadi sering dikirim uang (diantar oleh) supir Doddy Aryanto Supeno tetapi KPK terlalu takut untuk mentersangkakan Nurhadi. Mungkin karena 4 ajudan Nurhadi memang berasal dari Polri jadi KPK ngeper berat. Hehehehe.
Terakhir pada tanggal 19 Agustus 2016 (sekitar 6 bulan lalu), Ketua KPK Agus Rahardjo hanya mengatakan : Memerlukan Keyakinan yang tinggi untuk mentersangkakan Nurhadi. Weleh-weleh bahasanya tinggi amat.
"Harus ada keyakinan yang sangat tinggi dan perlu ada data yang lebih banyak lagi (untuk menetapkan Nurhadi tersangka)," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2016). (copas dari Liputan6.com tanggal 19 Agustus 2016).
Waaah sampai segitunya. Keyakinan setinggi apa sih yang diperlukan Agus Rahardjo? Butuh Data berapa banyak lagi ya? Ini sudah 6 bulan berlalu tanpa kabar berita dari KPK. Butuh waktu berapa lama lagi, pak Agus Rahardjo?
Berikutnya, Sudung Situmorang mantan Kajati DKI yang sudah berkali-kali disebut dalam Fakta Persidangan Terdakwa Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno ( dari PT.Brantas Abipraya), dimana disebutkan PT. Brantas lewat Sudi dan Dandung memberikan uang suap Rp. 2 Milyar ke Marudut (kenalan Sudung Situmorang). Oleh Marudut uang akan diantar ke kantor Kajati DKI karena sudah ditunggu disana, tetapi uang itu ternyata tidak pernah sampai karena keburu ditangkap oleh KPK. (Berita ada di Kompas.com tanggal 22 Agustus 2016).
Jadi Penyuapnya Sudi Wantoko dan Dandung dituntut 4 tahun Penjara tetapi Yang (akan ) menerima Suap (janji suap) yaitu Kajati DKI tidak kena apa-apa. Kan duitnya belum nyampe jadi tidak bisa dianggap korupsi. Hahahaha.
Siapa sebenarnya Bos dari Kajati DKI yang ditakuti oleh KPK? Apakah Jaksa Agung? Ah tidak tahulah. Orang kecil seperti saya mana bisa paham permainan orang-orang elite disana.
Dan selanjutnya BPT, mantan bupati Belitung Timur itu. Sudah jelas BPK menyatakan secara resmi Audit Investigasi dimana dinyatakan telah terjadi pelanggaran administrasi yang menyebabkan kerugian negara Rp.191 Milyar atas pembelian lahan sebuah Rumah Sakit, eh oleh KPK laporan itu tidak ditindak-lanjuti.
Bahasanya hampir mirip dengan Kasus Nurhadi. Kalau untuk Kasus Nurhadi disebut KPK membutuhkan keyakinan yang sangat tinggi untuk mentersangkakan Nurhadi, sementara untuk BTP, KPK mengatakan belum bertemu dengan niat jahatnya. Entahlah niat jahatnya sedang merantau kemana sehingga dicari-cari KPK kok nggak nemu-nemu. Hahahahaa.
Ngomong-ngomong, Bos nya BTP siapa ya? Ah saya mah nggak tau. Kalau temannya BTP setahu saya ya pak Presiden dan Partai Moncong Puteh itu. Kali aja KPK memang gentar pada salah satunya. Hehehehe.
Nah sekarang kita ngomongin orang sakti yang disebut pada judul artikel, Nusron Wahid.
Sebenarnya sudah lama nama Nusron Wahid disebut-sebut dalam persidangan kasus suap Panitera PN Jakpus, Edy Nasution dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno. Nama Nusron disebut dalam kesaksian sopir Doddy, Darmadji yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Fitroh Rochcahyadi.
"Saudara Doddy sering mengirimkan barang yang saya duga berupa uang kepada saudara Lucas dengan pengiriman di basement Gedung Matahari Jalan Jenderal Sudirman dan kepala BNP2TKI di kantor Pemuda Anshor sejak 2015. Saya ingin melaporkan ke KPK terkait dengan seringnya saudara Doddy mengirimkan barang yang saya duga berupa uang ke rumah Nurhadi yang saat itu saya ketahui Nurhadi adalah Sekretaris MA mengenai resepsi pernikahan anaknya," baca jaksa Fitroh di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, 22 Agustus 2016 silam. (Detiknews, 3 Februari 2017).
Nah seharusnya dengan adanya Fakta Persidangan seperti itu, seharusnya Nusron Wahid dipanggil dong oleh KPK untuk dikonfirmasi tentang Kesaksian Darmadji. Nusron harus dikejar keterangannya sampai sejelas-jelasnya.
KPK harus aktif dong mengembangkan kasusnya. Jangan sampai seperti Kasus Reklamasi yang katanya Grand Corruption tetapi ternyata berhenti begitu saja setelah 2 orang jadi TSK. Masa KPK harus disuruh-suruh untuk menyelesaikan kasus-kasus penting?
Dan kalau memang benar Darmadji telah berbohong di Pengadilan, seharusnya Nusron Wahid menuntutnya. Kalau tidak begitu, sejarah Nusron Wahid akan tercela selamanya. Masyarakat akan menganggap Nusron bagian dari konspirasi Nurhadi.
Begicuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H