Kedua, Indonesia juga perlu secara aktif mempromosikan pembangunan berkelanjutan dalam mekanisme kerja sama Selatan-Selatan dengan China. Indikator 17.14 dalam SDG 17 mensyaratkan untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan untuk pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks konflik di Laut China Selatan merujuk pada upaya memadukan kebijakan untuk menjaga ekosistem lautan sebagaimana yang ditargetkan pada SDG 14 mengenai ekosistem lautan.
Indikator 14.c dalam SDG 14 menargetkan penerapan United Nations Convention on the Law of the Sea sebagai kerangka hukum untuk mengusahakan pelestarian dan pemanfaatan lautan dan sumber dayanya secara berkelanjutan. Upaya untuk menegakkan hukum internasional dalam konflik Laut China Selatan dapat diperjuangkan melalui forum PBB yang telah menghasilkan kesepakatan bagi semua negara untuk mencapai target SDG pada tahun 2030.
Indonesia perlu berupaya mendorong penegakan hukum internasional yang seharusnya dipatuhi oleh semua negara melalui forum PBB. Melalui forum PBB untuk menegakkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), paling tidak untuk menjamin hak Indonesia mengelola ZEE Natuna. Berhasil menegakan hukum internasional, utamanya UNCLOS maka Indonesia akan memiliki hak eksklusif untuk mengelola sumber daya alam di ZEE Natuna tanpa mengkhawatirkan kedaulatan Indonesia akibat klaim sepihak China di Laut China Selatan.
Akan tetapi, solusi yang ditawarkan dari perspektif SDG menjadi tantangan dalam upaya implementasinya mengingat setiap negara, utamanya Indonesia dan China memiliki dalil klaim dan kepentingan yang berbeda di Laut China Selatan. Selain itu, ketidakmampuan forum global seperti PBB dalam penegakan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menjadi tantangan dalam upaya penyelesaian konflik dari perspektif SDG.
Meskipun demikian, upaya menyelesaikan konflik di Laut China Selatan dengan solusi dari perspektif SDG tentu memiliki peluang untuk tercapai. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran global untuk mencapai target SDG pada tahun 2030. Kesadaran ini menuntun pada masifnya kerja sama internasional untuk mengatasi masalah global yang menjadi perhatian serius seperti isu perubahan iklim. Selain itu, solusi yang ditawarkan berupa upaya memperkuat hubungan diplomasi dan aktif mempromosikan pembangunan berkelanjutan dalam mekanisme kerja sama Selatan-Selatan dengan China berpotensi disambut baik berbagai pihak. Hal ini dikarenakan solusi dari perspektif SDG menawarkan upaya penyelesaian konflik secara damai.
Oleh sebab itu, diperlukan usaha yang maksimal untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Jalan diplomasi dan usaha mencapai pembangunan berkelanjutan melalui kerjasama Selatan-Selatan dengan China harus diupayakan. Sebab jika upaya yang dilakukan berhasil, stabilitas dan keamanan di kawasan akan terjamin. Tentunya Indonesia akan mendapat haknya secara eksklusif dalam mengelola sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif Natuna.
REFERENSI
- Annur, C. M. (2023, 11 Januari). Investasi Tiongkok di Indonesia melonjak 63% pada 2022. Pusat Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/11/investasi-tiongkok-di-indonesia-melonjak-63-pada-2022
- Bappenas. (2021). Buku Saku: Terjemahan Tujuan dan Target Global. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H