Semua orang terkejut dengan langkah-langkah yang dilakukan Mabes Polri di musim Kampanye Pilgub DKI 2017 ini. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba ada Mabes Polri menyebut-nyebut ada 2 Kasus yang terkait dengan nama Cawagub Sylviana Murni.
Dari awal polisi menyebut ada dugaan pidana Korupsi yang terjadi di Proyek Pembangunan Masjid Al-Fauz Jakarta Pusat dan ada dugaan Korupsi Dana Bansos di Kwartir Pramuka DKI. Rupanya polisi keliru karena sebenarnya untuk Kwartir Pramuka DKI, yang ada sebenarnya adalah Dana Hibah.
Langkah Polri mengusut 2 Kasus dalam musim kampanye ini sangat mencolok karena sebenarnya dalam beberapa bulan terakhir Paslon Nomor Urut 1 Agus Yudhoyono-Sylviana Murni sedang unggul dalam sekian banyak survey Elektabilitas yang dilakukan berbagai Lembaga Survey.
Seketika itu juga langsung terbetik rumor beredar bahwa Paslon Nomor Urut 1 itu sedang dikriminalisasi oleh kubu lawan politiknya.
Rumor itu bisa menguat karena Polri terkesan tidak mau terbuka pada public tentang siapa yang melaporkan kasus-kasus itu dan utamanya sejak kapan kasus-kasus itu dilaporkan.
Yang diketahui public, dalam 2 tahun terakhir tidak pernah ada kabar sama sekali bahwa Pembangunan Masjid Al-Fauz dan Kwartir Pramuka DKI bermasalah, kesan yang diterima public kemudian adalah Kasus ini pasti baru saja dilaporkan oleh Pihak yang tidak jelas siapa, tetapi ternyata langsung ditindak-lanjuti oleh polisi.
Ketika ditanya media, bahasa yang dipakai Kadiv Humas Polri kemarin selalu sama dengan yang sebelum-sebelumnya. “ Ada warga yang melaporkan dan harus ditindak-lanjuti”.
Padahal pernyataan seperti itu juga akan selalu menghasilkan respon yang sama dari masyarakat luas. “Apakah setiap laporan harus selalu langsung ditindak-lanjuti ataupun ditingkatkan statusnya menjadi Penyidikan?”
Rupanya Mabes Polri tidak belajar dari Peristiwa 2015 dimana Polri saat itu dianggap oleh public telah melakukan Kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK. Pada waktu itu begitu banyak (berbondong-bondong) laporan-laporan pengaduan yang tidak jelas dari pihak mana tetapi langsung ditindak-lanjuti oleh Polri. Bahkan 2 Pimpinan KPK langsung jadi Tersangka. Disitulah masyarakat menilai Polri telah melakukan Kriminalisasi.
Dengan pengalaman tahun 2015 seharusnya jangan sampai terjadi yang seperti ini lagi. Seharusnya (khususnya) setiap ada pelaporan Kasus Penting atau kasus yang melibatkan orang penting atau Kasus yang berkaitan dengan Momen yang sedang disorot public seperti Pilgub DKI ini Polri harus transparan. Siapa yang melaporkan dan Kapan dilaporkannya. Apalagi kalau polri memutuskan untuk segera menindak-lanjuti ya harus benar-benar jelas kronologisnya.
Umumnya Kasus Korupsi yang disidik biasanya berawal dari adanya Temuan Lembaga Keuangan ditambah adanya pelaporan suatu pihak. Tetapi untuk Kasus Dana Hibah Pramuka ini terkesan tidak seperti itu.
Entah bagaimana Kronologisnya, Mabes Polri langsung memanggil Sylviana Murni untuk dimintai keterangan. Sylviana ternyata siap dipanggil. Bahkan pagi-pagi sudah datang memenuhi panggilan Bareskrim Polri.
Dan yang mengejutkan ternyata Sylviana meralat PERIHAL panggilan Bareskrim Polri tersebut. Bahwa yang dimaksud dengan Dana yang diterima Kwartir Pramuka DKI bukanlah Dana Bansos melainkan Dana Hibah. Disini saja sudah terlihat Mabes Polri tidak paham masalah sebenarnya.
Dana Hibah dan Dana Bansos itu dua hal yang berbeda. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 32 tahun 2011 dijelaskan secara detail tentang kedua Dana tersebut. Point utama perbedaan kedua Dana tersebut berada pada tata cara mempertanggung-jawabkannya.
Menjadi aneh kalau Mabes Polri ternyata tidak teliti menerima Pelaporan Kasus tersebut tetapi langsung menindak-lanjutinya.
Mabes Polri sendiri kalau tidak salah pernah menerima Dana Hibah dari Pemprov DKI sejumlah Rp.130 Milyar. Sementara Dana Hibah yang diterima Polda Metro Jaya untuk tahun 2016 setahu saya berjumlah Rp.41 Milyar. Ini jumlah yang sangat besar karena bila dibandingkan dengan Dana Hibah untuk Kodam Jaya hanya sebesar Rp.21 Milyar. (Tidak adil ya? Hehehehe). (Yang ngatur siapa? Ya Gubernur lah. Berdasarkan usulan APBD tentunya).
Dan seperti halnya Dana Hibah Polda Metro Jaya Rp.41 Milyar yang digunakan untuk Biaya Operasional Polda tentunya Dana Hibah Kwartir Pramuka DKI Rp.6,1 Milyar juga digunakan untuk Biaya Operasional.
Sylviana Murni pada saat dimintai keterangan dengan yakin menjelaskan bahwa Penggunaan Dana Hibah sudah diaudit pada tanggal 22 Juni 2015 oleh lembaga audit terdaftar. Sylviana juga menjelaskan dan melampirkan bukti bahwa dari Dana Hibah tersebut ada Rp.801 Juta yang tidak terpakai dan sudah dikembalikan ke Kas Daerah.
Selanjutnya yang menarik kemudian, setelah Sylviana Murni dipanggil dua hari kemudian ada kabar Mabes Polri baru menggandeng BPK untuk mendalami kasus ini. Dari poin ini bisa disimpulkan bahwa terkesan Mabes Polri baru menerima pelaporan dan belum memiliki data temuan tetapi langsung menindak-lanjuti. Ini yang agak seperti gimana gitu loh.
Begicuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H