Mohon tunggu...
Ki Suki
Ki Suki Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang yang suka menulis dan menggambar.

Hidup ini selalu indah saat kita bisa melihatnya dari sudut yang tepat, sayangnya seperti melihat sebuah kubus kita hanya mampu melihat paling banyak tiga sisi dari enam sisi yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Mengenal Macam Campursari Dilihat dari Legendanya

12 Mei 2020   18:14 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:11 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi yang suka dengan lagu-lagu Campursari, pasti tahu dengan nama-nama ini: Waljinah, Manthous, Mus Mulyadi, Didi Kempot, dan Cak Diqin. Mengapa saya sebutkan empat nama ini? Itu karena mereka adalah legenda Campursari yang mempunyai keunikan masing-masing baik dalam lirik lagu, syair dan iramanya.

Waljinah adalah sang legenda lagu-lagu Campursari. Hampir semua lagu campursari dinyanyikan dengan enak. Suara Waljinah yang jelas dan tegas dengan cengkok keroncong menjadikan lagu-lagu yang dibawakannya selalu mendapat hati para penggemarnya. Coba saja dengar salah satunya yaitu lagu Walang Kekek yang dinyanyikan Waljinah, kita akan tahu bagaimana suara dan tekniknya. Ada nada-nada keroncong di balik lagu-lagu Campursari yang dibawakan Waljinah.

Manthous adalah penyanyi Campursari dengan syair Jawa Tengahan. Mungkin beberapa liriknya sulit dipahami oleh orang Jawa Timur apalagi orang Surabaya. Namun itu tidak menghalangi untuk tetap menyukai lagu-lagu yang dibawakan Manthous. Beberapa lagu seperti Wuyung, Caping Gunung, Kempling dan Loro Bronto adalah lagu-lagu yang enak didengarkan. 

Dalam beberapa lagu yang lainnya seperti Pak Rebo dan Mbah Dukun, ada kesan humor dan kocak namun tetap dalam bahasa Jawa yang tertata baik. Musiknya khas Jawa, halus dan menyentuh, cocok untuk menemani malam-malam sambil ngopi dan menulis. Kalau boleh saya katakan, ini adalah Campursarinya orang jawa yang orisinil. Suara Manthous mewakili suara laki-laki sejati. Berat namun tetang terdengar jelas setiap suku katanya.

Mus Mulyadi ini sebenarnya hampir sama dengan Waljinah yaitu penyanyi keroncong. Tetapi dia juga banyak menyanyikan lagu-lagu Campursari bahkan juga pop. 

Boleh dikatakan, Mus Mulyadi ini memang lengkap dalam style menyanyi. Lagu-lagunya seperti Rek Ayo Rek, Ono Rondo dan Jenang Gulo, adalah lagu-lagu jenaka berbahasa Jawa dengan iringan pop. Mus Mulyadi menyebut lagu-lagunya sebagai Pop Jawa.

Didi Kempot dengan lagu Stasiun Balapan menjadi ikon baru yang mendobrak kemampanan model lagu-lagu Campursari sebelumnya. Dilanjutkan dengan lagu-lagu lainnya seperti Terminal Tirtonadi, Pelabuhan Tanjung Mas, Sewu Kuto, Banyu Langit dan Ambyar yang selalu mendapat tempat di hati para penggemarnya. 

Lagu-lagu Didi Kempot memang banyka berisi dengan kerinduan dan patah hati, jadi wajar kalau Didi Kempot mendapat julukan "the Godfather of Broken Heart". Bahasa yang digunakan dalam lagu-lagu Didi Kempot lebih memasyarakat, bahkan untuk orang luar Jawa pun masih bisa menikmati. Ada gabungan Campursari dan pop dalam lagu-lagu Didi Kempot. 

Hal lain lagi, Didi Kempot tidak hanya penyanyi, tetapi dia juga pengarang dan pencipta lagu. Saat ini, di saat lagu-lagu campursari mulai ditinggalkan, lagu-lagu Didi Kempot justru naik daun. Bahkan saat dia meninggal, beberapa lagunya justru dibawakan banyak penyanyi terkenal lainnya.

Cak Diqin adalah salah satu penyanyi yang terbilang "nakal". Beberapa lagunya yang terkenal Tragedi Tali Kutang, Sleco, Penjaga Telpon Kecamatan Kota (Pentil Kecakot), Sepur Argo lawu dan Mr. Mendem. Kata-kata dalam liriknya cenderung agak kasar, namun mengena. Gayanya yang lucu dengan syair yang sedikit nakal memberikan tempat tersendiri bagi Cak Diqin. Bisa dikatakan bahwa Campursari yang dibawakan Cak Diqin ini lebih dekat dengan Dangdut.

Seperti namanya, Campursari memang merupakan lagu-lagu dengan campuran banyak genre musik yang dikemas dalam lagu berbahasa Jawa lengkap dengan gamelannya. Itu sebabnya ada banyak style dari Campursari yang mengikuti penyanyinya. Genrenya tidak hanya yang original tetapi juga bisa condong ke pop, keroncong atau dangdut. Hal ini membuat Campursari mudah diterima di segala lapisan masyarakat.

Setelah meninggalnya Didi Kempot, praktis hanya Waljinah dan Cak Diqin yang masih hidup. Belum ada lagi tokoh yang bisa menggantikan posisinya untuk terus mengembangkan budaya Campursari dengan versinya sendiri. Kalau dilihat dari pasarnya, campursari masih mendapat tempat di masyarakat, tetapi tentu saja akan ada perubahan style seiring dengan perubahan kebutuhan budaya masyarakat. Semoga Campursari menemukan jalannya yang baru. Bagaimanapun Campursari telah menjadi salah satu khasanah budaya bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun