Mohon tunggu...
Angko M. Yazid R.M.
Angko M. Yazid R.M. Mohon Tunggu... lainnya -

CoffeeLover. Sebenarnya lebih suka nyimak. Terpaksa menulis demi bisa ikut #TurunTangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemilu, Pilih Membunuh atau Fitnah Aja?

27 Juni 2014   00:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:43 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tulisan kedua saya. Sekian lama mencari waktu, namun apa daya masih banyak prioritas lainnya. Hari ini ada kesempatan sedikit, mumpung para bos sedang tidak di kantor jadi kerjaan bisa diselesaikan tanpa terlalu terburu-buru. Jadilah tulisan ini apa adanya, sebelum kembali memulai aktivitas saya sebagai orang bayaran.

Beberapa hari lagi Pilpres, ada teman mengirimkan gambar skema konspirasi Cina-AS yang berada di belakang Jokowi.

Gambarnya bisa dilihat di sini, diambil teman saya dari situsnya orang misterius. Yang punya tidak jelas siapa, tapi dengan jumawa menyebut dirinya Ronin Indonesia. Seperti biasa ini situs abal-abal, yang baru muncul pas ramai pilpres dan sebagian sejak pilgub DKI. Sebenarnya asal-usul gambar tersebut adalah hasil karya TrioMacan2000, akun Twitter yang juga misterius yang kebenaran tulisannya tidak akan pernah bisa diklarifikasi.

Dari berbagai info dan pengamatan sekian lama, saya cenderung menduga bahwa situs-situs abal-abal ini banyak ditukangi tentara cyber PKS, sebagian lagi bukan PKS namun cenderung beraliran Salafi, atau pandangan eksklusif militan lainnya. Pandangan-pandangan mereka punya simpul yang sama: penekanan pada perlunya model keislaman yang transnasional. Kadang model itu harus pula seragam (budaya, ekonomi, bahkan mode: rambut, jilbab, kumis dan janggut, celana, alas kaki, dll). Dan karena ini gerakan, atau dalam bahasa studi keislaman disebut haraky, maka rata-ratamengambil sikap berpolitik. Pandangan politik kelompok-kelompok ini tidak pernah terlepas dari teori konspirasi kontra khilafah islamiyah. Cara berpolitik kelompok seperti ini di Indonesia terlihat sering kali berujung pada pragmatisme demi kekuasaan.

Kembali ke situs abal-abal di atas. Isinya semua SARA dan fitnah yang tidak jelas juntrungannya. Kelihatannya, para pembuat fitnah ini memang tidak peduli ini jihad atau dosa. Tapi bagi kita, adalah hal yang sangat menyedihkan bahwa rakyat bangsa ini selalu saja dicekcoki berita-berita bohong setiap kali ada pemimpin yang potensial mengganggu kepentingan para mafia dan kroni korupsi.

Saya lalu sarankan ke teman tersebut untuk membaca Surat Al-Hujurat, dan menggunakan akalnya sebelum memilih. Saya sebenarnya ingin mengatakan, wahai teman, janganlah terkurung di tempurung yang penuh dengan informasi menyesatkan, telitilah sebelum percaya, apalagi terus menyebarkan berita yang tidak diketahui kadar validitasnya. Seperti saya katakan dalam tulisan dahulu, orang Islam punya budaya bagus --namun syang terlupakan akibat keawaman yang saat ini merupakan hal biasa-- untuk melakukan pengecekan mendalam dan logis atas validitas suatu berita. Korban pencitraan memang cenderung berpikir dengan modal informasi seadanya, tapi lalu bersuara seolah mengetahui semua.

Seperti yang saya sorot sebelumnya, fitnah SARA ini sulit untuk tidak berpengaruh, terutama ke kalangan berpendidikan sederhana, atau kalangan yang minim informasi. Hal ini karena dengan isu SARA yang disentuh adalah RASA bukan OTAK, EMOSI bukan AKAL. Fitnah yang berisi isu SARA akan selalu menjadi hal yang berbahaya, menjadi percik bara yang bisa membesar menjadi api yang menghanguskan, yang sangat sulit dipadamkan.

Mungkin ini juga yang melandasi petuah bijak Rasulullah. Ibnu Abbas menceritakan, "Nabi SAW berjalan melalui sebuah kebun di Madinah atau di Makkah, lalu kedengaran olehnya suara dua orang sedang disiksa dalam kuburnya. Rasulullah SAW kemudian bersabda: ‘Keduanya disiksa bukanlah karena dosa besar.’ Kemudian Rasul melanjutkan perkataannya, ‘Yang seorang disiksa karena kencing di tempat terbuka, dan yang seorang lagi karena membuat fitnah supaya orang bermusuh-musuhan’."

