Mohon tunggu...
Angling Prasodjo
Angling Prasodjo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Angin dan badai itu yang menguatkan akar akar tumbuh menjadi pohon.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percintaan Seorang Ratu, Balqis

14 Januari 2014   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:51 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Sheba, ia tidak ingin tergoyahkan dengan pengakuan itu. Dengan agak risau ia bisikkan kepada Solomon, “aku datang kepadamu sebagai seorang ratu yang perawan. Akankah aku kembali dalam keadaan terampas keperawananku, dan menanggung derita aib dalam kerajaanku ?

Solomon tidak menyiakan apa yang ada di depannya. Meskipun sebuah kenyataan tidak ia ketahui benar, tetapi ia adalah seorang raja yang agung, yang tidak ingin kehendaknya tidak tercapai. Bahkan ia telah mengakui dan telah mengatakannya. Itu keluar dari hati yang tulus. Paling tidak ia jujur pada dirinya sendiri sebagai pribadi yang telah jatuh hati dan dengan tulus ingin menjadikan Sebha seorang istri.

Solomon meyakinkan Sheba, “aku hanya akan mengambil engkau sebagai permaisuri yang sah. Aku adalah Raja, dan engkau menjadi Ratu. Engkau boleh menetapkan sebuah perjanjian bahwa engkau hanya menjadi istriku ketika engkau datang kepadaku pada malam hari ketika aku berbaring sendirian, di atas bantal di tempat tidurku.

Agak getir rasanya ucapan itu, Solomon bukan tidak menyadari pernyataannya. Mungkin sebagai seorang ahli diplomasi tingkat dunia, ia pandai berstrategi, tengah membuat pertempuran kali ini kalah. Itu jelas ucapan orang kalah. Ia mungkin memperoleh seorang permaisuri, tapi belum tentu memperoleh keperawanan Sheba. Bukan Sheba tidak menyadari posisinya, tetapi sungguh keadaannya semakin sulit, posisinya menjadi terpojok. Ia mengeluh, terbayang negerinya di jauh sana. Ia telah mereguk kebahagiaan tiada tara, banyak menimba pengetahuan sang Nabi dan hatinya mengalami pencerahan bisa menerima Tuhan orang Israel, tetapi sekaligus ia tengah mulai merajut penderitaan baru. Ia seorang ratu, akan menjadi permaisuri seorang raja besar tetapi ia harus meninggalkannya, dalam tempo segera, kembali ke negeri sendiri.

Dengan sisa-sisa daya yang ada, Sebha meminta, “bersumpahlah kepadaku dengan nama Allah-mu, Allah Israel, bahwa engkau tidak akan mengambil aku dengan paksa. Sebab bila aku tergoda menjadi tak berdaya menyerahkan kegadisanku, aku akan pulang dalam keadaan menderita, penuh kesedihan dan kesengsaraan.” Solomon segera membalas dengan sungguh-sungguh permintaan Sheba, meski dibumbui sedikit gurauan. “Aku bersumpah kepadamu bahwa saya tidak akan mengambil engkau dengan kekerasan. Sebaliknya engkau harus bersumpah kepadaku bahwa engkau tidak akan mengambil dengan paksa apa pun yang ada di istanaku.

Wajah Sebha nampak ceria, ketawanya tersisa dibibir sembari berujar, “masak seorang bijaksana berkata seperti itu. Janganlah engkau bayangkan aku datang jauh-jauh hanya karena soal harta kekayaan. Kerajaanku sama kayanya dengan kerajaanmu, tidak ada yang kuharap untuk itu, aku datang hanya untuk mencari kebijaksanaanmu.” Nampaknya Sheba ingin melepas bebannya yang terakhir ketika ia meminta lagi kepada Solomon, “bersumpahlah kepadaku bahwa engkau tidak akan membawa saya dengan kekuatanmu. Dan aku bersumpah tidak akan mengambil hartamu dengan paksa.

Jari jemari tangannya seolah tanpa tulang, membiarkan dalam genggaman tangan suaminya tanpa daya. Sayup-sayup terdengar suara disisinya, “ikuti aku sekarang, duduklah engkau disampingku, duduklah dengan anggun dan megah. Aku akan kabarkan apa yang telah menjadi keputusanmu.” Ia tenggelam malam ini, dalam pesta besar untuk mengumumkan adanya seorang permaisuri, yakni dirinya, yang sudah diikat dalam perjanjian bersama dalam teks bahasa Arab. Raja dan Ratu duduk berdampingan diatas singgasana megah. Raja Solomon nampak sekali memperlihatkan suka citanya.

Pesta berjalan sangat meriah, penuh suka cita, menyambut seorang pemaisuri. Di kerajaan kini telah mempunyai seorang permaisuri, yang datang sejauh ribuan mil tanpa diundang, seakan Tuhan mengirimkan khusus bagi sang raja yang belum beristri. Berdua menikmati hari bahagianya, makan dan minum sambil berbincang bincang hingga larut. Mungkin saja terasa kelelahan, Solomon menyarankan Sheba tidur ditenda bersamanya. Sheba tidak menolak. Sheba memilih tidak kembali ke apartemen. Sheba ingin merasakan perangkap yang disiapkan Solomon. Sekarang saatnya ia menjadi permaisuri malam ini disisi raja Solomon.

Perangkap Solomon baru disadari setelah ia terbangun dari tidurnya. Betapa haus dirasakan tanpa ditemukan air sedikit pun ditenda, kecuali sebotol air disisi tidur Solomon. Dahaga mendorongnya mengambil air Solomon. Dan Solomon pun terjaga karenanya, lalu tegurnya, “mengapa engkau melanggar sumpahmu, katanya engkau tidak akan mengambil barang milikku ?” Sambil ketakutan Sheba berusaha bisa menjawab, “apakah sumpahku rusak hanya karena sebotol air minum ? Bebaskan aku dari sumpahmu, biarkan aku minum air ini,” pinta Sheba merengek. Solomon mengijinkan Sheba meminumnya. Sheba kemudian tidur bersama Solomon dan permaisuri kini terperangkap dalam dekapan sang raja.Ω

(sumber bahan : Kitab Kebra Negash)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun