"Eng..". buyung kehilangan kata-kata.
"Sudahlah, tak usah terlalu dipikirkan. Keringkanlah bajumu dulu. Jemur diatas batu sana. Mari kita makan siang dengan ikan bakar. Tadi aku membawa dua bungkus nasi dari rumah.." Bapak tua itu segera melangkah ke tempatnya semula.
Buyung mengikuti saran bapak tua itu. Menjemur baju di atas batu. Lalu mendekat ke arah perapian. rupanya disana telah terhidang nasi yang dibungkus daun pisang dengan lauk ikan bakar yang masih mengepulkan asap di atas piring plastik, dilengkapi sambal, irisan tomat dan mentimun segar. Betul-betul menggiurkan.
"mari kita makan. simpan dulu pertanyaan-pertanyaanmu itu hehehe.." bapak tua itu seperti mengetahui kebingungan buyung.
"ini untuk saya pak?" tanya buyung.
" Tentu saja.. Untuk siapa lagi? Hanya ada kita berdua disini. Ayo dimakan, selagi hangat.." Bapak tua itu mempersilahkan sekali lagi sambil tersenyum.
"Trimakasih pak.." tanpa menunggu disiruh untuk ketiga kalinya Si Buyung segera menyerbu hidangan itu.
Tak menunggu waktu lama, hidangan itupun ludes tak bersisa. Bapak tua itu memotong dua buah kelapa muda. Memberikan salah satunya kepada Si Buyung. Sekali lagi mulut Si Buyung terpaksa bungkam. Padahal tadi Si Buyung ingin mengajukan protes. Kalau bapak tua itu sudah mengetahui bahwa saya akan jatuh, kenapa dia tidak memperingatkan dengan lebih bersungguh-sungguh?
Seperti mengetahui suara hati Si Buyung, bapak tua itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng.
“Kamu tentu merasa tidak senang dengan kenyataan bahwa kamu ternyata harus jatuh ke sungai itu. Lalu melimpahkan kesalahan padaku, kenapa aku tidak lebih bersungguh-sungguh memperingatkanmu sebelum itu terjadi. Padahal itu adalah keputusan Allah yang tidak dapat dirubah oleh siapapun. Kita hanya bias menerima dan mengambil hikmahnya..” jelas bapak tua itu.
Si Buyung jadi merasa bersalah sendiri. Merasa dipergoki. Bapak ini orang berbahaya, pikir Buyung.