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 191 kita belajar bahwa “الفتنة أشد من القتل. Frase penggalan ayat tersebut disebutkan dalam konteks kemenangan kembali kaum muslimin atas Makkah, sehingga mereka bisa kembali haji ke Baitullah. Pengungkapan tentang pembebasan Makkah ini dilatarbelakangi cerita pengusiran kaum muslimin dari Makkah setelah dimusuhi para penduduk Makkah. Seperti kita ketahui dalam kisah hijrah, para keluarga besar dan berpengaruh mengutus orang-orang mereka untuk membinasakan Muhammad SAW. Permusuhan, isolasi, penghinaan, lalu pengusiran dapat terjadi karena kondisi sosial yang tidak dapat menerima kehadiran Muhammad SAW sebagai pemimpin potensial. Dapat dibayangkan adanya penggiringan opini masyarakat Makkah oleh kalangan pembesar, pemimpin keluarga-keluarga besar atau kelompok-kelompok yang melihat Muhammad SAW sebagai potensi ancaman bagi privilese sosial atau kekuasaan ekonomi mereka. Karenanya, ayat yang secara eksplisit bercerita tentang perang bersenjata ini perlu menegaskan bahwa perang senjata tidaklah sedahsyat fitnah: PENGGIRINGAN OPINI. Para kroni pembesar anti-Muhammad itu hanya mampu mengeluarkan Muhammad SAW dari Makkah melalu fitnah, penggiringan opini publik untuk menolak pembaruan Muhammad SAW. FITNAH ITU LEBIH BERBAHAYA DARIPADA PEMBUNUHAN, karena pembunuhan itu bersifat fisik, yang tidak mungkin dilakukan secara terang-terangan tanpa melahirkan konflik dan tuntutan rasa keadilan yang jelas, sementara fitnah itu atas ide, nama, karakter, melalui kebohongan, yang membunuh tanpa harus berhadap-hadapan.

Muhammad SAW yang seorang rasul saja jadi korban fitnah, karena penggiringan opini itu memang cara yang efektif untuk mengalahkan lawan politik. Apalagi hanya seorang Jokowi, yang kata salah satu ulama adalah pemimpin yang meneladani gaya blusukan Muhammad SAW.

Melihat bahaya fitnah, yang belakangan ini menjadi jembatan ke arah kekuasaan bagi sekelompok orang, tugas kita adalah membentengi diri kita dan berupaya agar isu ini tidak menghinggapi keluarga atau orang-orang sekeliling kita. Dalam lingkup negara, Pemerintah juga seharusnya menegaskan mekanisme hukum yang jelas agar modus fitnah SARA tidak selalu terulang di tiap kali ajang pemilihan pemimpin.

Selain itu, saya berpikir, selain isu SARA, apalagi yang bisa digunakan oleh kubu Prabowo untuk memenangkan pilihan rakyat? Di jejaring sosial saya pernah menuliskan satu permintaan sederhana, tolong beri tahu saya kehebatan Prabowo agar saya beralih memilih dia, namun imbauan tersebut tidak pernah ada yang bisa menjawabnya. Komentar-komentar pro-Prabowo tidak pernah lebih dari sekedar slogan-slogan, seperti boneka, antek asing dan aseng, yahudi, anti-Islam, harga mati, dan tak satu pun yang berisi refleksi.

Jadi, selain isu SARA, apalagi yang bisa digunakan oleh kubu Prabowo untuk memenangkan pilihan rakyat? Tidak ada! Eh ADA: politik UANG, pemalsuan KERTAS SUARA, dan penggunaan BIROKRASI daerah-daerah yang dikuasai partai-partai Tenda Besar untuk menekan jajaran di kantor-kantor pemerintahan, atau mengancam rakyat kecil, seperti di zaman ORBA, dan preseden kasus-kasus dengan modus seperti ini sudah terjadi beberapa kali belakangan ini di beberapa daerah. Nanti, jika cara ini masih belum memadai untuk memenangkan mereka, birokrasi ini akan mengatur hasil pemilu, atau bahkan merubahnya.

Mencegah penyelewengan ini tidak cukup hanya dengan doa dan tawakkal. Rakyat harus MAU dan BERANI mengawal pemilu agar tidak jadi ajang kecurangan, tapi kegembiraan bersama, agar hasil pemilu adalah suara rakyat, bukan suara uang.

Saya mendukung Jokowi, bukan saja karena Jokowi mampu dan terbukti, namun karena mencegah yang mungkar dan buruk yang berbahaya adalah hal yang harus didahulukan. Rakyat Indonesia, ayo #BantuJokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun