Mohon tunggu...
Anggia Olga
Anggia Olga Mohon Tunggu... -

8 September 1991 -- Mahasiswa Broadcast UI -- Seorang yg menyukai tantangan & hal baru -- Petualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kereta Api Listrik Ekonomi

5 Oktober 2010   15:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kereta Api Listrik Ekonomi adalah salah satu angkutan umum yang ada di Jakarta. Bahkan KRL Ekonomi adalah alat transportasi paling murah yang saya ketahui. Coba bandingkan dengan alat transportasi lainnya. Bis? Ongkos satu orang untuk jarak dekat atau jauh dalam kisaran 2000 rupiah sampai 6000 rupiah jika memakai AC. Angkot? Ongkospun juga dalam kisaran yang sama tergantung jarak yang ditempuh. Bajaj atau Ojek? Otomatis anda akan mengeluarkan ongkos yang banyak, karena dua alat transportasi itu dipakai secara pribadi.

Ngomong-ngomong, saya punya suatu pemikiran yang agak menyedihkan sesuai pengalaman saya. Hari itu adalah hari Senin, tepatnya pukul 5 sore dimana saya yang kebetulan dari Tebet akan pulang ke rumah saya, Depok. Saya pun memikirkan manfaat dan resiko dari masing-masing alat transportasi umum yang akan saya gunakan. Akhirnya saya memilih kereta api karena cepat dibandingkan dengan bis yang harus bermacet-macetan di waktu jam kantor pulang. Saya pun membeli karcis kereta Ekonomi dikarenakan kereta yang sebentar lagi datang adalah KRL Ekonomi.

Kereta pun datang. Pemandangan pertama, penuh dan sesak, yang ada di dalam pikiran saya. Banyak orang yang duduk di atas gerbong, dan orang-orang juga banyak yang bergelantungan di pintu kereta. Dengan penuh tekad, saya pun menaiki kereta itu. Sumpek. Sesak. Berdempetan. Tidak bisa gerak. Empat hal itulah yang menggambarkan keadaan saya yang berada di salah satu gerbong KRL Ekonomi jurusan Bogor itu. Stasiund emi stasiun pun dilewati. Alhamdulillah.. Lancar.

Sampailah pada stasiun keempat, yaitu Stasiun Pasar Minggu. Kereta pun berhenti. Satu menit. Saya berusaha mengumpulkan oksigen agar bisa bernafas. Dua menit. Posisi saya mulai sudah tidak nyaman. Tiga menit. Pengap. Empat menit...... Lima menit. Enam menit. Orang-orang di kereta pun sudah mulai mengeluh. Bayangkan saja. Kereta ekonomi yang sangat penuh, sesak, di waktu jam pulang kerja, harus menunggu lama, tidak ada angin. Ternyata KRL Ekonomi yang saya naiki harus menunggu tiga buah kereta Express yang akan melaju. Dan saya menunggu kurang lebih 20 menit.

Entah kenapa, apa yang ada di dalam pikiran saya saat itu adalah, apakah pekerja dan pengatur jadwal kereta api tidak memperhatikan keadaan dan penumpang di dalam kereta ekonomi ini? Apakah kita, warga Jakarta, yang hanya membayar ongkos 1500 rupiah untuk kereta ekonomi ini harus memang sengaja berdesakkan tidak mendapat oksigen selama kurang lebih 20 menit? Apakah mereka hanya mementingkan warga Jakarta yang membayar tiket kereta seharga 9000 rupiah atau 11000 rupiah untuk didahulukan, sementara kereta yang lebih mahal itu jelas terdapat AC di dalamnya sementara kita yang berada di kereta ekonomi ini tidak? Apa yang mereka pikirkan?

Entah benar atau salahnya saya, itulah pikiran saya saat itu. Dan sepintas sambil mengumpulkan oksigen untuk bernafas, saya melihat samping kanan saya, terdapat ibu-ibu paruh baya, berjilbab, dengan muka lemas, dan mungkin saya rasa hampir pingsan. Tragis. Saya bisa mengerti mengapa seluruh orang di gerbong itu mengeluarkan kata-kata kasar karena kereta yang tidak lekas jalan.

Akhirnya kereta pun jalan, dan semua orang akhirnya bisa bernafas dengan lega. Stasiun Depok pun tiba, saya pun turun dengan susah payah, dorong mendorong, mengamankan tas.... dan keluarlah saya dari Kereta Api Listrik Ekonomi itu.

Ya. Itulah salah satu pengalaman saya dengan menggunakan transportasi umum di Jakarta. Hanya mau share, no offense :-)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun